Imperialisme Barat

Imperialisme Barat

Anda tentu sering mendengar istilah Akulturasi Kebudayaan . Akulturasi kebudayaan merupakan perpaduan dua kebudayaan atau lebih dampak dari hubungan nan terjadi antara sekelompok masyarakat nan memiliki kebudayaan tertentu, dengan kelompok masyarakat lain sehingga terjadi perubahan pola kebudayaan nan original, namun tak menyebabkan hilangnya unsur kedua kebudayaan tersebut.



Perbedaan dan Persamaan Akulturasi dengan Invansi Kebudayaan

Invasi negara paling sering tak berakhir dengan pencaplokan dari wilayah geografis tertutup dalam batas-batas politik saja. Pencaplokan agama dan budaya sering bagian nan tak terpisahkan dari penaklukan politik.

Setelah semua, tak lebih mudah buat memerintah jika subyek berbagi platform agama dan budaya nan sama dengan penjajah? Teori imperialisme budaya didasarkan atas loka memaksakan pengaruh dan kepercayaan dari budaya kuat (penjajah) terhadap budaya lemah atau lebih patuh (yang menyerang). Jadi apa imperialisme budaya persisnya? Mari kita lihat pada berbagai elemen dari kenyataan sosiokultural.

Jadi, apa nan imperialisme dalam hal pengaruh budaya? Nah, imperialisme budaya terjadi ketika salah satu budaya nan lain menyusul sedemikian rupa sehingga kedua berakhir setelah sejumlah besar nilai-nilai,, kepercayaan tradisi dan pengaruh dari mantan baik sepenuhnya atau dengan cara nan melibatkan seluruh pengaruh budaya mendominasi erat dengan orang-orang sendiri. Seperti pencaplokan budaya bisa menjadi aktif atau pasif.

Dalam bentuk aktifnya, budaya nan dominan tegas memberlakukan pengaruh budaya terhadap budaya nan didominasi. Ini ialah kenyataan nan bergerak maju di mana budaya bawahan terpaksa mengadopsi cara-cara penjajah.

Bentuk pasif ialah ketika satu budaya (belum tentu bawahan) sukarela merangkul pengaruh dan tradisi budaya lain. Di sini, budaya nan dominan membuat upaya menjadi lebih kuat atau tak ada dalam memaksakan cita-cita budaya pada nan lain tetapi nan terakhir akan dipengaruhi sebagai konsekuensi dari penerimaan terhadap akibat budaya nan diagungkannya. Bentuk pasif inilah nan akan menjadikan adanya akulturasi kebudayaan.

Selain dari pencaplokan politik, imperialisme budaya juga bisa terjadi sebab interaksi komersial nan signifikan antara dua negara. Sebuah negara nan sangat mengimpor produk dan jasa dari negara lain mungkin akan secara signifikan dipengaruhi oleh atribut gaya hayati negara pengekspor dan nilai-nilai sosial.

Kita dapat melihat kenyataan ini dalam bentuk Westernisasi di sejumlah negara Timur. Atau dalam kasus Indonesia, dalam bentuk Timur Tengahisasi, nan bertarung dengan Westerniasi, Ini ialah jenis imperialisme budaya pasif sebagai budaya nan menerima mengadopsi nilai-nilai asing tanpa mencerap fenomena bahwa mereka, pada kenyataannya, menjadi budak dari budaya asing.



Contoh Imperialisme Budaya

Sejarah memegang kesaksian beberapa contoh nan sangat baik berfungsi sebagai contoh imperialisme budaya. Hal ini tak mungkin buat membahas daftar kronologis lengkap dalam batas kata nan diberikan. Oleh sebab itu, aku hanya menyertakan beberapa contoh sejarah dan pada masa ini nan menonjol dari imperialisme budaya di paragraf berikutnya.



Imperialisme Barat

Misalkan imperialisme budaya Inggris ialah bab raksasa dalam sejarah penguasaan budaya. Dari menggantikan Latin dengan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi Gereja buat mempopulerkan permainan nasional di seluruh jajahannya, Kerajaan Inggris meninggalkan batu unturned buat memastikan bahwa rakyatnya menganut keanehan budaya bahkan puluhan tahun setelah berhenti menjadi subyek-subyeknya.

Fakta bahwa Cricket ialah salah satu olahraga atas sepuluh nan paling populer di seluruh global dengan berikut 3 miliar fan diperkirakan, terutama di negara-negara seperti Australia, India, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka, Inggris, Selandia Baru dan negara-negara Afrika dan Karibia eksklusif membuktikan kekuatan imperialisme budaya Inggris. Juga, fakta bahwa bahasa Inggris ialah bahasa nan paling diucapkan ketiga di global (setelah Mandarin dan Spanyol), juga kembali menetapkan titik nan sama.



Imperialisme Timur (China)

Pada beberapa dasawarsa kekuasaan dan kebijakan represif terhadap Tibet, Taiwan dan berbagai daerah tetangga lainnya oleh China memiliki pengaruh nan signifikan terhadap agama dan budaya daerah kekuasaannya. Promosi militan bahasa Cina baku di seluruh daratan Cina dan Taiwan menunjukkan menuju imperialisme budaya percobaan nan bertujuan buat menyalip dialek regional di daerah-daerah.

Juga, fakta bahwa aspek nan paling tradisional dari budaya Cina nan berkaitan dengan keyakinan agama, festival, dan norma-norma sosial secara signifikan menggenangi bangunan-bangunan sosial budaya negara Oriental berbagai mengindikasikan terhadap imperialisme budaya kuat nan ada.

Contoh nan paling luas dan masih terus imperialisme budaya bisa dilihat dalam bentuk Amerikanisasi. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh orang banyak dari interaksi komersial AS memegang dengan sejumlah besar negara-negara di seluruh belahan dunia.

Ini jelas imperialisme budaya pasif dan negara-negara nan paling terkena akibat ialah mereka nan secara sukarela mengadopsi nilai-nilai gaya hayati stereotip Amerika dan aspek budaya eksklusif dalam bentuk akulturasi kebudayaan nan paling halus. Lalu bagaimana dengan Indonesia. Indonesia tak dapat didudukan hitam putih.



Indonesia ialah Pusat

Masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu kala telah memiliki kebudayaan sendiri. Dalam peneltian Tim Katastopik Purba, kebudayaan Indonesia ialah induk dari ragam banyak budaya. Memang nan selama ini dipahami ialah proses masuknya budaya Hindu dan Buddha tidak lepas dari aktivitas perdagangan nan terjadi di Tanah Air.

Indonesia, dengan letaknya nan strategis sering menjadi loka persinggahan para pedagang. Namun, teori itu dapat jadi keliru. Karena asal orisinil awal mula suatu ajaran nan tertua tak dapat semudah itu mengabaikan fakta sains.

Menurut peneliti kolonial Belanda Kebudayaan Hindu dan Buddha pada umumnya dibawa oleh para pedagang nan berasal dari India. Dampak seringnya terjadi interaksi, maka terjadilah akulturasi kebudayaan Hindu dan Buddha dengan kebudayaan orisinil nenek moyang kita. Namun, bukan berarti kebudayaan asing tersebut diterima begitu saja oleh masyarakat Indonesia waktu itu, setiap budaya nan masuk mengalami proses penyesuaian dengan budaya orisinil di Nusantara.
Bukti-bukti adanya akulturasi antara budaya Hindu-Buddha dengan budaya nusantara menurut pakar kolonial Hindia Belanda antara lain:

  1. Bahasa sanksekerta nan banyak ditemukan pada peninggalan kerajaan Hindu-Buddha berupa prasasti
  2. Masuknya agama Hindu-Buddha nan sampai sekarang masih dianut oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, jika ditelaah lagi, agama Hindu dan Buddha nan berkembang di Indonesia tak sama dengan di Negara asalnya, India. Agama Hindu dan Buddha nan berkembang di sini telah mengalami penyesuaian dengan kepercayaan animisme dan dinamisme (agama orisinil nenek moyang Indonesia).
  3. Seni bangunan/seni rupa hasil akulturasi budaya Hindu-Buddha dengan budaya Indonesia tampak dari perpaduan antara bentuk dasar bangunan candi nan berbentuk punden berundak (budaya orisinil Indonesia zaman Megalitikum) dengan relief dinding candi menggambarkan kisah-kisah ajaran agama Hindu/Buddha, seperti Ramayana, Mahabrata, namun tetap dengan latar belakang suasana kehidupan orisinil masyarakat Indonesia.
  4. Sistem pemerintahan nan beralih dari kepala suku atau ketua adat menjadi raja nan memerintah daerah/kerajaannya turun temurun. Sistem ini merupakan hasil adopsi dari bentuk pemerintahan di India.

Namun sekali lagi, satu demi satu teori diatas hendak dibantah oleh tim katastropik purba, kita tunggu saja kelanjutannya dengan thesis bahwa kisah mengenai hindu itu sendiri berawal dari Nusantara.



Akulturasi Kebudayaan Islam dengan Kebudayaan Indonesia

Kalau ini baru dapat dikatakan sebagai akulturasi kebudayaan Ajaran Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang muslim nan berasal dari negara-negara di Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Mesir, dan Iran. Dengan masuknya ajaran Islam ke Nusantara, budaya Indonesia mengalami proses akulturasi nan kedua. Metode akulturasi kebudayaan nan digunakan adalah:

  1. Perdagangan Melalui aktivitas jual beli, pedagang muslim memperkenalkan dan menyebarkan budaya Islam kepada masyarakat Indonesia.
  2. Perkawinan Agama Islam disebarkan secara damai tanpa kekerasan, salah satunya melalui ikatan pernikahan. Banyak penduduk lokal nan dinikahi oleh pedagang-pedagang muslim tersebut, sehingga lama-kelamaan terbentuklah keluarga muslim, terutama di kalangan kerajaan. Hal inilah nan menjadi pengasas berdirinya kerajaan Islam di wilayah Nusantara.
  3. Kesenian Siapa nan tidak kenal dengan tari saman. Tarian khas daerah Aceh ini merupakan salah satu hasil akulturasi budaya Islam dengan budaya masyarakat setempat. Tari saman pada awalnya merupakan permainan rakyat Aceh nan dikenal dengan “Pok Ane”. Karena sangat diminati, seorang Pendakwah bernama Syekh Saman menyisipkan syair nan berupa kalimat puji-pujian kepada Sang Khalik sebagai musik pengiring tarian ini.