Eksekusi Kebijakan

Eksekusi Kebijakan

Era swatantra daerah membuat daerah leluasa bergerak mengacu pada undang-undang pemerintahan daerah nan memberi peran lebih luas pada daerah. Kini, daerah dapat mengatur wilayah dengan lebih kreatif. Tidak melulu bergantung pada pusat. Desentralisasi kebijakan. Misalnya, lewat Perda dan swatantra spesifik (Aceh).

Akan tetapi, publik tercengang ketika hasil sebuah survei menyebut daerah pemekaran 70 persen gagal (dampak dari swatantra daerah). Ketimpangan Jawa dan non-Jawa, bahkan, semakin melebar sehingga tercetus ide pemindahan ibukota. Undang-undang pemerintahan daerah belum menjamin daerah kian maju dan berkembang.



Ketimpangan

Sentralisasi kekuasaan berpusat di Jakarta. Tidak hanya itu, ekonomi, sosial, dan budaya, didominasi Pulau Jawa. Daerah lain cenderung timpang. Terutama, wilayah Indonesia timur. Bahkan, satire arti dari NTT ialah Nanti Tuhan Tolong. Di Yahukimo, pernah terjadi kelaparan massal nan menelan korban jiwa. Lalu, bagaimana seharusnya swatantra daerah berperan?

  1. Lokal. Kebijakan daerah tak selalu harus sama dengan kebijakan nasional. Swatantra daerah dapat membuat kebijakan dengan cita rasa lokal, sinkron dengan peta permasalahan nan dihadapi daerah.
  2. Aset daerah. Kepala daerah dan jajaran harus jeli melihat potensi daerah nan dapat dikembangkan. Dapat segi budaya, alam, dan sebagainya. Aset daerah ini dapat bangkit lewat badan usaha milik daerah. Namun, ingat. Jangan sampai BUMD tersebut justru jadi sapi perah politik atau kartu ATM berjalan.
  3. Proximity . Kedekatan pemimpin lokal dan masyarakat daerah harus terasa humanis dan empatik.


Eksekusi Kebijakan

Boediono pernah berkata bahwa kekurangan Indonesia ialah implementasi, implementasi, implementasi. Eksekusi kebijakan anggaran kita lemah. Kuat di atas kertas. Tak terkecuali, undang undang pemerintah daerah. Publik menanti gebrakan dari swatantra daerah pasca reformasi. Miris jika menengok korupsi kian fertile di daerah. Risi saat melihat daerah salah urus hingga kekuasaan di daerah eksklusif nan dikuasi klan tertentu.

Kita tak mau undang-undang pemerintah daerah jadi macan kertas. Kini, Indonesia masih berada pada fase membangun daerah. Padahal, kita harus beranjak ke daerah membangun. 10 tahun sejak reformasi bergulir, lebih dari cukup. Dengan daerah membangun Indonesia, energi kita tak tersedot pada masalah nan terus berkutat di hal nan sama. Kita harus segera beranjak di zona nyaman.

Memang, kita dapat melihat akibat positif swatantra daerah di Solo, Gorontalo, atau Yogyakarta. Daerah tersebut terkenal giat mempromosikan potensi daerah (Gorontalo). Anti korupsi (Yogyakarta). Dan kebijakan pro rakyat (Solo).