Tokoh Pendidikan Nasional - Dewi Sartika dan Sekolah di Tanah Pasundan

Tokoh Pendidikan Nasional - Dewi Sartika dan Sekolah di Tanah Pasundan

Dewi Sartika dikenal sebagai tokoh pendidikan nasional. Pada saat Dewi Sartika masih hidup, pendidikan bagi kaum wanita ialah tabu. Rasa-rasanya, pendidikan bukan lagi sesuatu nan dinilai mewah atau tabu. Perjuangan para pahlawan nasional dan tokoh pendidikan nasional mampu mengubah kerangka berpikir nan berkembang pada sebagian besar rakyat Indonesia. Terlebih, bagi mereka nan melewati atau mengalami masa-masa penjajahan kolonial Belanda.

Saat itu, hanya golongan bangsa Inlander dan ningrat nan berhak atau diperbolehkan mendapatkan pendidikan memadai. Bahkan, lebih khusus lagi, hanya kaum pria nan diperbolehkan. Sementara kaum wanita, hanya diperbolehkan diam di rumah. Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan nan dikategorikan sebagai pekerjaan alami perempuan, misalnya menjait, mencuci, memasak, dan sejenisnya.

Pendidikan bagi kaum perempuan merupakan hal nan ditabukan secara adat istiadat. Jika kaum perempuan memperoleh pendidikan nan baik dan memiliki gelar, muncul pandangan bahwa mereka akan lupa kodratnya sebagai perempuan nan bertugas melayani suami. Ketabuan itu sangat inheren hingga lingkungan bangsawan.



Dewi Sartika - Sang Tokoh Pendidikan Nasional

Dewi Sartika, seorang tokoh pendidikan nasional sekaligus turunan ningrat ingin menghapus pandangan tersebut. Orang tuanya pun bersikap dan berpemikiran sangat arif. Mereka tak mengecam keinginan putrinya buat mendapat pendidikan. Mereka mendukung dan menyekolahkan Dewi Sartika ke Belanda. Dewi Sartika merupakan tokoh pendidikan nasional karena ia ialah pelopor pendidikan bagi perempuan Indonesia.

Keinginannya buat mengabdikan diri di global pendidikan sudah terlihat sejak kecil. Sejak usia 10, tokoh pendidikan nasional ini sudah berperan sebagai guru bagi kawan-kawan sebayanya di sekitaran lingkungan kepatihan. Tokoh pendidikan nasional ini mengajari anak-anak pembantu kepatihan buat dapat baca tulis dan bahasa Belanda.

Media nan digunakannya buat berbagi pengetahuan sangat sederhana, yaitu berupa papan bilik kandang kereta sebagai papan tulisnya serta arang dan pecahan genting sebagai spidolnya. Hal tersebut menandakan bahwa tokoh pendidikan nasional ini memiliki cita-cita mulia terhadap terselenggaranya pendidikan bagi kaumnya, perempuan.

Dewi Sartika lahir di Bandung pada tanggal 4 Desember 1884. Tokoh pendidikan nasional ini dikenal sebagai pioner pendidikan buat kaum perempuan dan dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada 1966. tokoh pendidikan nasional ini berasal dari keluarga priyayi Sunda, yaitu dari pasangan Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara.

Orangtua Dewi Sartika menyekolahkannya ke negeri Belanda. Setelah ditinggal oelh ayahnya, Dewi Sartika, sang tokoh pendidikan nasional ini dididik oleh pamannya, seorang patih di Cicalengka. Dari pamannya inilah, tokoh pendidikan nasional ini belajar mengenai budaya Sunda, sedangkan kebudayaan barat diperolehnya dari seorang nyonya Asisten Residen bangsa Belanda.

Semenjak kecil, tokoh pendidikan nasional ini sudah memperlihatkan talenta mendidik. Sang tokoh pendidikan nasional Dewi Sartika ketika bermain sering mengajari anak-anak pembantu buat mambaca, menulis, dan belajar bahasa Belanda.

Ketika beranjak remaja, wanita nan juga merupakan tokoh pendidikan nasional ini, kembali tinggal bersama ibunya di Bandung. Semakin dewasa jiwanya, semakin tinggi juga ia mewujudkan cita-citanya. Hal ini sejalan dengan cita-cita pamannya, Bupati Martanagara, nan juga mempunyai tujuan nan sama dalam pendidikan.

Namun, tujuan nan sama antara pamannya dan Dewi Sartika, sang tokoh pendidikan nasional, tak membuatnya mudah mewujudkan cita-cita tersebut. Hambatan nan dialami ialah adat saat itu masih mengekang kebebasan kaum perempuan. Dengan semangat nan luar biasa, tokoh pendidikan nasional ini akhirnya sukses meyakinkan pamannya buat mendirikan sekolah perempuan.



Tokoh Pendidikan Nasional - Dewi Sartika Mendirikan Sekolah

Setelah menginjak usia 18, Dewi Sartika, sang tokoh pendidikan nasional ini mengajarkan beberapa ilmu pengetahuan bagi perempuan. Mulai merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis, dan pengetahuan-pengetahuan lainnya. 1904 merupakan sejarah bagi global pendidikan perempuan di Indonesia.

Pada tahun itu, tokoh pendidikan nasional ini membuka sekolah pertama perempuan se-Hindia Belanda dengan nama Sakola Istri (Sekolah Perempuan). Tokoh pendidikan nasional ini dibantu saudaranya dalam mengajar, yaitu Ny. Poerwa dan Nyi Oewid. Tahun pertama, sekolah ini diikuti oleh 20 orang murid. 1909 merupakan sebuah verifikasi kepada rakyat Indonesia bahwa perempuan mampu memperoleh dan menguasai ilmu pengetahuan.

Pada tahun itu, lulusan pertama Sakola Istri sukses menamatkan pendidikannya di sekolah tersebut. Seiring bertambahnya murid dan keinginan nan besar terhadap pendidikan bagi perempuan, tokoh pendidikan nasional ini memenuhi syarat kelengkapan sekolahnya seperti sekolah formal pada zaman itu dengan menggunakan uang pribadinya.

Sang tokoh pendidikan nasional, Dewi Sartika, menikah pada 1906 dengan seorang pria nan juga memiliki pemikiran sama mengenai global pendidikan. Ia menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata. Suaminya sangat mendukung keinginan Dewi Sartika. Keduanya bertukar pikiran guna kemajuan pendidikan bagi perempuan.



Tokoh Pendidikan Nasional - Dewi Sartika dan Sekolah di Tanah Pasundan

Beberapa tahun berikutnya, di Tanah Pasundan, muncullah sekolah-sekolah sejenis. Sekolah-sekolah itu pun dikelola oleh perempuan-perempuan nan memiliki visi sama luhurnya dengan Dewi Sartika, sang tokoh pendidikan nasioanl. Pada 1912 saja, sudah ada 9 Sakola Istri di tanah Pasundan.

Memasuki satu dasawarsa sekolahnya, pada 1914, Dewi sartika, sang tokoh pendidikan nasional ini mengganti nama Sekolah Istri menjadi Sakola Kautamaan Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan). Setelah itu, tercapailah cita-cita Dewi Sartika buat menyejajarkan kaum perempuan atas haknya memperoleh pendidikan nan layak.

Di Tanah Pasundan, di tiap kota kabupatennya telah didirikan Sakola Kautamaan Istri. Bahkan, kegigihan tokoh pendidikan nasional ini dalam menyelenggarakan pendidikan bagi perempuan gaungnya sampai juga ke Bukittinggi. Di Bukittinggi, didirikan pula Sakola Kautamaan Istri oleh Encik Rama Saleh.



Tokoh Pendidikan Nasional - Penghargaan nan Diperoleh Dewi Sartika

Saat memperingati keberadaan sekolahnya, September 1929, Dewi Sartika mengganti nama Sakola Kautamaan Istri menjadi Sakola Raden Dewi. Kegigihannya dalam membagikan ilmu dan mendirikan sekolah bagi perempuan membuat pemerintah Hindia Belanda memberikan penghargaan bintang jasa kepadanya.

Dewi Sartika pun mendapat penghargaan sebagai pahlawan nasional sebab jasanya di bidang pendidikan. Sebagai tokoh pendidikan nasional, ia dikenal sebagai pelopor global pendidikan perempuan di Indonesia. Tokoh pendidikan nasional ini mampu memberikan perubahan dalam kehidupan di Indonesia.

Kaum perempuan saat ini bisa mengenyam hasil perjuangan dan kegigihan Dewi Sartika dalam global pendidikan nasional, khususnya bagi kaum perempuan.



Tokoh Pendidikan Nasional - Dewi Sartika Tutup Usia

Tokoh pendidikan nasional ini mati di Tasikmalaya pada 11 September 1947 dan dimakamkan di pemakaman Cigagadon-Desa Rahayu Kecamatan Cineam. Tiga tahun setelah kematiannya, jasadnya dipindahkan ke Komplek Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar, Bandung.



Tokoh Pendidikan Nasional - Monumen Dewi Sartika

Monumen Dewi Sartika berada di Taman Dewi Sartika, taman tertua nan ada di Kota Bandung, Jawa Barat. Taman Dewi Sartika ini lokasinya berada di dalam area Balai Kota Bandung. Monumen tokoh pendidikan nasional ini ialah salah satu monumen di Bandung nan didirikan oleh pemerintah Kota Bandung buat mengenang jasa-jasa Dewi Sartika, pahlawan nasional wanita Indonesia nan berasal dari Jawa Barat.

Monumen Dewi Sartika ditempatkan di komplek Balai Kota sejak tanggal 4 Desember 1996 bersamaan dengan perubahan nama taman tersebut dari Taman Merdeka (sejak 1950-an) menjadi Taman Dewi Sartika. Tokoh pendidikan nasional ini sangat berjasa dalam memajukan bangsa Indonesia. Oleh sebab itulah, monumen Dewi Sartika dibangun di Taman Balai Kota Bandung.