Tembakau di Indonesia

Tembakau di Indonesia

Kita mengenal tembakau sebagai bahan pembuat rokok, sesuatu nan diyakini tak hanya merusak kesehatan pemakainya, tetapi juga orang-orang di sekeliling sang perokok. Padahal, pada awalnya, tembakau digunakan buat kegiatan-kegiatan religius di tanah asalnya, yaitu benua Amerika. Apa nan membuat tembakau menjadi komoditas nan dipandang miring? Benarkah tembakau bisa digunakan sebagai obat dan pestisida?



Sejarah Tembakau

Tembakau, nan merupakan produk pertanian nan dihasilkan dari tanaman genus Nicotiana , telah lama dipakai di benua Amerika sebelum bangsa Eropa menemukan bagian bumi 'yang hilang' tersebut.

Jika dilacak, kemungkinan tembakau sudah dibudidayakan sejak tahun 1400 hingga 1000 SM. Pada masa lalu, nilai tembakau demikian agung. Ada kepercayaan bahwa tembakau merupakan hadiah dari Sang Pencipta kepada manusia penghuni orisinil Amerika.

Menghirup asap tembakau diyakini bisa mengantarkan pikiran dan doa seseorang ke surga. Ada juga nan meyakini, asap tembakau bisa melindungi seseorang dari makhluk halus nan jahat, serta memudahkan orang tersebut berdampingan atau meminta donasi makhluk halus nan baik.

Keagungan tembakau ini masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat setempat. Sebagai contoh nan terjadi di beberapa suku di daerah Amerika bagian timur laut. Mereka akan merokok dengan menggunakan pipa, ketika berakhirnya sebuah barter barang atau transaksi. Juga, dalam upacara nan dianggap sakral. Tidak ada batasan usia. Suku-suku tersebut merokok sejak berada dalam masa kanak-kanak.

Pipa nan digunakan buat merokok tersebut disebut sebagai tabago , dan syahdan dari sinilah kata tobacco (tembakau dalam bahasa Inggris) berasal. Namun, ada juga nan menyatakan bahwa tobacco berasal dari kata tabaco (bahasa Spanyol dan Portugal).

Kata tabaco ini sendiri berasal dari kata dalam bahasa Karibia nan bermakna gulungan daun tembakau. Ada juga nan menyatakan, kata tobacco berasal dari kata bahasa Arab, tabbaq , nan muncul pada sekitar abad 9. Kata tembakau dalam bahasa Indonesia sendiri merupakan kata serapan dari kata tobacco itu sendiri.

Terlepas dari asal-usul kata tembakau, produk pertanian ini juga dihubungkan dengan pengobatan. Banyak orang Indian padang pasir nan meyakini bahwa menghisap asap tembakau bisa membuat seseorang mengatasi hawa dingin, sesuatu nan sangat generik di padang pasir. Apalagi jika tembakau tersebut dicampurkan dengan daun dari tanaman tertentu.

Tembakau juga disebut-sebut sebagai akar permulaan munculnya balsem dari India, nan dapat berfungsi buat menyembuhkan penyakit asma dan tuberkolosis (TBC). Selain itu, tembakau juga berfungsi sebagai 'santapan'. Ada beberapa suku nan menggunakannya sebagai minuman, layaknya kita meneguk jus apel atau jus jeruk pada era saat ini. Mengunyah tembakau, syahdan bisa menyembuhkan sakit gigi. Tembakau juga digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit.

Namun, seiring dengan kedatangan bangsa barat, sisi religiusitas dalam tembakau berubah total. Bahkan pada akhirnya, tembakau lebih sering berkaitan dengan hal-hal negatif. Hal ini berawal dari sosok Rodrigo de Jerez, orang Spanyol nan menyeberangi Lautan Atlantik pada 1492. Ia dianggap sebagai orang Eropa pertama nan merasakan nikmatnya merokok.

Waktu bergulir, kemudian orang-orang Spanyol nan mendarat di Amerika, mulai memperkenalkan tembakau ke Eropa sekitar tahun 1518. Akibat tembakau di Eropa begitu hebat. Hanya dalam waktu kurang dari 50 tahun, Eropa terjangkit 'candu tembakau'. Dalam hal ini, tembakau masih dianggap sebagai herbal nan syahdan bisa menyembuhkan 36 masalah kesehatan.

Hal ini terus berlangsung hingga kemudian muncul sebuah buku A Counterblaste to Tobacco pada 1604 nan mengindikasikan bahwa tembakau berbahaya bagi kesehatan. Alhasil, ketika itu Inggris mulai memberlakukan tarif sangat mahal pada tembakau nan masuk ke negara tersebut.

Kelak, Nazi Jerman, kemudian melakukan langkah serupa, membiayai penelitian seputar bahaya tembakau, dan menjadi pelopor kampanye antirokok. Dari sinilah mulai muncul pencerahan akan bahaya tembakau jika dihisap sebagai rokok, dan pencerahan ini terus berkembang hingga saat ini.



Tembakau dan Industrialisasi Rokok

Perang Sipil Amerika nan terjadi pada akhir abad 18 menjadi titik krusial dalam industrialisasi tembakau. Sebagai contoh, tembakau menjadi agunan atas pinjaman nan diberikan Prancis kepada mereka nan menuntut kemerdekaan di Amerika. Ini hanya salah satu tanda bahwa permintaan terhadap tembakau demikian tinggi.

Hal ini kemudian memunculkan ide pembuatan sigaret, nan pada akhirnya meroket ketika terjadi Perang Global I pada 1914 hingga 1918. Ketika itu, sigaret dianggap sebagai bagian krusial dalam perang. Sigaret merupakan jatah spesifik bagi tentara. Keadaan tak berubah, bahkan pada perang Vietnam (dimulai sejak 1957), tembakau masuk dalam ransum makanan bagi tentara.

Di Amerika Perkumpulan sendiri, sigaret memberi pengaruh besar. Pada 1847, berdiriliah Phillip Morris. Hal ini diikuti dengan pendirian RJ Reynolds Tobacco Company pada 1875. Lalu, sekitar 25 tahun kemudian, sigaret menjadi raja. Terjual hingga mencapai 3,5 miliar batang.

Pergerakan industrialisasi rokok kemudian semakin menanjak ketika merk Marlboro nan dibuat Phillip Morris diperkenalkan. Rokok kemudian menjadi salah satu barang istimewa dalam pasar Amerika Serikat. Marlboro kemudian juga memunculkan iklan sebagai sigaretnya wanita. Ini kemudian diikuti dengan munculnya Lucky Strike, merk nan sukses meraih 38% pengguna rokok wanita. Ketika itu, jumlah perokok wanita di AS meningkat pesat. Naik tiga kali lipat hanya dalam 10 tahun.

Seiring dengan penelitian besar-besaran terhadap rokok, mulai terkuaklah bala nan dapat dialami seseorang dampak menggunakan benda ini. Semisal, temuan pada 1982 bahwa perokok pasif bisa terkena kanker paru-paru. Tiga tahun kemudian, kanker paru-paru menjadi pembunuh nomor satu bagi wanita, mengalahkan kanker payudara. Namun, ini tak membuat perusahaan raksasa seperti Phillip Morris menghentikan kegiatan. Bahkan pada tahun 1980-an hingga 1990-an, Marlboro ialah pesaing primer Coca Cola sebagai merk dagang paling wahid dunia.

Pada kenyataannya, para pengelola industri tembakau mengetahui persis bahwa sigaret merupakan sesuatu nan sangat berbahaya, namun masih saja tetap menjual benda ini. Marlboro misalnya, ialah merk dagang paling bernilai di global (tidak hanya merk rokok) dengan perkiraan nilai sebesar 30 miliar dolar.



Tembakau di Indonesia

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Bagaimana tembakau dapat sampai di negara kita? Banyak nan meyakini, ini tidak terlepas dari kedatangan bangsa penjajah di Indonesia. Titik tolak nan diyakini memulai beredarnya tembakau di Indonesia ialah ketika Cornelis de Houtman tiba di Banten pada tahun 1556.

Keunikan tembakau terbukti menggoda para raja-raja Nusantara. Misalnya, Raja Amangkurat I dilaporkan pernah merasakan nikmatnya merokok dengan pipa, ditemani sekitar 30 pelayan wanitanya.

Keberadaan tembakau baru masif di Nusantara ketika pemerintah kolonial Hindia Belanda memperkenalkannya dengan menanam tanaman tembaku di berbagai daerah. Mulai dai Deli (Sumatera) hingga Jawa Timur.

Industri rokok di negara kita sendiri, dipelopori oleh sosok Nitisemito. Orang Suci ini memperkenalkan rokok kretek nan memiki bungkus klobot (kulit jagung). Promosi besar-besaran nan dilakukan oleh Nitisemito ini membuat rokok tjap Bal Tiga nan diproduksinya laris besar-besaran. Keberadaan Nitisemito inilah nan kemudian membuat industri rokok di Suci berkembang, bahkan hingga saat ini, dan bahkan meski Bal Tiga sudah tak beroperasi lagi.