Sekilas Tentang Unsur-Unsur Pembentuk Karya Sastra

Sekilas Tentang Unsur-Unsur Pembentuk Karya Sastra

Banyak pembaca nan mungkin sudah mengetahui bahwa setting atau latar merupakan salah satu bagian dari sebuah karya sastra. Namun, tahukah Anda bagaimana peranan latar dalam sebuah karya sastra? Sebelum kita mulai bahasan tentang latar ini lebih dalam, penulis akan mengajak pembaca buat mengingat kembali unsur-unsur pembentuk karya sastra secara umum.



Sekilas Tentang Unsur-Unsur Pembentuk Karya Sastra

Sebagaimana kita tahu, sebuah karya sastra dibentuk oleh berbagai unsur nan saling bergantung. Setidaknya terdapat dua unsur primer pembentuk karya sastra., yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur pembentuk karya sastra tadi memiliki bagian-bagian lain nan memiliki peran tersendiri. Berikut ialah klarifikasi singkat dari bagian-bagian unsur pembentuk karya sastra.

1. Unsur Intrinsik

Sebuah karya sastra tak dapat dipisahkan dari nan namanya unsur intrinsik. Unsur intrinsik ialah unsur nan secara langsung hadir atau muncul di dalam sebuah karya sastra. Sebuah karya sastra akan jadi menarik jika setiap unsur di dalamnya memiliki keterkaitan sangat kuat. Lantas, apa sajakah nan termasuk ke dalam unsur intrinsik karya sastra? Berikut ialah klarifikasi singkatnya.

  1. Tema. Tema merupakan gagasan atau ide sebuah karya sastra. Tema harus mampu menjiwai sebuah karya sastra sebab tema inilah nan merupakan dasar penulisan sebuah karya sastra. Ada banyak tema nan dapat diangkat ke dalam karya sastra, seperti kisah asmara, pertikaian, dan sebagainya.

  2. Setting atau Latar. Setting atau latar merupakan unsur karya sastra nan mampu menunjukan di mana, kapan, dan bagaimana sebuah peristiwa dalam karya sastra itu berlangsung. Setidaknya terdapat tiga macam setting dalam sebuah karya sastra, yakni latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

  3. Alur atau Plot. Alur atau plot merupakan jalan cerita dalam sebuah karya sastra. Wujud alur dalam karya sastra biasanya berupa jalinan peristiwa atau sekuen nan memperlihatkan koherensi atau kepaduan tertentu. Kepaduan alur dalam sebuah karya sastra diwujudkan oleh interaksi tokoh, tema, karena akibat, atau ketiganya. Setidaknya terdapat tiga jenis alur dalam karya sastra, yakni alur maju, alur mundur, dan alur campuran.

  4. Tokoh, Penokohan, dan Karakter. Tokoh merupakan sosok atau individu fitnah nan menjalankan seluruh peristiwa dalam sebuah karya sastra. Penokohan merupakan penyajian tabiat atau pencitraan nan ditunjukan oleh setiap tokoh. Sementara karakter ialah sifat nan diperankan oleh tokoh dalam karya sastra.

  5. Konflik. Konflik dalam sebuah karya sastra berarti permasalahan-permasalahan nan dimunculkan dalam sebuah cerita. Terdapat dua jenis konflik nan seringkali ditampilkan dalam sebuah karya sastra, yakni konflik batin dan konflik antarpelaku.

  6. Sudut Pandang atau Point of View. Sudut pandang merupakan penempatan pengarang atau posisi pengarang di dalam sebuah cerita nan dibuatnya. Ada tiga jenis sudut pandang nan dapat digunakan dalamsebuah karya sastra, yakni sudut pandang orang pertama (aku atau saya), sudut pandang orang kedua (menyebut nama), dan sudut pandang orang ketiga (dia atau ia).

  7. Gaya bahasa. Gaya bahasa dalam sebuah karya sastra merupakan cara khas nan digunakan pengarang dalam mengemukakan gagasan, pikiran, dan perasaan melalui pemilihan bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan.

  8. Amanat. Amanat merupakan pesan nan hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui sebuah karya atau cerita. Dalam sebuah karya sastra, pesan nan seringkali disampaikan pengarang di antaranya pesan moral, pesan agama, dan pesan sosial.

2. Unsur Ekstrinsik

Selain unsur ekstrinsik, bagus tidaknya sebuah karya sastra ditentuka pula oleh unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik ini merupakan unsur-unsur nan turut memengaruhi karya sastra, tetapi tak ditampilkan langsung ke dalam ceritanya. Unsur ekstrinsik karya sastra ini meliputi:

  1. Agama pengarang;

  2. Pendidikan pengarang;

  3. Ekonomi pengarang;

  4. Lingkungan loka tingal pengarang; dan

  5. Kejadian nan terjadi di lingkungan pengarang.

Nah, itulah sekilas klarifikasi mengenai unsur pembentuk karya sastra. Selanjutnya kita akan memasuki pembahasan nan lebih terperinci tentang salah satu unsur karya sastra , yakni tentang setting. Yang jadi pertanyaan kemusian adalah, apa sebenarnya peran setting atau latar dalam sebuah karya sastra hingga memerlukan bahasan khusus?

Tanpa banyak basa-basi lagi, penulis akan langsung menyajikan pembahasan tentang setting atau latar ini guna mengurangi rasa penasaran pembaca. Pembahasan tentang latar ini meliputi hakikat, peran, dan jenis-jenis latar nan mungkin belum diketahui pembaca.

Hakikat Setting dalam Karya Sastra

Ketika berhadapan dengan sebuah karya sastra (fiksi), pada hakikatnya kita sedang berhadapan dengan sebuah dunia. Ya, global nan serba mungkin, global nan dihuni oleh tokoh, lengkap dengan permasalahannya. Namun, tokoh dalam global serba mungkin ini tentunya memerlukan sebuah ruang lingkup berupa waktu, tempat, dan lingkungan lain seperti halnya manusia nan hayati di global nyata. Dalam sebuah karya fiksi ruang lingkup ini kemudian dikenal dengan sebutan setting atau latar.

Mengutip pendapat Abram (1981: 175), setting atau latar nan disebut juga sebagai landas tumpu, lebih menyiratkan kepada pengertian tempat, interaksi waktu, dan lingkungan sosial loka terjadinya peristiwa-peristiwa nan diceritakan. Oleh Stanton (1965), latar bersama dengan tokoh dan alur dikelompokkan ke dalam fakta atau cerita. Alasannya tentu saja sebab ketiga hal inilah nan akan dihadapi dan diimajinasi oleh pembaca cerita fiksi. Tokoh, alur, dan setting menjadi sangat krusial dalam karya sastra sebab ketiganyalah nan membentuk cerita secara langsung.

Unsur-unsur Setting atau Latar

Seperti nan sudah diulas secara sekilas tadi, secara generik latar dibagi ke dalam tiga bagian yakni, latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Namun, masih ada dua jenis latar nan sepertinya belum banyak diketahui oleh masyarakat umum. Kedua jenis setting atau latar nan dimaksud ialah latar alat dan anakronisme.

Pada bahasan kali ini, rasanya penulis tak perlu lagi membahas tiga jenis latar nan sudah diketahui oleh khalayak umum. Apalagi, klarifikasi ketiga setting atau latar ini sudah sedikit diulas di atas. Dalam bahasan ini, penulis hanya akan menambahkan dua jenis latar nan belum banyak diketahui masyarakat nan sudah disebutkan tadi. Seperti apa citra mengenai kedua jenis latar ini? Berikut pembahasannya.

1. Latar Alat

Latar alat adalah benda-benda nan digunakan tokoh dalam sebuah karya sastra. Latar loka biasanya memiliki interaksi langsung dengan suatu lingkungan kehidupan tokoh. Misalnya, buku, pena, buku, laptop, dan KTM merupakan alat-alat nan khas dimiliki mahasiswa. Dapat juga alat-alat seperti sampan, jala, pancing, dan alat-alat lain nan dimiliki oleh nelayan.

2. Anakronisme

Mungkin banyak di antara pembaca nan asing dengan istilah anakronisme. Padahal, istilah ini tergolong ke dalam unsur setting atau latar dalam karya sastra. Memang, banyak nan tak mengetahui hal ini mengingat pembaca pada umumnya sudah terpatri oleh pemahaman lama nan hanya menganggap hanya ada 3 jenis setting atau latar dalam karya sastra.
Latar anakronisme ini merupakan citra ketidaksesuaian urutan perkembangan waktu dalam sebuah cerita, seperti ketidaksesuaian antara waktu cerita dengan waktu sejarah. Penyebab primer hadirnya anakronisme ini biasanya berupa pemasukkan