Discovery Learning Bruner

Discovery Learning Bruner

Bruner merupakan salah satu tokoh psikologi kognitif nan kerap dijadikan acum dalam mengupas teori kognitif, terutama dalam proses belajar. Inti terpenting dalam pandangan Bruner mengenai proses belajar adalah, langkah-langkah bagaimana orang memilih, mempertahankan dan mentransformasi informasi secara aktif. Karena itu, terkenallah teori kognitif Bruner perhatiannya berpusat pada masalah apa nan dilakukan manusia dengan informasi nan diterimanya, dan apa nan akan dilakukannya sesudah memperoleh informasi buat mndapatkan pemahahaman nan memberikan kemampuan tersendiri baginya.



Profil Singkat Bruner

Adalah lebih baik sebelum mengkaji teori kognitif Bruner kita mengenal dulu profil singkatnya. Bruner memiliki nama orisinil Jerome Bruner. Kota kelahirannya terletak di New York pada tahun 1915. Ia dikenal publik sebagai tokoh kognitifisme, sebab lebih dari 45 tahun, ia mendalami psikologi kognitif. Bagi Amerika dan Inggris, Bruner ialah tokoh reformasi pendidikan sebab ia mampu mengubah haluan dari biasa menggunakan teori behavoristik di dalam belajar berubah menjadi kognitif. Bruner juga terkenal sebagai penulis produktif, khususnya ihwal belajar kognitif. Salah satu judul bukunya ialah “The Proses of Education" nan diterbitkan oleh Harvard University Press pada tahun 1960.



Pendidikan di Mata Bruner

Bruner membagi ranah pendidikan menjadi empat tema.

  1. Pentingnya arti struktur pengetahuan
  2. Kesiapan buat belajar
  3. Nilai bisikan hati dalam proses pendidikan
  4. Motivasi atau keinginan buat belajar dan cara-cara nan dilakukan guru buat merangsang motivasi siswa

Maka, tidak pelak jika dalam teori perkembangan Bruner terhadap belajar hanya mengacu pada dua asumsi:

  1. Perolehan pengetahuan merupakan bentuk proses interaktif. Karena, orang nan belajar akan berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif. Sehingga perubahan nan terjadi tak saja pada lingkungannya, tapi juga pada orangnya.
  2. Setiap orang akan meningkatkan dan mengembangkan pengetahuannya dengan menghubungkan informasi nan masuk dengan informasi nan telah dimiliki sebelumnya.

Dari sinilah Profesor nan sudah lebih 45 tahun menekuni psikologi kognitif ini menyatakan bahwa belajar dalam bingkai kognitif melibatkan tiga proses nan bersamaan. Yaitu:

  1. Memperoleh informasi baru. Artinya, adanya penghalusan dan penambahan dari informasi nan dimiliki seseorang sebelumnya
  2. Transformasi informasi. Artinya, cara nan dilakukan seseorang dalam menerapkan pengetahuan barunya nan sinkron dengan tugasnya.
  3. Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Disini adanya evaluasi mengenai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan sudah cocok dengan tugas nan ada.


Discovery Learning Bruner

Adalah menjadi keharusan bagi siapa saja nan mempelajari teori kognitif Bruner mengetahui cara belajar discovery learning (belajar penemuan) nan digagas olehnya. Bagi Bruner, belajar inovasi sinkron dengan pencarian pengetahuan atau ilmu secara aktif nan dilakukan oleh si pembelajar atau siswa. Hasilnya, apa nan ditemukan akan memberikan pengetahuan nan benar-benar bermakna bagi si pembelajar.

Menurut Bruner, dengan menerapkan cara belajar discovery learning akan memberikan tiga kegunaan besar bagi si pembelajar atau siswa.

1. Pengetahuan nan diperoleh akan bisa bertahan lama dan lebih mudah diingat dibandingkan dengan cara belajar mendengarkan ceramah.

2. Hasil belajar nan didapat mempunyai imbas transfer nan lebih baik dari hasil belajar lainnya.

3. Dengan belajar menggunakan metode discovery learning, nalar si pembelajar akan aktif bekerja dan memiliki peningkatan. Karena si pembelajar dituntut berpikir secara bebas.

Inilah sekilas mengenai teori belajar kognitif Bruner. Teori belajar nan mengarahkan kepada kemampuan berpikir. Atau, teori belajar nan se-tingkat lebih tinggi dari teori belajar stimulus-respon atau nan biasa disebut dengan behavorisme.



Teori Belajar Kognitif vs Teori belajar Behavioristik

Teori belajar kognitif selalu dipertentangkan dengan teori belajar behavioristik. Padahal, sejatinya, para tokoh kognitifisme bukanlah orang nan anti dengan teori belajar behavioristik. Hanya menurur mereka, genre behaviorisme tidaklah lengkap dianggap sebagai teori belajar. Alasannya, tak memperhatikan proses kejiwaan nan berdimensi ranah cipta seperti berpikir, mempertimbangkan pilihan dan mengambil keputusan. Selain itu, genre behaviorisme juga tak mau tahu urusan ranah rasa.

Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya ialah peristiwa mental, bukan peristiwa behaviorial. Meski, hal-hal nan bersifat behavioral tampak lebih konkret dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa.

Secara lahiriah, seorang anak nan sedang belajar membaca dan menulis misalnya, tentu menggunakan perangkat jasmaniah (behavioral) buat mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, konduite anak tersebut tidak akan mungkin terjadi tanpa ada munculnya dorongan dari otaknya. Setelah otak anak tersebut men-settingnya, bahwa ia harus menuliskan dan membaca kata tersebut, maka terjadilah bunyi dari bacaan tersebut.

Maka tidak mengherankan bila dari sejak kecil anak memang sudah memiliki minat belajar. Karena itu sangat bertentangan sekali pendapat kaum behavior nan menilai bahwa setiap anak manusia lahir tanpa warisan kecerdasanm warisan bakat, warisan perasaan, dan warisan lain-lainnya. semuanya muncul setelah manusia melakukan kontak dengan alam sekitarnya. Singkat kata, seseorang dapat pintar hanya bergantung pada bagaimana mendidiknya.

Selain itu, kaum behavioris juga berpendapat adany peran “refleks”. Yaitkn reaksi tubuh nan diklaim tak membutuhkan peran pencerahan mental. Sehingga belajar ialah kegiatan refleks, yaitu reaksi manusia atas rangsangan-rangsangan nan ada. Refleks tersebut jika dilatih akan menjadi keterampilan-keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan nan dikuasai manusia.

Dalam kajian teori kognitif pendapat tersebut jelas galat dan sulit dipertanggungjawabkan secara psikologis. Untuk memperjelasknya para klan kognitif memberikan pendapat:

1. Memang tak bisa dipungkiri bahwa Norma pada umumnya berpengaruh terhadap kegiatan belajar siswa. Seorang siswa lazimnya menyalin pelajaran, juga dengan kebiasaan. Gerakan tangan dan goresan pena nan dilakukan siswa tersebut demikian lancarnya sebab sudah terbiasa menulis sejak tahun pertama masuk sekolah.

Namun demikian, peru diingat bahwa sebelum siswa tadi menyalin pelajaran dengan cara nan dapat dilakukannya, tentu terlebih dahulu ia harus membuat keputusan, apakah ia akan melakukan menyalin atau tidak?

Jadi, Norma bisa berfungsi sebagai pelaksana aktivitas menyalin pelajar dari awal hingga akhir, sedangkan “keputusan” berfungsi buat menetapkan dimulainya aktivitas menyalin pelajaran oleh siswa tadi dengan Norma nan dikuasainya. Keputusan tersebut tentu bukan peristiwa behavioral melainkan peristiwa mental siswa sendiri.

2. Kebiasaan belajar siswa bisa ditiadakan oleh kemauan siswa itu sendiri. Contoh: menurut kebiasaan, seorang siswa misalnya belajar seharian di perpustakaan sambil mengunyah permen. Tetapi, ketika tiba saat berpuasa pada bulan Ramadhan ia hanya belajar setengah hati dengan tak mengunyah permen.

Dalam hal ini, pengurangan alokasi waktu belajar dan penghentian Norma mengunyah permen merupakan kemauan siswa tersebut sebab sedang menunaikan ibadah puasa. Kemauan siswa tersebut tentu bukan konduite behavioral melainkan peristiwa mental, meski secara lahiriah nan menerima dampak kemuan tersebut ialah konduite behavioral.

Dari uraian dia tas, semakin jelas bahwa konduite belajar tersebut bukan sekedar periswtiwa stimulus respons, akan tetapi lebih banyak melibatkan proses kognitif. Hanya dalam peristiwa belajar eksklusif nan sangat terbatas ruang lingkupnya, misalnya belajar meniru sopan santun di meja makan dan bertegur sapa, peranan rahanh cipta siswa tak menonjol.

Inilah artikel singkat tentang teori kognitif bruner , plus disparitas antara teori kognitif dengan teori behavioristiik. Semoga bermanfaat.