Perjuangan Persiba Bantul

Perjuangan Persiba Bantul

Persiba Bantul (Persatuan Sepakbola Indonesia Bantul) merupakan salah satu klub sepak bola Indonesia nan berasal dari Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam perjalanan sejarahnya, dari berdiri sampai merasakan kerasnya kompetisi sepak bola nasional, Persiba Bantul mengalami pasang surut. Klub ini sudah merasakan jatuh-bangun dalam persaingan di kancah sepak bola nasional.



Mengenal Persiba Bantul

Persiba berdiri pada tanggal 21 September 1967. Lahirnya Persiba sebenarnya tidak lepas dari gerakan sepak bola nasional, nan ditandai dengan berdirinya Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Yogyakarta pada 19 April 1930.

KRT Warnodiprojo menjadi Ketua Generik Persiba nan pertama. Klub berjuluk Laskar Sultan Agung ini memiliki kostum kebanggaan merah saat bermain kandang dan putih saat memainkan laga tandang.

Klub ini memiliki homebase di Stadion Sultan Agung. Selain punya nama resmi, stadion ini juga punya nama panggilan lain, yaitu Stadion Pacar, sebab letaknya berada di daerah Pacar, Sewon, Bantul. Stadion ini diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X saat pembukaan Pekan Olahraga Daerah (Porda) Daerah Istimewa Yogyakarta IX-Bantul, tanggal 24 Juni 2007.

Meski terbilang masih muda, stadion ini terkenal megah. Stadion ini mempunyai kapasitas 35.000 penonton. Di stadion ini, Persiba menjadi semacam hantu nan menakutkan para tim versus nan bertanding.

Klub ini memiliki suporter fanatik bernama Paserbumi atau Pasukan Suporter Bantul Militan. Kelompok suporter ini terbentuk sebab adanya kecintaan pada sepak bola Bantul. Awalnya, dibentuk Panitia Pembentukan Ikatan Suporter Bantul (PPISB) buat melanggengkan niat tadi.

Nama-nama seperti Baskara, Kaisar, anaspati, Paseban, dan Paserbumi, ditetapkan oleh panitia sebagai nominasi wadah suporter ini. Nama Paserbumi sebagai kelompok suporter klub ini ditetapkan pada 19 Mei 2004. Saat klub ini masih berjuang di Divisi II PSSI tahun 2004, Paserbumi tetap datang ke stadion memberi dukungan.



Perjuangan Persiba Bantul

Beberapa tahun nan lalu, siapa sih nan mengenal Persiba Bantul? Mungkin cuma masyarakat Bantul dan sekitarnya saja nan tahu. Dibandingkan dengan sebuah klub asal Kalimantan nan punya nama serupa tapi prestasi lebih mentereng, yakni Persiba Balikpapan, nama Persiba Bantul seolah-olah asing di telinga para penggemar sepak bola nasional.

PSS Sleman dan PSIM Yogyakarta, dua klub nan memiliki letak geografis berdekatan, pun lebih dikenal dan punya prestasi lebih menonjol daripada Persiba Bantul pada tahun 2000 awal.

Dalam hal prestasi, dapat dibilang kesebelasan ini minim. Bukan cuma mengalami pasang surut dalam hal pemainnya saja, manajemennya pun begitu. Belum lagi soal dana klub nan disuntik dari pemerintah dan iuran Korpri, kadang ada kadang tidak.

Namun, segala masalah itu tak pernah menjadi tembok penghalang bagi para pengurusnya. Kompetisi internal klub pun digelar demi meningkatkan mutu permainan. Di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri, kompetisi internal klub ini termasuk nan paling baik. Yang membuat Persiba tidak dapat berbicara banyak di level nasional ialah minimnya dana nan mereka punya, kualitas pemain nan masih kurang, dan tak adanya manajemen kepengurusan nan solid.

Selama 37 tahun, sejak berdiri pada tahun 1967, akhirnya di tahun 2004 klub ini menjejakkan kakinya di Divisi I Perserikatan Indonesia. Sosok nan turut andil membawa Persiba Bantul ke level nasional ialah Bupati Bantul saat itu, Idham Samawi. Dia sukses menciptakan iklim kompetisi nan baik di taraf internal klub. Ini juga tidak lepas berkat donasi dana dari Pemkab Bantul.

Saat terjadi gempa dahsyat nan mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya pada 2006 lalu, Persiba terpaksa mengundurkan diri dari ketatnya laga di Divisi I Perserikatan Indonesia. Pada 2007, klub ini berusaha bangkit kembali dan ingin melanjutkan bertanding di Divisi I Perserikatan Indonesia.

Target nan diusung manajemen tidak main-main, yakni promosi ke Divisi Utama. Sasaran ini terntu saja tak mudah. Kenyataannya, selama dua musim berturut-turut, tahun 2008/2009 dan 2009/2010, sasaran tersebut tidak terpenuhi. Di dua musim itu, klub kebanggan masyarakat Bantul ini hanya masuk posisi delapan besar.

Usaha pantang menyerah klub ini membuahkan hasil di musim 2010/2011. Saat itu, Persiba Bantul tampil sebagai kampiun Divisi Primer Perserikatan Indonesia setelah di partai final nan diadakan di Stadion Manahan, Solo, sukses mengalahkan Persiraja Banda Aceh dengan skor 1-0.

Klub kebanggan masyarakat Bantul ini saat itu diperkuat pemain-pemain nan kaya pengalaman seperti Udo Fortune, Bruno Kasimir, Choirul Anam, dan Ezequiel Gonzalez. Gol tunggal Persiba dibukukan oleh Wahyu Wiji Astanto di menit-menit terakhir babak pertama.

Kemenangan ini turut membawa nama bek tengah berbadan tinggi besar nan juga kapten tim, Wahyu Wijiastanto, semakin dikenal dan akhirnya sempat menghuni jajaran tim nasional Indonesia. Wahyu Wijiastanto pun terpilih sebagai pemain Terbaik Divisi I Perserikatan Indonesia, sedangkan Udo Fortune menjadi top skorer dengan catatan 36 gol. Bersama-sama dengan Persiraja dan Kawan Kukar, Persiba melenggang ke kasta paling tinggi kompetisi sepakbola nasional, yakni Perserikatan Super Indonesia.

Pada 2011, pasca terpilihnya Djohar Arifin sebagai Ketua Generik PSSI nan baru menggantikan Nurdin Halid nan dituduh kurang becus mengurusi sepak bola nasional, Perserikatan Super Indonesia (LSI) dirombak total. Alasannya, Perserikatan Super Indonesia tak profesional sinkron baku AFC.

PSSI pun mengesahkan Perserikatan Prima Indonesia (LPI) nan dianggap sah dan profesional. Sebelumnya, kisruh mewarnai sepak bola nasional, terutama di taraf elit pengurusnya. Tarik menarik kepentingan terjadi. LPI sebenarnya sudah ada sejak LSI masih bernaung di bawah PSSI masa Nurdin Halid. Namun, namanya sedikit berbeda, yakni Perserikatan Utama Indonesia.

Saat itu, kompetisi LPI didanai oleh pengusaha Arifin Panigoro. Tapi, LPI dahulu dianggap ilegal. Di masa kepemimpinan Djohar Arifin, fenomena ini berbalik. LSI terus bergulir meski dianggap ilegal dengan mengikutsertakan 18 tim. LPI juga digelar dengan hanya mengikutsertakan 12 tim nan berlaga, termasuk di dalamnya Persiba Bantul.

Pada 17 Agustus 2011, klub ini mengakuisisi Bandung FC, klub nan sebelumnya berlaga dalam LPI versi Arifin Panigoro. Untuk mengikuti kompetisi nanti, PSSI menetapkan persyaratan terhadap semua klub peserta ISL dan Divisi Primer Perserikatan Indonesia menuju tim nan profesional dan memenuhi segala syarat nan diajukan oleh AFC.

Terdapat lima aspek syarat AFC, yaitu aspek infrastruktur, supporting, peronel, financial, dan legal. Akhirnya disepakati penandatanganan nota kesepahaman antara Bandung FC dan Persiba Bantul di Mess Persiba Bantul. Klub ini merasa perlu melakukan ini sebab dua aspek primer nan diajukan AFC, yaitu aspek sah dan finansial. Kedua aspek itu, di samping tiga aspek lainnya, harus dipenuhi tim-tim nan akan berlaga di LPI sebelum deadline tanggal 22 Agustus 2011.

Saat ini, klub kebanggan masyarakat Bantul ini berada di posisi keempat klasemen sementara LPI musim 2011/2012. Klub kebanggan masyarakat Bantul ini juga menyumbangkan pemainnya buat ikut seleksi timnas, seperti Wahyu Wijiastanto, Slamet Nur Cahyo, Nopendi, dan Wahyu Tri Nugroho.

Saat ini, klub nan dulu dianggap ndeso , mulai disegani sebagai salah satu klub nan patut diperhitungkan dalam kancah sepak bola nasional. Klub kebanggan masyarakat Bantul ini dapat bersaing dengan klub-klub nan sudah mapan, semisal Persema Malang, Semen Padang, PSM Makassar, dan Persebaya Surabaya. Beberapa kali, klub ini juga menjadi versus tanding persahabatan tim nasional Indonesia.

Dari Persiba Bantul, kita bisa belajar banyak. Klub nan berasal dari Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta ini mengajarkan kita soal semangat pantang menyerah dan konsisten dalam perjuangan. Dengan semangat itu, apa pun mimpi kita dapat kita raih.