Sejarah Bukan Kebenaran

Sejarah Bukan Kebenaran

Hari ini akan menjadi sejarah bagi esok hari. Hari esok akan menjadi sejarah ketika telah terlewati. Waktu terlewati itu ialah sejarah nan tercetak. Apakah cetakan itu latif atau tidak, hal itu tergantung pada siapa nan ingin mencetaknya. Hanya cetakan sejarah nan memberi pengaruh pada kehidupanlah nan akan dikenang. Kenangan nan latif maupun nan suram semua menjadi bagian dari cetakan sejarah itu sendiri. Pengertian sejarah secara generik didefinisikan sebagai sebuah rangkaian peristiwa nan pernah terjadi pada masa lalu.



Batasan dalam Definisi

Kata sejarah diperkirakan berasal dari kata Arab yaitu "syajaratun" nan diartikan sebagai pohon atau keturunan atau asal usul. Kata ini kemudian diserap ke dalam bahasa Melayu menjadi Syajarah. Lalu kata nan sedikit susah disebutkan itu menjadi hanya 'sejarah'. Dalam pengertian sejarah tersebut, ada batasan nan menjadi panduan tentang makna sejarah. Bahwa sejarah ialah sebuah peristiwa nan pernah terjadi di masa lalu, di mana rangkaian peristiwa tersebut disusun berdasarkan urutan waktu, proses kejadian serta disertai keterangan loka di mana sebuah kejadian terjadi.

Hal inilah nan menjadi sebuah pembeda antara pengertian dari sejarah dan kisah fiksi. Sebab, kisah sejarah merupakan sebuah kondisi konkret nan sudah pernah dialami oleh seseorang di masa lalu pada suatu waktu. Sementara, fiksi hanyalah sebuah kisah nan berisi khayalan dari sang penulisnya. Dan kisah nan ada dalam fiksi dapat jadi bukan merupakan kisah nyata. Kisah sejarah ini dapat menjadi penghias kisah fiksi. Sejarah nan dikisahkan terkadang dapat lebih menyentuh daripada sejarah nan hanya dituangkan dalam bentuk urutan peristiwa nan hanya dijejali oleh angka dan nama-nama pelakunya.

Guru sejarah nan mampu berkisah tentang peristiwa nan harus diketahui oleh para siswanya akan menjadi guru nan dinanti. Sejarah nan dikisahkan itu akan berbumbu. Bumbu yang sedap inilah nan membuat kisah sejarah menjadi satu rangkaian latif urutan kejadian nan akan dikenang dan diambil pelajarannya. Kalau anak-anak nan belajar sejarah hanya menghapal peristiwa tanpa merasakan makna dari peristiwa itu dan kaitannya serta pengaruhnya terhadap kehidupan, maka pelajaran sejarah hanyalah salah satu pelajaran nan membuat mengantuk dan membosankan.

Dari sisi proses terjadinya sebuah peristiwa pun ada disparitas antara sejarah dan fiksi. Dalam sejarah, proses terjadinya sebuah peristiwa berlangsung secara urut dan memiliki keterkaitan satu sama lain. Seperti dalam sejarah pindahnya Kerajaan Mataram Antik dari kawasan Jawa Tengah ke Jawa Timur.

Peristiwa tersebut terjadi ketika Gunung Merapi antik meletus secara dahsyat nan mengakibatkan bala di kerajaan Mataram Kuno. Letusan tersebut, di antaranya menyebabkan tertimbunnya Candi Borobudur serta rusaknya sistem perekonomian dampak hujan abu dan ancaman awan panas gunung Merapi. Ini ialah sebuah sejarah, sebab semua peristiwa saling berkaitan dan berurutan.

Sementara dalam sebuah fiksi, rangkaian peristiwa nan ada dapat terjadi secara melompat-lompat. Semua tergantung pada keinginan sang penulis hendak bagaimana menyajikan cerita tersebut. Sehingga runtutan waktu pun dapat dibolak balik tanpa ada keharusan runtutan cerita. Gaya penulisan itu memang disengaja seperti itu agar pembaca tak mudah bosan dan terus ingin membaca kisah tersebut hingga habis.

Penulis nan sangat pandai bercerita malah dapat memberikan kondisi nan seolah benar-benar terjadi sehingga para pembaca merasa penasaran dan ingin tahu hal nan sebenarnya. Penulis seperti ini niscaya terpengaruh oleh keadaan nan senyatanya nan terjadi di sekitarnya. Kalau seorang guru sejarah atau seorang sejarahwan nan pandai bercerita sedang memaparkan satu jalinan peristiwa, para pendengarnya niscaya akan terpaku. Hal ini sebab seni bertutur kisah itu tak jauh berbeda dengan seni bertutur cerita dalam alur sebuah novel atau cerita fiksi jenis lainnya.



Pentingnya Belajar Sejarah

Pelajaran dan pengertian sejarah sudah diberikan kepada seseorang sejak duduk di bangku sekolah dasar. Hal ini sebab dalam pelajaran sejarah, terdapat nilai krusial nan bermanfaat dalam menentukan pemahaman dan pola pikir seseorang. Beberapa nilai krusial tentang mempelajari sejarah di antaranya ialah dengan sejarah, kita dapat memiliki citra dan pengetahuan tentang proses kehidupan nan terjadi di masa lalu, termasuk pada masa purba.

Dalam sejarah, seseorang dapat mendapatkan pemahaman dan ilmu pengetahuan tentang konduite manusia di masa lalu. Kehidupan masa lampau itu sebagai bekal buat menghadapi kehidupan di masa nan akan datang. Sebab, dengan belajar dari sejarah, seseorang akan dapat memiliki media buat mencapai kehidupan nan lebih baik di masa depan.

Melalui sejarah, seseorang akan dapat mengetahui sebuah fakta atas peristiwa nan pernah terjadi. Selain itu, dengan fakta nan ada kita dapat melakuan analisa dan mengetahui latar belakang sebuah peristiwa. Dengan mengetahui latar belakang kisah itu, pandangan terhadap apa nan terjadi dapat lebih objektif dan tak terlalu memandang orang nan salah sebagai pihak nan memang harus disalahkan seratus persen. Begitupun dengan pihak nan dinyatakan benar. Pihak nan dinyatakan sahih ini tidak harus dianggap sebagai pahlawan nan tidak mempunyai celah kesalahan sama sekali.

Adalah satu fenomena bahwa terkadang ada pihak nan dinyatakan salah sebab ia hanya bertentangan dalam hal nan tak terlalu prinsip. Perselisihan pendangan nan tak menyebabkan orang dinyatakan sebagai seorang pendosa itu terkadang sangat dibesar-besarkan oleh pihak nan merasa sahih sehingga kisahnya tampak seperti penghakiman seorang tertuduh nan telah melakukan satu kejahatan nan tidak berampun.

Padahal banyak pihak nan dinyatakan menang dan tidak bersalah itu hanya sebab ia mampu melakukan sesuatu nan tak dapat dilakukan oleh pihak nan kalah, misalnya menyuap hakim atau memberikan upeti kepada penguasa. Nilai-nilai sejarah nan berkaitan dengan kekuasaan sering kali terdistorsi. Pihak penguasa nan menjadi pemenang tentunya ingin dikenang sebagai pihak nan selalu sahih dan selalu merasa telah dihinakan dan diinjak-injak oleh pihak nan kalah.

Kebenarannya belum tentu seperti itu. Tidak menutup kemungkinan bahwa pihak nan kalah sebenarnya ialah pihak nan benar. Kebenaran memang terkadang akan terungkap ketika satu kekuasaan hancur atau telah tak lagi berkuasa. Misalnya, apa nan terjadi pada Susno Duadji dan Antasari Azhar.

Mereka berdua terlihat sebagai pihak nan disalahkan. Entah bukti nan ada memang benar-benar bukti nan sahih atau bukti nan hanya dijadikan sekedar penguat agar mereka terlihat bersalah. Yang niscaya ialah bahwa mereka akhirnya terlempar dari peta pertarungan dalam kancah ring riuh rendah penegakkan hukum di Indonesia.



Sejarah Bukan Kebenaran

Kisah sejarah nan dapat dianggap sebagai satu kebenaran hanyalah nan tercantum dalam Al-Quran. Tak ada satupun fakta sejarah nan dapat dianggap satu kebenaran bila sejarah itu ditulis oleh penguasa. Selalu saja harus diamati dan dicermati dengan teliti. Jangan-jangan pihak penguasa hanya ingin membuat sejarah kehidupan orang-orang nan ada dalam tampuk pemerintahan itu terlihat hebat dan terlihat sangat baik.

Ketika Orde baru berkuasa, tak sedikit kisah sejarah nan disimpangkan dan tak ada nan dapat meluruskannya selain ketika kekuasaan Orde Baru itu runtuh dan Suharto sudah tidak berdaya lagi. Fenomena seperti ternyata para pahlawan revolusi itu tak mengalami penyiksaan sekejam nan dituturkan.

Melalui laporan forensik didapatkan bahwa warta nan mengatakan pahlawan revolusi itu mengalami penrusakan alat kelaminnya, ternyata tak benar. Kesaksian dokter nan melakukan inspeksi forensik nan tidak mampu membohongi hati nuraninya telah membuat kebenaran ini terungkap dalam salah satu media massa nasional.

Hal ini tentu saja tak mengurangi rasa hormat kepada semua pahlawan revolusi nan gugur pada tanggal 30 september 1965 itu. Mereka memang mengalami penyiksaan hingga menyebabkan mereka meninggal dunia. Tetapi penyiksaan itu sendiri tidak sekejam nan digambarkan walaupun tetap saja di luar perikemanusiaan. Ada lagi kisah tentang siapa nan mempunyai gagasan tentang Agresi Satu Maret di Yogyakarta.

Selama zaman Orde Baru, rakyat Indonesia nan bukan pelaku sejarah meyakini bahwa gagasan itu berasal dari Suharto nan saat itu berpangkat letnan kolonel. Padahal sesungguhnya gagasan agresi nan cukup menggemparkan sebab sebagai bukti bahwa negara Republik Indonesia masih mempunyai tentara itu, berasal dari Sultan Hamangkubuwono ke-IX. Fenomena semi fenomena terkuak seiring jatuhnya rezim Suharto.

Inilah bukti sejarah nan akan sulit terkuak bila tidak ada nan berani melakukannya. Jadi, pengertian sejarah itu masih harus diluruskan ketika telah menyangkut hal-hal nan tak benar.



Pengertian Sejarah

Pengertian sejarah ialah sebagai bahan kajian dalam hal mempelajari dan juga menerjemahkan dari berbagai informasi, berdasarkan catatan nan sudah dibuat oleh banyak orang atau dari keluarga, komunitas dan lain sebagainya. Pengertian sejarah meliputi akan dua hal. Pertama, pengetahuan nan membahas mengenai kejadian nan sudah terjadi di masa lampau dan kedua ialah dengan melihat dari pengetahuan pada rangka cara berpikir secara historis. Sementara sejarawan ialah sebutan bagi orang nan mempelajari tentang sejarah itu sendiri.

Secara harafiah, kata sejarah berasal dari bahasa Arab, sajaratun nan berarti 'pohon'. Sejarah juga disebut tarikh dalam bahasa Arab. Sementara dalam artian Indonesia, tarikh sama dengan waktu.

Pengertian sejarah dikategorikan juga sebagai ilmu budaya atau nan sering kita sebut humaniora. Lebih luas lagi, pengertian sejarah biasanya berhubungan atau nan membahas mengenai humanisme pada masa lampau. Pengertian sejarah sendiri dibagi dalam beberapa bagian seperti kronologi kejadianan sejarahnya bagainama dan terjadi dalam kurun waktu kapan. Historiograf, genealogi, paleografi, hingga kliometrik. Tarikh atau babad ialah sebutan buat ilmu sejarah nan lain.

Dalam penelitian mengenai ilmu sejarah dan pengertian sejarah secara keseluruhan, para penulis tentang sejarah atau sejarawan juga banyak nan menggunakan metode dalam menggali dan memunculkan sejarah nan hampir tenggelam dari peradaban. Para sejarawan itu banyak nan menggunakan alanlisis sejarah dari segi kronologisnya atau kurun waktu dalam memilih informasi.

Selain kronologis, menggali sejarah juga didasarkan pada wilayah geografisnya, negara, dari sekolompok suku bangsa (etnis), hingga topik atau pokok bahasannya.

Historiografi ialah pengertian sejarah nan lain. Ilmu nan fokus pada penelitian mengenai sejarah ini bertujuan buat mengurai informasi sejarah nan akan diangkat berdasarkan kepercayaan atau juga filsafat. Jika mengacu pada pengertian sejarah ini, memang besar kemungkinan terdapat pendapat nan subjektif.

Meski begitu, jika kita berbicara nan hakiki, dalam konteks penelitian nan bersifat historis, akan bermuara pada subjektivitas nasional. Untuk itu, sejarah juga dapat dipelajari dari sudut pandang ideologis, misalnya kita mengacu pada ilmu historiografi paham Marxisme.

Spekulasi atau kemungkinan-kemungkinan nan dapat terjadi dalam sejarah nan antagonis atau kontra, tetapi masih tetap mengacu pada fakta nan ada dan sebenarnya, kemudian kita kenal dengan "sejarah virtual" atau "sejarah kontra-faktual". Para sejarawan kemudian menggunakan metode ini dalam hal penelitiannya.

Banyak spekulasi nan dapat terjadi ketika kejadian sejarah masih diragukan, apakah memang sejarah itu tak berlangsung atau malah sebaliknya? Jika demikian, maka cerita ini hampir mirip dengan fiksi atau fitnah nan biasa kita sebut dengan sejarah alternatif.

Sejarawan mulai mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, entah dari catatan berupa buku kuno, patung, bangunan dan benda-benda nan lain, atau dari hasil wawancara (kemudian kita sebut dengan sejarah penceritaan). Atau dapat juga didapat dari foto, film dan video. Kemudian cara penelitian sejarah ini diimbagi dengan melihat dari sisi cara pandang sejarah historiografi.

Banyak nama dari para pakar sejarah terkemuka nan sudah ikut andil besar dalam membantu pengembangkan metode kajian sejarah. Mereka antara lain Leopold von Ranke, Lewis Bernstein Namier, Geoffrey Rudolf Elton, G. M. Trevelyan, dan A. J. P. Taylor.

Ketika tahun 1960-an, sejarawan-sejarawan ini sudah meninggalkan narasi sejarah nan bersifat epik nasionalistik. Mereka lebih memilih pengunaan narasi kronologis nan lebih realistik dalam menulis sejarah.

Metode sejarah kuantitatif pertama kali dikenalkan oleh sejarawan dari Perancis. Dalam hal pengertian sejarah kuantitatif, digunakan sebagian besar data dan informasi buat menelusuri kehidupan orang-orang dalam sejarah. Memang dalam penulisan sejarah, banyak nan mengkritik perihal interpretasi pribadi atau lebih pada subjektif nan digali dari sumber-sumber sejarah nan ada.

Pengertian sejarah pada hakikatnya ialah pengetahuan buat manusia itu sendiri. Selama ini kita kadang tak tahu siapa diri ini. Tapi, dengan sejarah berarti kita mengetahui diri sendiri buat nan pertama, nan disebut R. G. Collingwood dengan apa itu menjadi orang. Begitulah dasyatnya sejarah. Pengertian sejarah jadi makin luas.