Fungsi dan Peran Jurnalistik: Agen Pembaharu

Fungsi dan Peran Jurnalistik: Agen Pembaharu



Robot Jurnalis

Karena memiliki potensi buat mengabarkan segala nan ada di alam semesta, ilmu jurnalistik mengalami perkembangan dari sisi teknis dengan amat pesat. Di jurusan jurnalistik, nan secara sederhana dapat diartikan oleh orang awam sebagai jurusan tulis menulis, telah menghasilkan manusia nan reaksioner pada zamannya.

Memang dunianya masih tulis menulis. Dia telah dibekali pemahaman penulisan, dari model editorial, news, features, artikel, teknik wawancara, penulusuran isu melalui ragam macam teknik jurnalistik, investigasi, kesastraan, semiotika, framing, discourse analys, dan pelbagai metodologi lainnya.

Lengkap sudah seorang jurnalis menjadi penulis? Belum, seorang jurnalis dibekali pula dengan banyak macam keahlian sampingan. Hal nan lebih teknis lagi, bahkan bila perlu pengalaman lapangan buat menguasai semua persenjataan NATO dan China. Pengalaman ini buat orang nan dikategorikan sebagai jurnalis perang.

Pemahaman buat menguasai ilmu ekonomi dan hitung menghitung saham, jika dia seorang jurnalis bursa efek. Pemahaman buat menguasi ilmu dinamika dan kuantum, jika dia seorang jurnalis sains. Dan tentu saja, pemahaman nan dapat membuat dia selibat dengan banyak jenis kusen jendela, bila dia mau dan hayati sebagai jurnalis interior.

Banyak kemampuan sampingan nan harus didapatkan seorang jurnalis. Maka di jurusan jurnalistik, sudah selayaknya progesifitasnya dapat lebih menyesuaikan diri dengan tantangan nan tengah dihadapi para jurnalis. Jurusan jurnalistik tak sekedar menghasilkan sarjana, tetapi robot nan berfungsi menggerakkan peradaban.



Jurnalistik dan Pers

Jurnalistik (journalistick) secara Harfiah artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan ata catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis nan berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian.

Istilah jurnalistik erat kaitanya dengan istilah pers dan komunikasi massa. Bahkan banyak pihak nan ‘mencampuradukkan’ dua istilah itu menjadi satu pengertian nan sama. Hal ini terjadi disebabkan setiap kali berbicara tentang jurnalistik niscaya tak dapat lepas dari pembicaraan tentang pers itu sendiri. Walaupun sebenarnya, membedakan pengertian antara jurnalistik dengan pers bukanlah sesuatu nan sulit.

Jurnalistik ialah suatu kegiatan nan berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan sehari-hari. Jika jurnalistik ialah bentuk kerja atau hasil kerjanya, maka pers ialah media nan digunakan buat menyampaikan ‘hasil kerja jurnalistik’ itu. Jadi jurnalistik bukanlah pers, bukan media massa. Melainkan kegiatan mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan warta kepada khalayak seluas-luasnya.

Pada mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal nan sifatnya informatif saja. Namun selain bersifat keterampilan praktis, jurnalistik juga merupakan seni. Pada dasarnya, meskipun berbeda, mempelajari atau ‘memahami jurnalistik’ sama juga dengan upaya mempelajari maupun ‘memahami pers’ itu sendiri.



Fungsi dan Peran Jurnalistik: Agen Pembaharu

Pers atau bidang kerja jurnalistik pada dasarnya mempunyai fungsi sebagai pemberi informasi, pemberi hiburan, pemberi kontrol (alat kontrol sosial), dan pendidik masyarakat. Dengan fungsi-fungsinya itu pers memiliki pengaruh nan cukup besar terhadap masyarakat.

Melalui pengaruhnya, pers (media cetak dan media elektronik) bisa membawa dan menyampaikan pesan-pesan maupun gagasan-gagasan (dikemas dalam karya jurnalistik) nan membangun dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Demikian pula dalam pembangunan di bidang sosial-budaya, atau bentuk-bentuk kehidupan di dalam masyarakat, pers melalui karya-karya jurnalistik nan disajikannya mempunyai fungsi dan peranan nan besar dalam menciptakan suatu sikap pembaharuan dalam konduite dan tatanan sosial serta sikap budaya masyarakat.

Sebagai agen pembaharu, pers bisa memainkan perannya nan besar dalam proses perubahan sosial nan berlangsung dalam suatu masyarakat atau suatu bangsa. Melalui informasi-informasi sebagai hasil kerja jurnalistik nan disajikan kepada masyarakat pembaca (publik), pers bisa merangsang proses pengambilan keputusan di dalam masyarakat, serta membantu mempercepat proses peralihan masyarakat nan semula berpikir tradisional ke alam pikiran dan sikap masyarakat modern.

Pers bisa dijadikan sebagai suatu ‘kekuatan besar’ dalam memengaruhi, merangsang, mengubah perilaku, dan menggerakkan masyarakat. Terutama dalam menggerakkan masyarakat buat melakukan tindakan-tindakan nan positif dan bermanfaat bagi kehidupannya, misalnya menggerakkan masyarakat buat turut serta terlibat secara aktif dalam majemuk mobilitas dan aktivitas pembangunan di segala sektor.

Sebaliknya juga, pers dapat ‘diselewengkan’ buat menggerakkan masyarakat melakukan tindakan-tindakan nan bersifat destruktif, negatif atau tindakan-tindakan tak bermanfaat lainnya.



Karakteristik Bahasa Jurnalistik

Bahasa Jurnalistik ialah gaya bahasa nan digunakan wartawan dalam menulis berita. Disebut juga Bahasa Komunikasi Massa (Language of Mass Communication, disebut pula Newspaper Language).

Setiap media mempunyai tata bahasanya sendiri, yakni seperangkat peraturan nan erat kaitannya dengan berbagai alat indera dalam hubungannya dengan penggunaan media. Bahasa Jurnalistik bisa dibedakan berdasarkan bentuknya menurut media menjadi Bahasa Jurnalistik Media Cetak, Bahasa Jurnalistik Radio, Bahasa Jurnalistik Televisi dan Bahasa jurnalistik Media Online Internet.

Beberapa ciri bahasa jurnalistik, yaitu:

  1. Sederhana, selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat nan paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca nan sangat heterogen, baik dilihat dari taraf intelektualitasnya maupun karekteristik demografis dan psikografisnya.
  2. Singkat, langsung kepada pokok permasalahan, tak bertele-tele, tak berputar-putar, tak memboroskan waktu pembaca nan sangat berharga.
  3. Padat dan sarat informasi.
  4. Lugas: tegas dan tak ambigu. Hal ini buat menghindari kemungkinan adanya penafsiran lain terhadap arti dan makna tersebut.
  5. Jelas: mudah ditangkap maksudnya, tak baur dan kabur.
  6. Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tak menyembunyikan sesuatu nan lain nan bersifat negatif seperti berpretensi atau fitnah.
  7. Menarik, artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat orang nan sedang tertidur, terjaga seketika.
  8. Demokratis, berarti Bahasa Jurnalistik tak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau disparitas dari pihak nan menyapa dan pihak nan disapa.
  9. Populis, berarti Bahasa Jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua lapisan masyarakat.
  10. Logis, apa pun nan terdapat dalam kata, istilah, kalimat atau paragraf jurnalistik harus bisa diterima, tak bertentangan dengan akal sehat, serta mencerminkan nalar.
  11. Gramatikal berarti kata, istilah atau kalimat apa pun nan dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa standar (Ejaan Yang Disempurnakan).
  12. Menghindari kata tutur, yaitu kata nan dapat digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal tanpa memerhatikan masalah struktur dan tata bahasa.
  13. Menghindari kata dan istilah asing, warta atau laporan nan banyak diselipi kata-kata asing, selain tak informatif dan komunikatif juga membingungkan.
  14. Pilihan kata (diksi) nan tepat, artinya setiap kata nan dipilih, memang tepat dan seksama sinkron dengan tujuan pesan pokok nan ingin disampaikan kepada khalayak. Karena diksi tak sekadar hadir sebagai varian dalam gaya, tetapi juga sebagai suatu keputusan nan didasarkan kepada pertimbangan matang buat mencapai imbas optimal terhadap khalayak.
  15. Mengutamakan kalimat aktif, bahasa Jurnalistik harus jelas susunan kata dan kuat maknanya. Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan menjelaskan pemahaman.
  16. Menghindari kata atau istilah teknis. Karena ditujukan buat umum, maka Bahasa Jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, dan ringan dibaca.
  17. Tunduk kepada kaidah etika. Untuk menjalankan fungsinya mendidik khalayak, pers wajib menggunakan serta tunduk pada kaidah dan etika bahasa baku. Dalam etika berbahasa, pers tak boleh menulisk an kata-kata nan tak sopan, vulgar, sumpah serapah, hujatan makian nan sangat jauh dari kebiasaan sosial budaya agama.