Hukum Asuransi - Iuran pertanggungan asuransi dan Polis

Hukum Asuransi - Iuran pertanggungan asuransi dan Polis

Mendengar istilah asuransi niscaya tak begitu asing bagi Anda, terutama jika Anda ialah salah satu pengguna jasa dari asuransi tersebut. Tapi apakah Anda pernah mendengar istilah hukum asuransi ? Rasanya, tak semua orang akrab dengan istilah tersebut.

Padahal, asuransi dan hukum asuransi ialah dua hal nan saling berkaitan. Ibarat anggaran dan hal nan diatur. Jika hal nan diatur tak ada, maka anggaran juga tak akan tercipta. Kurang lebih seperti itu.

Hukum asuransi memang tak seterkenal hukum pidana ataupun hukum perdata. Istilah ini memang tak bersifat umum, hanya mereka nan menggunakan jasa asuransilah nan mengetahui anggaran tersebut. Tetapi, fungsi nan dimiliki oleh hukum asuransi, tak berbeda jauh dengan jenis hukum nan ada, yaitu mengatur dan menjaga kelancaran sebuah proses.

Hukum asuransi memegang peranan nan krusial dalam kegiatan berasuransi Anda. Yang tak boleh Anda lupa adalah, asuransi selalu berkaitan dengan penggantian nan sifatnya finansial, dan hal-hal nan sifatnya finansial itu cenderung lebih sensitif. Akibatnya, konservasi nan jelas sangat diperlukan.

Hal ini juga sejalan dengan sebuah wacana nan selalu didengung-dengungkan, bahwa Indonesia ialah negara hukum. Mengatur segala sesuatunya dengan hukum. Pun tak ketinggalan dengan asuransi. Maka dari itulah, hukum asuransi terasa perlu buat diciptakan.

Pada dasarnya, hukum asuransi memiliki hakikat nan sama dengan hukum-hukum nan lain. Yaitu bertugas melindungi, mengatur, dan menjaga. Hal nan membedakan ialah obyeknya saja. Obyek dalam hukum asuransi ini tentu saja ialah masyarakat nan menggunakan jasa asuransi itu sendiri dan orang-orang nan terlibat dalam kegiatan asuransi.



Landasan Hukum Asuransi

Secara yuridis, hukum asuransi di Indonesia tertuang dalam beberapa produk hukum seperti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri Keuangan, di antaranya sebagai berikut.

  1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.
  4. KMK No.426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
  5. KMK No.425/KMK/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
  6. KMK No.423/KMK/2003 tentang Inspeksi Perusahaan Perasuransian.

Undang-undang dan peraturan tersebut merupakan perihal nan cukup penting. Jika tak dipatuhi atau ada pelanggaran, konsekuensi tentu saja akan diberikan. Kepada siapapun nan melanggar, entah pengguna jasa asuransi ataupun petugas perusahaan asuransinya sendiri.



Hukum Asuransi dan Definisi Asuransi

Asuransi atau pertanggungan ialah perjanjian antara dua pihak atau lebih, pihak penanggung mengambil alih suatu risiko dari pihak tertanggung. Pengalihan risiko tersebut meliputi kemungkinan kerugian material dialami tertanggung dampak suatu peristiwa nan mungkin atau belum niscaya akan terjadi. Hal nan "rumit" ini niscaya memerlukan konservasi dari hukum asuransi.

Perjanjian asuransi ialah sebuah kontrak sah nan menjelaskan setiap istilah dan kondisi nan dilindungi, iuran pertanggungan asuransi nan harus dibayar oleh tertanggung kepada penanggung sebagai jasa pengalihan risiko tersebut, serta besarnya dana nan dapat diklaim di masa depan, termasuk biaya administratif dan keuntungan. Perjanjian asuransi juga merupakan bagian dari hukum asuransi itu sendiri.

Dalam hukum asuransi ditetapkan bahwa objek pertanggungan dalam perjanjian asuransi dapat berupa benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan, tanggung jawab hukum, serta berbagai kepentingan lain nan mungkin hilang, rusak, atau berkurang nilainya.

Dengan kata lain, unsur-unsur dalam sebuah perjanjian asuransi atau hukum asuransi meliputi hal-hal berikut.

  1. Subjek hukum, yaitu pihak penanggung dan tertanggung.
  2. Substansi hukum berupa mengalihan risiko.
  3. Objek pertanggungan, berupa benda atau kepentingan nan inheren padanya nan dapat dinilai dengan uang.
  4. Adanya peristiwa tak tentu nan mungkin terjadi ( evenement ).

Sebuah perjanjian asuransi dikatakan absah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

  1. Adanya kesepakatan antara pihak-pihak nan saling mengikatkan diri.
  2. Adanya kecakapan buat membuat suatu perjanjian.
  3. Adanya hal eksklusif nan menjadi karena nan halal.


Hukum Asuransi - Iuran pertanggungan asuransi dan Polis

Dalam hukum asuransi , dikenal kata iuran pertanggungan asuransi dan polis. Dua hal tersebut menjadi istilah nan krusial dan takasing bagi mereka nan terbiasa menghadapi urusan asuransi. Berikut ini ialah klarifikasi lebih detail mengenai apa itu iuran pertanggungan asuransi dan apa itu polis.

Dalam hukum asuransi iuran pertanggungan asuransi ialah suatu prestasi nan diberikan oleh tertanggung kepada penanggung atas jasanya mengambil alih risiko. Iuran pertanggungan asuransi ialah kewajiban pokok nan harus dipenuhi oleh tertanggung dan dapat dianggap sebagai imbalan atas jasa penanggung.

Perjanjian pengalihan risiko dalam hukum asuransi harus dibuat secara tertulis dalam sebuah akta eksklusif nan menjelaskan tentang unsur-unsur perjanjian tersebut. Akta inilah nan disebut dengan istilah polis. Polis digunakan sebagai alat bukti perjanjian pertanggungan. Dalam hukum asuransi, polis dibuat oleh pihak tertanggung.



Hukum Asuransi - Mengenal Risiko dan Evenement

Hukum asuransi juga mengenal adanya risiko. Risiko nan dialihkan dari tertanggung kepada penanggung, dalam arti asuransi ialah berupa kemungkinan terjadinya kerugian, serta batalnya sebagian atau holistik laba nan diharapkan, nan diakibatkan oleh suatu kejadian luar biasa nan tak terprediksi, di luar kekuasaan manusia.

Sedangkan dalam hukum asuransi dijelaskan bahwa peristiwa tak terduga itu disebut evenement , sebuah peristiwa tak terduga nan menurut pengalaman normal tak dapat dipastikan akan terjadi. Kalaupun peristiwa tersebut dapat dipastikan terjadi, kematian misalnya, waktunya tak dapat dipastikan. Peristiwa tersebut juga berupa sesuatu nan tak diharapkan terjadi. Jika terjadi, akan menimbulkan kerugian atau membatalkan keuntungan.

Dalam menghitung risiko nan ditanggungkan, perusahaan asuransi menerapkan ilmu aktuaria nan menggunakan matematika, terutama statistika dan probabilitas. Perhitungan tersebut harus berlandaskan anggaran nan ada pada hukum asuransi.



Hukum Asuransi dan Prinsip Dasar Asuransi

Terdapat 6 prinsip dasar nan harus dipenuhi dalam asuransi. Prinsip dasar tersebut juga merupakan bagian dari hukum asuransi.

  1. Insurable interest, hak pertanggungan nan timbul dari sebuah interaksi keuangan, nan diakui secara hukum.
  2. Utmost good faith , mengungkapkan secara lengkap mengenai sesuatu nan dipertanggungkan. Dalam hal ini, kedua belah pihak harus jujur menjelaskan mengenai kondisi objek dan luasnya pertanggungan.
  3. Proximate cause , adanya kejadian nan menyebabkan kerugian tanpa adanya hegemoni atas kejadian tersebut.
  4. Indemnity , kompensasi finansial nan disediakan penanggung buat mengembalikan tertanggung pada posisi finansial sesaat sebelum sebuah kejadian enverement terjadi.
  5. Subrogation , hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung.
  6. Contribution , hak penanggung buat mengajak penanggung lainnya dalam bentuk kolaborasi atau gotong royong.


Hukum Asuransi - Manfaat Asuransi

Berikut ini ialah beberapa kegunaan asuransi.

  1. Jaminan konservasi atas risiko kerugian tak terduga.
  2. Efisiensi dalam pengamanan dan supervisi terhadap suatu barang atau objek.
  3. Biaya iuran pertanggungan asuransi nisbi kecil buat menghindari suatu potensi risiko nan tak terduga.
  4. Berdampak pada pemerataan biaya, dari sesuatu nan tidak terprediksi menjadi biaya nan jumlahnya tertentu.
  5. Dalam kaitannya dengan interaksi bisnis, asuransi nan dimiliki pihak tertanggung memberi kepercayaan kepada pihak ketiga buat menjalin interaksi bisnis, misalnya peminjaman uang, kredit, sewa beli, dan sebagainya.
  6. Untuk asuransi jiwa, iuran pertanggungan asuransi dapat dinilai sebagai tabungan sebab jumlah nan dibayar tertanggung akan dikembalikan oleh perusahaan asuransi dalam jumlah nan lebih besar.

Apa-apa saja nan berkaitan dengan asuransi secara implisit maupun tersurat niscaya menjadi bagian dari hukum asuransi. Bagian nan mau tak mau harus dipatuhi agar kegiatan berasuransi tak merugikan salah satu pihak. Agar semua pihak merasakan laba dalam berasuransi.