Pendidikan Hukum buat Masyarakat

Pendidikan Hukum buat Masyarakat

Perlindungan konsumen di Indonesia sangat lemah. Berbagai kasus konservasi konsumen di Indonesia selalu diawali dengan perdebatan alot. Pemenangnya biasanya tetap produsen. Kalaupun akhirnya pihak produsen (penjual atau perusahaan) "kalah", hal tersebut biasanya hanya buat mengulur waktu dan meredakan emosi masyarakat. Setelah itu, hal sama nan merugikan konsumen akan terulang lagi.



Kasus Prita

Kalau mau mulai berbisnis, ada baiknya memahami setiap produk hukum nan menyertainya. Pelajari setiap pasal sebelum membentuk sebuah perusahaan. Pahami bahwa bila melibatkan banyak orang, setiap individu mempunyai hak dan kewajiban. Lengkapi semua dokumen agar agunan hukum dikemudian hari jelas. Begitu juga dengan hukum konservasi konsumen.

Tentu kita pernah berpikir tentang kejahatan nan dilakukan oleh para produsen terhadap kita sebagai konsumen, dengan melakukan manipulasi terhadap barang dagangannya.

Sebagian dari kita menganggap itu bukan sebuah kejahatan, tapi sebuah kekhilafan nan dengan mudah kita memaafkan tanpa ada tuntutan apa pun dari kita. Tapi sekarang, dengan adanya hukum konservasi konsumen, kita dapat menunut secara hukum, jika barang nan didapat tak sinkron dengan apa nan kita inginkan.

Kasus Prita menjadi sangat fenomenal sebab adanya dukungan dari berbagai pihak. Penyelesaiannya pun tetap harus memanjat tebing terjal yang curam. Kasus ini sebenarnya bukanlah kasus nan pertama kali terjadi. Namun, mungkin baru kali ini terekspos dan direspon dengan sangat baik oleh masyarakat.

Akan tetapi, Prita dan korban lainnya tetap berjuang sekuat tenaga buat mendapatkan haknya sebagai konsumen dan menuntut pertanggungjawaban dari penyedia jasa.

Di dalam menegakkan hukum, perlu adanya kejujuran dari semua pihak nan terlibat dalam urusan hukum tersebut, sehingga hukum nan berlaku tersebut bisa dijunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kejujurannya.

Dengan menjunjung tinggi hukum nan berlaku tersebut, maka masyarakat akan menanggapi dan percaya pada penegak hukum tersebut buat mengurusi segala sesuatunya nan berhubungan dengan hukum. Jadi, kehidupan di negara Indonesia ini akan tercipta kehidupan nan aman, damai, dan sentosa.



Undang-Undang Konservasi Konsumen

Hukum nan berlaku di masyarakat ini dibagi menjadi beberapa bagian. Hukum-hukum tersebut ialah hukum pidana atau hukum publik, hukum perdata atau hukum pribadi, hukum acara, hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum internasional, hukum adat, hukum agama, hukum agraria, hukum bisnis, dan hukum lingkungan.

Hukum-hukum tersebut berlaku juga di negara Indonesia. Akan tetapi, tak sedikit masyrakat Indonesia nan tak mengerti hukum-hukum tersebut, sehingga apabila terjadi penyalahgunaan hukum, masyarakat nan awam hukum tak mendapatkan keadilan hukum nan jelas.

Untuk itu, hukum nan berlaku di Indonesia diketahui dan dipahami oleh masyarakatnya, sehingga semua peraturan nan berlaku bisa dijalankan sinkron dengan ketentuan nan ada dan negara pun menjadi aman, damai, dan sentosa.

Perlindungan konsumen ialah segala upaya nan dilakukan buat menjamin adanya kepastian dan konservasi hukum terhadap konsumen. Adapun pengertian konsumen ialah setiap orang nan menggunakan barang atau jasa pada pruduk tertentu, baik buat kepentingan pribadi atau umum, dalam tataran hukum jual beli

Hukum konservasi konsumen ini tentunya akan ditujukan kepada produsen atau forum nan menjual barang atau jasa nan telah dikonsumsi konsumen. Sedangkan pengertian produsen sendiri ialah sebuah perusahaan atau forum nan telah membuat dan mengedarkan barang buat dikonsumsi masyarakat luas. Dua instrumen krusial nan menjadi landasan hukum konservasi konsumen ialah sebagai berikut.



1. Undang-Undang Dasar 1945

Dalam UUD 45 diamanatkan bahwa tujuan pembangunan nasional bertujuan menciptkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan tersebut dapat terwujud melalui sistem ekonomi nan demokratis. Dengan demikian, pemerintah harus mampu menumbuh-kembangkan global produksi agar memproduksi barang dan jasa nan berkualitas dan layak dikonsumsi masyarakat.



2. Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Konservasi Konsumen (UUPK)

Dirumuskannya UUPK, yaitu buat memberikan konservasi secara hukum bagi seluruh masyarakat Indonesia, jika memperoleh kerugian nan diderita atas barang atau jasa nan telah dikonsumsi.

Ada lima asas nan nan diatur dalam undang-undang konservasi konsumen, yaitu asas manfaat, asas keadilan, asas keseimbangan, asas keamanan dan kesehatan, serta asas kepastian hukum. Kelima asas ini dibuat buat memberikan keamanan dan kenyamanan kepada konsumen ketika akan menggunakan barang atau jasa.

Hak-hak sebagai konsumen pun diatur dalam pasal lima UUPK, di antaranya hak atas kenyamanan, hak memilih barang, hak mendapatkan informasi nan benar, hak buat didengarkan keluhannya, hak mendapatkan advokasi, hak mendapatkan pembinaan, hak buat dilayanani secara benar, dan hak buat mendapatkan kompensasi.

Kita sebagai masyarakat generik jangan pernah buta hukum. Jika kita diperlakukan tak adil oleh sebuah perusahaan atau forum nan menjual barang atau jasanya kepada kita, maka kita berhak melakukan tuntutan secara hukum.

Sebagai konsumen harus hati-hati dalam memilih barang atau jasa nan akan kita gunakan. Pertama, kita harus membaca petunjuk informasi dan mekanisme pemakaian barang atau jasa nan akan kita gunakan.

Kedua, beritikad baik dalam melakukan transaksi. Ketiga, membayar sinkron dengan nilai tukar nan disepakati. Terakhir, mengikuti penyelesaian secara hukum jika terjadi sengketa.

Indonesia telah memiliki UU Konservasi Konsumen sejak 1999. Namun, implikasi, sosialisasi, dan aplikasinya di lapangan masih belum terlihat. Seperti undang-undang lain nan minim pengawasan, membuat undang-undang ini seperti macan ompong tidak bertaring.

Yayasan Forum Konsumen Indonesia (YLKI) berkali-kali berkoar tentang banyak kasus, tetapi teriakan tersebut seperti membentur dinding tebal nan hanya menimbulkan gema.

Sebenarnya, UU Konservasi Konsumen dan YLKI tak sine qua non apabila pihak produsen dan penjual telah sangat menyadari tanggung jawab nan dipikulnya dan berusaha memberikan nan terbaik buat para konsumen.

Akan tetapi, banyaknya pedagang atau produsen nakal membuat banyak pihak sibuk. Sebut saja, kasus penggunaan boraks, formalin, dan zat pewarna tekstil buat bahan makanan nan selalu saja terjadi.

Permasalahan ini timbul mungkin sebab tak adanya penegakkan hukum nan berimbang. Masih dijualnya barang-barang kadaluarsa nan kadang terbungkus dalam parcel atau diganti bungkusnya saja, juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen. Pihak otoritas nan berwenang telah mengambil tindakan. Sayangnya, hanya sesekali, seperti pada momen-momen Idul Fitri.

Akan sangat sulit mengawasi setiap pedagang atau pemberi jasa nan jumlahnya jutaan orang. Jadi, siapa nan harus menjadi pengawas? Masyarakat. Apapun bentuk pelanggaran tersebut, sanksi nan paling efektif ialah sanksi dari masyarakat.

Jadi, jangan sungkan menyebarkan informasi tentang kasus pelanggaran UU Konservasi Konsumen bila benar-benar sudah konfiden bahwa pelanggaran telah terjadi dan bisa membahayakan kehidupan masyarakat.



Pendidikan Hukum buat Masyarakat

Ada banyak produk dokumen nan menjadikan setiap individu mendapatkan kepastian hukum. Secara sederhana, setiap tamat sekolah, ada sertifikat tanda tamat belajar dari setiap taraf pendidikan nan telah dilalui. Lalu, ada KTP dan Kartu Keluarga. Semua itu ialah produk hukum nan bisa dipakai buat melengkapi dokumen-dokumen berikutnya. Itu dari segi hukum tata negara.

Bila kita memasuki global perbankan, akan semakin banyak produk hukum nan nan berupa dokumen krusial nan harus kita pelajari dan simpan dengan baik. Setiap produk nan juga memuat hak dan kewajiban tersebut, hendaknya dipahami dengan saksama hingga tak merugikan salah satu pihak di kemudian hari.

Perlu juga dimengerti bahwa setiap kata dalam dokumen itu harus dicerna dengan baik agar tak salah memahaminya. Perlu juga diingat bahwa perbankan mempunyai tata cara tersendiri dalam menjalankan bisnisnya.

Agar kasus pelanggaran terhadap konservasi konsumen tak terjadi lagi, masyarakat harus disadarkan. Mereka harus tahu hak-haknya sebagai konsumen dan ke mana harus mengadu bila hak-hak tersebut tercabik-cabik.

Masih banyak lagi produk hukum nan harus dipelajari agar kita konfiden dalam melangkah. Tidak ada ruginya menginvestasikan waktu dan energi buat mempelajari produk-produk hukum itu, demi mengetahui apa nan menjadi kewajiban dan hak.

Misalnya, hukum lalu lintas. Banyak di antara kita nan harus memberi uang kepada polisi lalu lintas hanya sebab "katanya" kita melanggar sesuatu nan tak kita ketahui apa salah kita.

Untuk itu, cara memberikan pendidikan ini banyak, dapat dengan kampanye, iklan layanan masyarakat, dan program RT/RW. Dengan semakin terbukanya informasi dan semakin pintarnya masyarakat, mereka dapat menjadi hakim bagi dirinya dan dapat menetapkan sanksi nan layak buat para produsen nan nakal. Jangan sampai ada kasus konservasi konsumen di Indonesia nan bisa merugikan banyak pihak. Semoga bermanfaat.