Mengatasi Inflasi

Mengatasi Inflasi

Bank Indonesia kelelahan dalam mengawal nilai rupiah di bawah Rp9.000. Sudah banyak sekali dana nan dikeluarkan agar nilai rupiah tak merosot. Apa nan dikatakan oleh para ahli mengenai materi inflasi nan semakin sering terdengar di warta ekonomi akhir-akhir ini? Sedemikian hebatnyakah inflasi dalam global ekonomi Indonesia?



Kurs Mata Uang

Kurs memiliki pengertian sebagai nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Misalnya, nilai tukar atau kurs rupiah terhadap Dollar Amerika Perkumpulan atau sebaliknya.

Kurs atau nilai tukar terdiri atas dua bagian, yaitu kurs jual dan kurs beli. Kurs jual ialah harga jual mata uang valuta asing oleh bank atau money changer. Sementara itu, kurs beli ialah kurs nan diberlakukan bank jika melakukan pembelian mata uang valuta asing.

Menurut Kuncoro (1996), pertukaran suatu mata uang dengan mata uang lainnya disebut transaksi valas (foreign exchange transaction). Sedangkan Salvatore (1997), menyebutkan bahwa harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya disebut kurs atau nilai tukar mata uang (exchange rate).

Untuk menghindari kebingungan, harus diingat bahwa kurs antara mata uang domestik dan mata uang asing diartikan sebagai jumlah mata uang domestik nan diperlukan buat membeli mata uang asing.

Bila kurs meningkat berarti mata uang domestik mengalami depresiasi dan mata uang asing mengalami apresiasi. Sebaliknya penurunan kurs mencerminkan terjadinya apresiasi mata uang domestik dan depresiasi mata uang asing.

Kebijakan kurs tukar di mana pemerintah suatu negara mengatur nilai tukar mata uangnya, maka diklasifikasikan sebagai kurs tetap (fixed exchange rate). Sedangkan jika besarnya nilai kurs tukar diserahkan kepada prosedur pasar tanpa campur tangan pemerintah, diklasifikasikan sebagai sebagai sistem kurs mengambang, floating exchange rate.

Suatu mata uang dikatakan konvertibel (convertible currency) apabila mata uang tersebut dapat dipertukarkan secara bebas dengan mata uang negara lain.

Tidak adanya mata uang nan konvertibel akan menyulitkan perdagangan antar negara sebab masing-masing tak akan mau menerima mata uang kawan dagangnya. Dalam keadaan seperti ini nan terjadi ialah perdagangan barter, yaitu menukar barang secara langsung, tetapi jika mata uang semua negara konvertibel, maka perdagangan multinasional nan terjadi akan lebih efektif.

Konvertibilitas penuh dari suatu mata uang nan dihambat, akan memunculkan pasar gelap (black market) dan beroperasi di luar kontrol pemerintah. Pada dasarnya pasar gelap ialah suatu pasar bebas nan berdampingan dengan pasar resmi dan menawarkan konversi penuh dalam mata uang lokal kendati ditambah iuran pertanggungan asuransi nan cukup substansial di atas tarif resmi.

Nilai tukar atau kurs mata uang memiliki tiga sistem, yaitu sistem nilai tukar mata uang bebas, sistem nilai tukar mata uang tetap, dan sistem nilai tukar mata uang terkontrol atau terkendali.



1. Sistem Nilai Tukar Mata Uang Bebas

Sistem ini memiliki pengertian sebagai nilai tukar mata uang nan ditentukan berdasarkan kekuatan-kekuatan pasar. Sistem ini bergantung pada penawaran dan permintaan terhadap nilai tukar mata uang. Sistem ini pun cenderung selalu berubah seperti nan tercantum pada papan kurs nan ada di setiap bank.



2. Sistem Nilai Tukar Mata Uang Tetap

Sistem ini memiliki pengertian sebagai nilai tukar mata uang nan bersifat tetap. Sistem ini bergantung pada ketentuan-ketentuan nan diberlakukan oleh pemerintah atau bank sentral terkait. Biasanya, sistem ini diikuti dengan ketentuan berlakunya devaluasi dari nilai mata uang.

Dalam sistem ini, pemerintah atau bank sentral turut campur secara aktif dalam pasar valuta asing dengan cara membeli atau menjual valuta asing, jika nilai kurs menyimpang dari baku nan telah ditetapkan.



3. Sistem Kurs Terkontrol atau Terkendali

Dalam sistem ini, pemerintah atau bank sentral terkait memiliki kekuasaan tertentu dalam menentukan alokasi dari penggunaan valuta asing nan ada. Warga negara tak memiliki kebebasan campur tangan dalam transaksi valuta asing.

Perubahan nilai tukar atau kurs mata uang terdir atas dua bentuk, yaitu apresiasi atau depresiasi dan devaluasi atau revaluasi. Berikut ini penjelasannya.



1. Apresiasi atau Depresiasi

Naik turunnya nilai tukar atau kurs mata uang suatu negara terhadap mata uang asing bergantung sepenuhnya pada kekuatan pasar (penawaran dan permintaan), baik nan timbul dari dalam negeri maupun dari luar negeri.



2. Devaluasi atau Revaluasi

Naik turunnya nilai tukar atau kurs mata uang bergantung pada kebijakan nan ditetapkan pemerintah.

Kurs terbentuk pada saat jumlah dan harga mata uang nan diminta sama dengan jumlah dan harga mata uang nan ditawarkan. Kondisi ini tersebut sebagai kondisi ekuilibrium atau ekuilibrium.

Kondisi ekuilibrium bisa berubah setiap saat, jika faktor-faktor nan memengaruhi permintaan dan penawaran berubah. Permintaan terhadap suatu mata uang terbalik dengan harganya. Semakin tinggi nilai USD (misalnya terhadap rupiah), maka keinginan buat menukarkan rupiah dengan USD akan semakin berkurang, dan begitu pula sebaliknya.

Hukum satu harga menjelaskan interaksi antara kurs tukar dan harga komoditas. Hukum ini menyatakan bahwa komoditas nan sama akan memiliki harga nan nisbi sama pula, meskipun dijual di loka nan berbeda. Adanya disparitas harga komoditas akan menciptakan peluang buat melakukan arbitrase.

Arbitrase dilakukan dengan membeli komoditas di loka nan lebih murah dan menjualnya di loka nan lebih mahal. Adanya arbitrase pada akhirnya akan menaikkan harga komoditas di loka nan lebih murah dan menurunkan harga di loka nan lebih mahal. Pada akhirnya, harga-harga di berbagai loka akan nisbi sama.

Dua pasar dalam unit mata uang nan berbeda, tetapi harga produk nan sama pada barang dalam unit mata uang nan berbeda dan kedua pasar nan berbeda tersebut akan sama.

Dengan kata lain, unit mata uang domestik setiap negara akan mempunyai daya beli nan sama. Oleh sebab itu, satu Dollar bisa dipakai buat membeli satu bungkus roti di Amerika Serikat, maka satu Dollar tersebut harus bisa dipakai buat membeli satu bungkus roti nan sama di Indonesia.

Berdasarkan peristiwa tersebut, valuta asing akan berubah berdasarkan disparitas inflasi domestik dan luar negeri. Interaksi ini dikenal dengan istilah Purcahsing Power Parity (PPP).



Materi Inflasi Menjadi Momok

Inflasi seolah-olah telah menjadi momok nan sangat menakutkan lebih menakutkan dari hantu banyu nan hanya legenda itu. Semua kening berkerut bila sudah bicara tentang inflasi.

Segala teknik menahan laju inflasi baik nan militan maupun nan agak tenang akan dikerahkan sebab membiarkan inflasi bergerak tidak terkendali sama saja dengan melakukan harakiri terhadap perekonomian negara.

Dampaknya tak hanya dirasakan oleh negara nan bersangkutan, tapi juga oleh negara lain. Para investor asing pun mungkin akan mempertimbangkan kembali buat berinvestasi di negara itu apabila Bank Sentral negara bersangkutan tidak mampu menjadi pengawal ekonomi nan baik.

Semua ahli ekonomi negara-negara besar Eropa, seperti Jerman dan Inggris, semua sepakat bahwa inflasi harus ditahan. Harga-harga tidak dapat dibiarkan melambung setinggi-tingginya tanpa adanya tali kekang nan dikatkan ke kepala inflasi tersebut.

Pembuat kebijakan Bank Sentral Inggris (BOE), Andrew Sentence, mengatakan bahwa badan nan dipimpinnya akan melakukan banyak hal agar inflasi tak jadi mengamuk. Mahalnya kebutuhan hayati akan mengancam keberlangsungan hayati banyak perusahaan.

Belum lagi tuntutan nan dilakukan oleh para pekerja buat mendapatkan pendapatan nan lebih tinggi. Bila tidak diatasi, maka demo buruh dan pekerja akan semakin memperburuk gambaran perekonomian negara.

Ligwina Hananto, perencana keuangan nan cukup terkenal mengatakan bahwa inflasi harus disikapi dengan memperbanyak investasi. Saran ini memang terdengar masuk akal bagi nan mempunyai uang berlebih, tapi terasa semakin menyakitkan bagi kalangan bawah nan tidak dapat berbuat apa-apa.

Berita nan mengatakan bahwa dua juta orang Indonesia nan hayati di bawah garis kemiskinan akan semakin miskin. Kelaparan akan melanda negeri bila inflasi tidak tertangani.

Faisal Basri, sangat menakutkan akibat nan dapat terjadi dari semakin buruknya perekonomian nan ditandai dengan inflasi nan tidak terkendali. Akan ada gejolak sosial nan akan meningkatkan jumlah anak putus sekolah dan angka perceraian nan disebabkan oleh ekonomi. Hal ini sangat dapat dipahami.

Ketika makanan pokok tidak tersedia di rumah, maka semua anggota keluarga akan berbondong-bondong mencari jalan keluar bagaimana mencari sesuap nasi. Itu artinya kualitas komunikasi dan interaksi keluarga dapat terganggu sebab terlalu lelah dan stres nan dialami oleh keluarga tersebut.



Mengatasi Inflasi

Teori mengatakan bahwa apa nan dilakukan oleh BI saat ini dengan menaikkan BI rate merupakan salah satu langkah mengatasi inflasi. Dengan demikian uang nan beredar di masyarakat akan berkurang.

Tapi, kalau langkah tersebut dan langkah-langkah lainnya gagal, maka akan diterapkan langkah ekstrim, yaitu pengurangan nilai mata uang atau nan lazim disebut sneering . Semoga hal ini tidak terjadi lagi. Cukuplah 1965 menjadi tahun terburuk dalam perekonomian Indonesia. Semoga materi inflasi tersebut bermanfaat.