Kertas di Masa Depan

Kertas di Masa Depan

Kita bicara tentang masa depan. Masa ketika kertas bukan dalam rupa sekarang. Masa nan sumber daya bahan pembuat kertas tidak lagi melimpah. Kertas pun mengambil bentuk lain. Mungkinkah itu? Sangat mungkin dan kini rupa-rupa kertas masa depan sudah terlihat.



Kertas di Masa Lalu

Namun, sebelum bicara mengenai ragam kertas masa depan, ada baiknya kita ulas terlebih dahulu sejarah kertas. Sebagai bahan nan tipis dan rata, kertas terbuat dari serat pulp. Yaitu serat alami dari pepohonan nan mengandung selulosa dan hemiselulosa. Melalui proses tertentu, didapatkan lembaran-lembaran kertas nan kemudian dialihfungsikan jadi majemuk media primer dalam menulis, mencetak, melukis atau sebagai kertas pembersih (tissue).

Bervariasinya bentuk dan manfaat kertas di masa kini, tak menghapus jejak sejarah bahwa kertas pada awal ditemukan berperan dalam alat tulis menulis. Tercatat, sejarah peradaban global nan menggunakan kertas ialah Cina Klasik pada abad ke-2 Masehi.

Walaupun pada peradaban lebih tua yakni Mesir (Egypt), sudah digunakan bahan hampir mirip dengan kertas. Bahan itu ialah papirus, homogen tumbuh-tumbuhan nan banyak terdapat di Sungai Nil dan sungai-sungai lainnya.

Papirus sebagai bahan tulis menulis menyebar ke Benua Afrika, Asia dan Eropa. Mulai dari Mesir, lalu ke Timur Tengah, Yunani, Romawi, hingga ke seluruh Eropa. Bukti bahwa papirus sudah tersebar hingga sejauh itu terlihat dari kosa kata papirus (papyrus) nan dikenal sebagai paper dalam bahasa Inggris. Bahasa Belanda, Jerman, Perancis mengenal kata papier, dan papel dalam bahasa Spanyol. Semua kata-kata dalam majemuk bangsa tersebut merujuk pada papirus (kertas).

Ditarik ke belakang lagi, sebelum kertas ada, peradaban-peradaban besar seperti Sumeria, Babilonia, Assyria, dan peradaban lainnya menggunakan media dari batu, kayu, bambu, serat sutra, kulit atau tulang binatang ternak. Spesifik peradaban di nusantara masa doeloe , kita mengenal daun lontar nan dirangkai jadi satu bundelan. Majemuk media tersebut berfungsi layaknya kertas masa sekarang. Sebagai wahana menuliskan suatu informasi atau pengetahuan nan hendak diwariskan ke generasi berikutnya.

Hadirnya kertas nan ditemukan di Cina, jadi tonggak krusial bagi revolusi kebudayaan peradaban manusia. Papirus memang punya bentuk mirip dengan kertas temuan Cina, yakni tipis, ringan dan mudah dibawa atau disimpan. Namun, papirus tak efisien dalam biaya pembuatan. Mahal, sehingga papirus termasuk barang langka dan segelintir orang nan memilikinya.

Ada pun kertas temuan Cina, tak seperti itu. Selain bersifat tipis, ringan dan mudah dibawa atau disimpan, biaya pembuatan kertas terbilang murah. Ini sebab bahan standar pembuatan kertas diperoleh dari serat pepohonan nan jumlahnya melimpah ruah di alam. Tidak seperti papirus nan terbatas bahan bakunya. Hanya saja, walau sudah menyebar hingga ke Jepang dan Korea, teknologi pembuatan kertas masih bersifat sangat rahasia. Eksklusif, hanya dipahami kalangan tertentu.

Teknologi pembuatan kertas nan tertentu berubah total ketika orang-orang Arab pada masa Kekhalifahan Abbasiyah di abad ke-8 Masehi memahaminya. Perluasan ke wilayah kekuasaan Cina membuat mereka memahami bagaimana cara membuat kertas. Sebagai peradaban nan mencintai ilmu pengetahuan, teknologi pembuatan kertas tak lagi milik segelintir orang.

Bahkan di era kejayaan Kekhalifahan Abbasiyah, marak bermunculan industri kertas dalam skala besar. Seiring dengan kebijakan khalifah nan menyerap majemuk kitab ilmu pengetahuan dari berbagai peradaban dunia, keberadaan kertas dalam jumlah massal diperlukan. Kota metropolitan seperti Bagdad atau Samarkand dan beberapa kota besar lainnya jadi basis pusat industri pembuatan kertas.

Industri pembuatan kertas mencapai puncaknya ketika ditemukan mesin cetak di Eropa pada zaman kesadaran awal (abad ke-15 Masehi). Eropa mengadopsi teknologi pembuatan kertas pada masa perang Salib abad ke-12 Masehi. Sentuhan peradaban dengan orang Arab pada masa perang fisik tersebut, berbuah transfer ilmu tentang cara pembuatan kertas. Kertas pun jadi pilihan primer sebagai wahana tulis menulis.

Kecenderungan ini semakin menguat hingga akhir abad ke-20. Mayoritas penduduk global mengenal kertas dan menggunakannya dalam berbagai aktivitas. Tidak lagi terbatas pada alat tulis menulis, penggunaan kertas meluas. Ia jadi salah satu karakteristik dari produk peradaban modern.



Kertas di Masa Kini

Abad 21 ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi. Kondisi ini memicu majemuk perubahan gaya hayati manusia, termasuk dalam penggunaan kertas . Seiring berkembangnya pencerahan mengenai makin berkurangnya populasi pepohonan sebagai bahan standar kertas, pengunaan kertas pun mulai dikurangi.

Sebagian masyarakat, khususnya para aktivis lingkungan mengkhawatirkan keberadaan hutan. Sebagai loka pepohonan banyak berada, hutan berpotensi besar mengalami kerusakan dan terancam musnah. Padahal fungsi hutan bukan hanya penyedia bahan standar kertas dan industri lain. Tapi, juga merupakan ekosistem bagi kelangsungan hayati manusia dan makhluk hayati lainnya. Hutan juga berperan menjadi paru-paru dunia. Penyuplai terbesar kandungan oksigen di bumi ini.

Penggunaan kertas nan hiperbola akan memicu penebangan pepohonan secara membabi-buta. Ini jelas berdampak negatif bagi kelangsungan hutan. Untuk itu, mulai dikembangkan teknologi kertas daur ulang.

Teknologi kertas daur ulang punya banyak manfaat. Selain ramah lingkungan sebab bahan bakunya ialah kertas nan sudah tidak terpakai lagi, kertas daur ulang juga punya nilai seni. Nilai seni? Ya, sebab kertas daur ulang umumnya tak polos dan stereotip seperti kertas protesis pabrik. Tapi kertas daur ulang punya tekstur, ornamen, atau corak nan khas. Bagi para seniman, kertas daur ulang jadi media nan tepat dalam mengekspresikan kreativitas mereka.

Khusus di Indonesia, kertas seni berbahan standar kertas daur ulang mulai populer pada dasa warsa 80-an. Tapi, pembuatannya masih bersifat tradisional yakni manual atau protesis tangan. Dikerjakan oleh perorangan atau kelompok dengan teknik mirip membuat kertas pabrikasi (kertas nan dibuat di pabrik-pabrik).

Kegiatan mendaur ulang kertas nan sudah tak terpakai kemudian menjadi kertas seni ini, melahirkan majemuk istilah seperti kertas daur ulang ( recycle paper ), kertas protesis tangan ( handmade paper ), atau kertas seni ( art paper ).

Pada dasa warsa 90-an, kertas daur ulang berkembang pesat. Fungsinya sebagai sampul atau pelapis dari karya seni eksklusif (aksesoris atau cinderamata), mengundang ketertarikan para usahawan buat serius menekuninya. Kertas daur ulang pun berkembang jadi huma bisnis nan prospektif, tanpa meninggalkan kepentingan sebagai media bagi proses kreatif.



Kertas di Masa Depan

Lalu, bagaimana keberadaan kertas di masa depan? Akankah kertas hilang dan fungsinya digantikan oleh media lain nan akomodatif terhadap perkembangan zaman? Seperti hal tersebut bisa jadi kenyataan.
Semenjak teknologi digital merambah setiap aspek kehidupan manusia, keberadaan kertas pun memungkinkan buat tergerus. Keberadaan kertas konvensional (kertas saat ini) dapat hilang tidak berbekas digantikan oleh kertas elektronik.

Kertas elektronik, apa itu? Ia ialah kertas nan berbasis teknologi digital. Punya bentuk sangat fleksibel. Dapat digulung atau dilipat semaunya. Kertas ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari layar LCD nan kaku, tidak bisa dilipat.

Sejak 1970, kertas elektronik mulai dikembangkan. Berbagai riset dan penelitian menghasilkan berbagai macam prototipe dari kertas masa depan tersebut. Mulai dari Gyricon, Elektroforesis, E Ink, Electrowetting, Electrofluidic, hingga Paperless Newspapers (koran tanpa kertas). Semua produk-produk kertas masa depan itu ada nan mulai diperdagangkan secara terbatas. Ada juga masih dalam tataran konsep atau pengembangan sebab belum didukung oleh teknologi memadai.