Pentingnya Kesejahteraan Karyawan

Pentingnya Kesejahteraan Karyawan

Modal dasar pembangunan nasional ialah sumber daya manusia nan berkualitas dan memiliki keahlian. Menjadi sumber daya manusia berkualitas tentunya tak dapat didapat dan dibentuk dengan mudah. Seseorang harus berupaya membekali diri dengan skill nan didapat dari forum formal, sekolah, maupun lingkungan sekitar. Begitu juga di dalam sebuah perusahaan, kesejahteraan karyawan menentukan kinerja karyawan.

Dengan keahlian nan dimiliki, seseorang akan merasa perlu melakukan totalitas dalam bekerja. Seseorang akan merasa bertanggung jawab memajukan perusahaan nan menaunginya dan mencukupi kebutuhan hidupnya. Namun, hal itu tampaknya hanya sebuah mimpi. Faktanya, kesejahteraan karyawan masih berada di tingkatan kedua.



Saya Bos, Anda Jongos

Mayoritas pengusaha atau pemilik perusahaan akan berpikir bahwa karyawan hanyalah bawahan nan bebas diperlakukan dan disuruh melakukan hal-hal nan diarahkan telunjuknya. Karyawan dituntut harus selalu patuh dan tunduk terhadap anggaran main perusahaan. Beberapa pengusaha hanya memperlakukan karyawan seenaknya.

Kadang, beberapa pengusaha tak menganggap karyawan sebagai rekan kerja maupun aset perusahaan nan sangat berharga. Banyak pula pengusaha nan tak sedikit pun memberikan peluang bagi karyawan buat lebih maju, baik dalam hal pengetahuan, jaringan, maupun finansial atau pengasilan berupa uang.

Beberapa pengusaha kadang tak pernah memikirkan hak-hak nan semestinya diperoleh para karyawan. Baginya, nan terpenting ialah soal laba perusahaan buat memperkaya diri sendiri sekaya-kayanya. Hak-hak karyawan dikesampingkan. Bahkan, diinjak-injak oleh seseorang nan menyebut dirinya sebagai pemimpin.

Fenomena seperti itu bukanlah hal nan patut ditutup-tutupi. Kini, banyak sekali perusahaan nan sama sekali tak memikirkan kepentingan karyawannya. Padahal, karyawanlah nan membuat perusahaan berhasil. Tanpa kinerja para karyawan, tak mungkin perusahaan akan memperoleh untung. Tanpa karyawan pula, tak mungkin sang pengusaha disebut bos.



Imbas Ketidakadilan

Karyawan demo bukanlah hal aneh di negeri ini. Apalagi, 1 Mei ditetapkan sebagai Hari Buruh nan berarti memberikan kesempatan pada para karyawan buat menuntut haknya. Namun, kacamata pengusaha terlampau tebal dengan jelaga industri. Para atasan tetap melenggang tanpa peduli tuntutan karyawannya.

Bagi para pengusaha, demonstrasi ialah tradisi. Jadi, buat apa mengubah tradisi. Salah-salah disebut melupakan budaya bangsa. Ya, tuntutan hanyalah berakhir dengan tuntutan. Karyawan tak mendapatkan hak nan mereka ajukan. Padahal, para karyawan hanya ingin kesejahteraan hidupnya lebih diperhatikan perusahaan.

Para karyawan menuntut bukan berdasarkan sesuatu nan gratis. Mereka menuntut hak atas kewajiban kerja nan telah dilakukan buat menopang kemajuan perusahaan. Namun, karyawan hanyalah manusia biasa. Kesabarannya terbatas. Karena merasa haknya dirampas, para karyawan tak akan melakukan pekerjaan dengan total.

Rasa ketidakadilan itu akan berimbas pada penurunan semangat kerja, produktivitas rendah, dan hasil produksi pun rendah. Jika keadaan ini terus berlanjut, kemungkinan perusahaan akan merugi. Bahkan, sebagian karyawan mungkin akan berpikir buat hengkang dari perusahaan nan tak menjamin kesejahteraan hidupnya.



Pentingnya Kesejahteraan Karyawan

Di dalam psikologi, ada teori Skinner. Teori Skinner disebut juga teori tingkah laku radikal ( radical behaviorism) . Teori ini mengenai stimulus-respon, nan mempercayai bahwa setiap tingkah laku itu bisa diamati, dan didasari oleh respon positif atau negatif nan diterima.

Respon positif berarti akan mendapatkan hadiah, sebaliknya, respon negatif menandakan akan mendapatkan hukuman. Skinner konfiden bahwa manusia akan berusaha buat mendapatkan respon positif atau hadiah dari apa nan dilakukannya.

Baik Skinner maupun Watson mempunyai pandangan nan sama, bahwa setiap tingkah laku manusia bisa diamati dengan menggunakan metode ilmiah. Tapi Watson tak setuju kalau inner feeling (perasaan) bisa diamati. Watson konfiden bahwa perasaan bisa dipelajari sebagai mana mempelajari ketrampilan-ketrampilan lainnya.

Teori behaviorism atau tingkah laku ini sangat berpengaruh. Sehingga banyak pakar lain, seperti Edward C. Tolman, dan Clark L. Hull turut memformulasikan teori-teori mereka sendiri nan didapat dari hasil pengamatan di laboratorium, bukan melalui observasi introspeksi. Teori ini juga melahirkan banyak teori belajar nan menyangkut metode pembelajaran pada manusia dan hewan.

Taylor mengungkapkan bahwa sebuah pekerjaan bisa didesain, sehingga bisa menghasilkan produktivitas nan diinginkan. Taylor juga mengungkapkan bahwa dengan melakukan pembagian kerja atau peran nan ada dalam pekerjaan, produktivitas suatu pekerjaan akan semakin baik. Oleh sebab itu, seorang perancang atau manajer perlu mendesain suatu pekerjaan agar hasil maksimal nan diharapkan bisa tercapai.

Buah karya nan dihasilkan oleh Taylor menjadikan seorang pekerja seperti robot. Pekerja diminta buat bisa produktif melalui desain pekerjaan nan telah dirancang sebelumnya. Pekerja akan diklasifikasikan berdasarkan jenis pekerjaan tertentu.

Misalnya, seorang pekerja dapat saja seumur hayati pekerjaannya hanyalah menjadi seorang pengebor. Ia diberikan sasaran nan harus dicapai bagaimana pun caranya. Hal inilah nan terkadang membuat seorang pekerja tak diperlakukan layaknya seorang manusia biasa.

Pada 1927-1932 dilakukan penelitian di sebuah perusahaan elektronik, Western Electric Company, Hawthorne Plant, di Cicero, Illinois. Penelitian tersebut dilakukan oleh tim nan dipimpin langsung Prof. Elton Mayo dan rekannya F.J. Roethlisberger dan William J. Dickson dari Harvard Business School.

Dalam penelitian tersebut terkuak bahwa sesungguhnya pekerja membutuhkan hubungan sosial dan mempunyai kebutuhan akan motivasi ketika sedang bekerja. Mayo dan timnya mengungkapkan sisi lain dari sebuah pekerjaan.

Aspek-aspek seperti terbentuk kebiasaan atau anggaran dalam sebuah kelompok kerja, adanya motivasi, kebutuhan pekerja buat bersosialisasi atau berinteraksi sesama pekerja terungkap dalam penelitian ini. Konklusi generik nan dapat diambil dari penelitian ini ialah sebagai berikut.



1. Talenta atau potensi kecerdasan seorang pekerja bukan merupakan estimasi nan baik dari performansi seorang pekerja.

Bakat atau potensi memengaruhi mobilitas mental atau fisik nan dimiliki oleh seorang pekerja. Namun demikian, kedua hal tersebut tak memengaruhi secara signifikan terhadap performansi kerja jika memang faktor-faktor pada sistem sosial nan ada tak mendukung adanya performansi nan baik.



2. Organisasi nan bersifat nonformal nan terjalin di dalam kelompok pekerja memengaruhi produktivitas kerja.

Hubungan antarpekerja ternyata bisa mempengaruhi produktivitas. Oleh sebab itu, seorang manajer harus mendisain pekerjaan sedemikian sehingga hubungan sosial tak dibatasi. Seorang supervisor nan bisa membina interaksi baik dengan bawahannya bisa secara langsung memengaruhi produktivitas.



3. kebiasaan atau anggaran nan ada dalam kelompok kerja memengaruhi produktivitas.

Kelompok kerja secara alamiah akan membuat anggaran krusial nan terjalin dalam kelompok internal mereka. Oleh sebab itu, manajemen perlu mengenali anggaran atau kebiasaan nan terjalin dalam kelompok tersebut.



4. Loka kerja merupakan sebuah sosiosistem atau sistem sosial.

Kelompok kerja tersebut membentuk sebuah sistem sosial. Sebagai sebuah sistem, kelompok kerja mempunyai bagian-bagian nan saling berkegantungan.

Karena sifatnya nan nisbi baru pada zaman itu, penelitian ini memberikan pemahaman baru mengenai sisi lain dari sebuah pekerjaan. Penelitian ini selanjutnya disebut juga dengan Hawthorne Effect .

Kemampuan intelektual memang merupakan aset krusial buat mencapai sebuah misi atau tujuan tertentu, dalam hal ini perusahaan. Namun, kemampuan intelektual saja tak cukup sebab setiap manusia memerlukan hubungan dengan lingkungan baru nan ditempatinya. Dengan kata lain, learning by doing akan lebih efektif dari sekadar berteori.

Dengan melakukan serangkaian termin pelatihan, seorang karyawan akan memiliki taraf pemahaman nan lebih nyata. Dengan pemahaman tersebut, ia kan mampu bekerja optimal. Ia akan mampu menciptakan sistem kerja strategis, bisa bekerja sama secara solid, memiliki semangat kerja tinggi, dan bisa memberikan hasil maksimal terhadap perusahaan.

Pelatihan biasanya diisi dengan simulasi-simulasi eksklusif buat meningkatkan daya berpikir karyawan terhadap situasi atau masalah nan tengah dihadapi. Proses simulasi biasanya melibatkan banyak orang. Dengan demikian, hasil nan bisa diperoleh dari simulasi ialah terbentuknya rasa kebersamaan, keterbukaan, serta toleransi antarindividu nan terlibat.

Oleh karena itu, hendaknya para pengusaha mementingkan kesejahteraan para karyawannya. Kesejahteraan karyawan sama pentingnya dengan kesejahteraan pengusaha. Dengan perlakuan dan pemberian hak secara adil, karyawan dan pengusaha nan notabene pemilik perusahaan akan berjalan beriringan buat memajukan perusahaan.

Dengan klarifikasi tersebut, semoga peningkatan kinerja karyawan bisa terjadi apabila kesejahteraan karyawannya juga diperhatikan dan diperhitungkan. Tidak berlaku sewenang-wenang terhadap para karyawan sebab mereka berperan krusial dalam memajukan sebuah perusahaan.

Demikian informasi mengenai pentingnya kesejahteraan karyawan nan harus diperhatikan oleh para pengusaha. Semoga informasi tersebut bermanfaat buat memajukan kesejahteraan di global kerja.