Masa Kemerdekaan

Masa Kemerdekaan

Sejarah dan perkembangan pers Indonesia tidak lepas dari pengaruh bangsa Barat puluhan tahun silam. Ketika itu, bangsa Baratlah nan berjasa mempelopori hadirnya pers di Indonesia. Yang paling marak pada waktu itu ialah surat kabar atau koran. Istilah pers berasal dari bahasa Belanda, nan berarti dalam bahasa Inggris berarti press . Secara harfiah pers berarti cetak, dan secara maknafiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak.

Definisi pers yaitu, suatu forum sosial dan sarana komunikasi massa nan menjalankan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan jenis media dan segala jenis saluran nan tersedia. Dimana pers saat ini tak hanya terbatas pada media cetak maupun media elektronik tetapi juga telah merambah ke berbagai media infromasi seperti internet.

Pada masa kini, pers telah mengalami perkembangan pesat baik dari segi media nan bisa digunakan buat menyampaikan informasi, cakupan wilayah penyebaran informasi nan sangat luas maupun kebebasan pers itu sendiri. Meski masih menjadi kontroversi di masyarakat, dibandingkan dengan pers masa orde baru, kebebasan pers nan lebih terbuka juga mengandung sisi positif dalam penyampain informasi di masyarakat.



Sejarah Perkembangan Pers

Menurut catatan sejarah, akar kehidupan pers di Indonesia sudah ada pada abad ke-17, ketika itu sudah terbit beberapa surat kabar. Pada waktu itu, fungsi pers ialah sebagai pencatat peristiwa nan terjadi. Kemudian, akhir abad ke-19, pers di Indonesia hanya berjalan sekadarnya atau tak ada perkembangan nan signifikan.

Memasuki abad ke-20, geliat perkembangan pers Indonesia mulai ada kemajuan. Saat itu, pers mulai mengangkat isu-isu tentang berjalannya pemerintahan dan tanggapan masyarakat terhadap kinerja pemerintah sehingga pers mulai menghangat. Kritik-kritik terhadap pemerintah, terutama nan dijalankan oleh Hindia Belanda, semakin marak.



Medan Prijaji

Setelah terbit surat kabar pertama nan dikelola orang pribumi, yaitu Medan Prijaji, pada 1903. Global pers Indonesia semakin berkembang. Sejak saat itu, muncul pencerahan bahwa keberadaan pers sangat krusial buat mengutarakan aspirasi masyarakat. Masyarakat pun menjadi lebih berani buat melakukan perlawanan melalui media koran sehingga geliat pers semakin memanas.



Masa Kemerdekaan

Lalu, sampailah pada masa kemerdekaan. Saat itu, pers memang berperan besar dalam menyebarkan warta kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah itu, semakin bermunculan surat kabar nan didirikan secara independen, kemudian berkembang pesat dan menasional. Pilihan media pada masa Orde Lama mulai majemuk dan bersaing secara sehat.

Setelah euforia itu, ruang mobilitas pers agak dibatasi. Pemerintah mulai melakukan pengaturan terhadap pers. Kebebasan pers mulai diusik oleh kepentingan pemerintah Orde Lama. Ruang mobilitas pers memang tak terlalu dibatasi. Akan tetapi, tercatat ada beberapa buku nan dilarang terbit ketika itu. Hal ini menunjukkan bahwa kebebasan berpendapat mulai dibatasi.



Orde Baru

Puncaknya, terjadi ketika era Orde Baru. Pemerintah Orde Baru cenderung tiran dan sangat membatasi kebebasan berpendapat. Orang-orang nan berani melakukan kritik terhadap pemerintah akan ditindak tegas. Pembredelan pers ialah barang nan lazim terjadi, penculikan wartawan kerapkali terjadi.

Bahkan, pers bukan lagi berperan sebagai media nan bebas menyampaikan berita, melainkan sudah diambil alih buat mempromosikan program pemerintah dan sebagai media promosi. Pers benar-benar tak dapat berbuat banyak pada masa Orde Baru.

Setelah masa Orde Baru, pers di Indonesia menunjukkan perkembangan nan sangat signifikan. Pers mulai menemukan fungsi dan peran utamanya. Kebebasan pers tak dibatasi lagi. Saat ini, semakin banyak pilihan media buat kita konsumsi, baik media cetak maupun elektronik. Hal ini menjadi bukti bahwa pers Indonesia berkembang sangat pesat.



Pers Era Reformasi

Lalu bagaimana dengan perkembangan pers Indonesia pada era reformasi? Sejak masa reformasi tahun 1998, pers nasional kembali menikmati kebebasannya. Hal demikian sejalan dengan alam reformasi, keterbukaan, dan demokrasi nan diperjuangkan rakyat Indonesia. Pemerintah pada masa reformasi sangat mempermudah izin penerbitan pers. Akibatnya, pada awal reformasi banyak sekali penerbitan pers baru bermunculan.

Bisa dikatakan pada awal reformasi kemunculan pers ibarat jamur di musim hujan.
Pada masa inilah marak bermunculan apa nan disebut jurnalisme online . Kalau sebelumnya perkembangan pers Indonesia masih didominasi oleh media cetak dan media penyiaran, kontemporer mulai banyak berdiri sejumlah jurnalisme online .

Jurnalisme ini menggunakan wahana internet sebagai medianya. Jurnalisme ini mempunyai beberapa kelebihan nan tak dimiliki oleh jurnalisme media cetak dan media penyiaran.

Kelebihan itu ialah setiap individu memiliki peluang buat memperoleh informasi dari sumber nan sangat luas. Kedua, jurnalisme online dapat menyiarkan informasi dalam jumlah nan sangat banyak dalam waktu nan sangat pendek. Yang ketiga ialah dapat menggabungkan tulisan, gambar, dan suara dalam satu kemasan (Abrar,2003:49).
Kelebihan itu nan dianggap sebagai tantangan besar bagi para pelaku pers, terutama surat kabar.

Namun pada kenyataannya, jurnalisme online nan sekarang sudah ada di Indonesia belum dapat dikatakan mengancam keberadaan media cetak secara besar. Sejauh ini, keberadaaan jurnalisme media cetak dan jurnalisme online masih saling melengkapi.

Sebetulnya media surat kabar berada pada posisi nan kuat buat membangun masa depan berdasarkan posisi unik mereka di masa lalu nan cukup kuat dan telah mengakar di masyarakat luas. Kehadiran berbagai media online diyakini hanya akan meredefinisikan media cetak konvensional (Grafika, 2000:11).

Jurnalisme online sendiri memliki kekurangan. Ia kurang memiliki kredibilitas, sehingga apa nan sudah orang lihat di internet belum tentu tepat. Maka orang akan mencari-cari lagi dari sumber nan kredibilitasnya tinggi, salah satunya lewat pemberitaan media cetak dan media penyiaran.

Perkembangan pers Indonesia pada masa reformasi, keluarlah UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:

  1. Memenuhi hak masyarakat buat mengetahui dan mendapatkan informasi.
  2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.
  3. Mengembangkan pendapat generik berdasarkan informasi nan tepat, akurat, dan benar.
  4. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal nan berkaitan dengan kepentingan umum.
  5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran

UU RI No. 40 Tahun 1999, antara lain juga menjamin kebebasan pers serta mengakui dan menjamin hak memperoleh informasi dan kemerdekaan mengungkapkan pikiran dan pendapat sinkron dengan hati nurani sebagai hak manusia nan paling hakiki.

Pasal 2 menyebutkan, “Kemerdekaan pers ialah salah satu wujud kedaulatan rakyat nan berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum”. UU ini juga memberikan kebebasan kepada wartawan buat memilih organisasi wartawan sekaligus menjamin keberadaan Dewan Pers.

Era reformasi ditandai dengan terbukanya keran kebebasan informasi. Di global pers, kebebasan itu ditunjukkan dengan dipermudahnya pengurusan SIUPP. Sebelum tahun 1998, proses buat memperoleh SIUPP melibatkan 16 tahap. Dengan instalasi kabinet B.J. Habibie, proses tersebut dikurangi menjadi tiga termin saja.

Terlebih pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, Departemen Penerangan nan menjadi momok bagi global pers dengan SIUPPnya dibubarkan. Hal ini membawa pengaruh sangat besar bagi perkembangan global pers di Indonesia.

Dengan longgarnya proses mendapatkan SIUPP, hampir 1.000 SIUPP baru telah disetujui bulan Juni 1998 sampai Desember 2000. Angka tersebut tak termasuk sekitar 250 SIUPP nan telah diterbitkan sebelum reformasi dan setelah tahun 2000. Sebagian besar penerbitan tersebut merupakan tabloid mingguan nan berorientasi politik. Penerbitan tersebut dimiliki dan didukung oleh konglomerat media, misalnya Bangkit (Kompas-Gramedia Group) dan Oposisi (Jawa Pos Group).

Namun, global pers kembali mengalami kekhawatiran di masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. UU Penyiaran tersebut dirasakan banyak pasal nan tak demokratis sehingga bisa membelenggu global pers, terutama pada pers radio dan televisi.

Perkembangan pers Indonesia senantiasa berkembang dan berubah sejalan dengan tuntutan perkembangan zaman. Pers di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan identitas. Adapun perubahan-perubahan tersebut ialah sebagai berikut:

  1. Tahun 1945-an, pers Indonesia dimulai sebagai pers perjuangan.
  2. Tahun 1950-an dan tahun 1960-an menjadi pers partisan nan mempunyai tujuan sama dengan partai-partai politik nan mendanainya.
  3. Tahun 1970-an dan tahun 1980-an menjadi periode pers komersial, dengan pencarian dana masyarakat serta jumlah pembaca nan tinggi.
  4. Awal tahun 1990-an, pers memulai proses repolitisasi.
  5. Awal reformasi 1999, lahir pers bebas di bawah kebijakan pemerintahan B.J. Habibie nan kemudian diteruskan pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri.