Gaya Hayati Mewah di Indonesia

Gaya Hayati Mewah di Indonesia

Gaya hayati mewah memang sudah menjadi bagian hayati manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan hubungan dengan banyak hal. Manusia memerlukan pemenuhan kebutuhannya nan mencakup sandang, pangan, dan papan. Ketiga hal ini sangat krusial dalam kehidupan manusia. Manusia bergantung pada makanan, pakaian, dan loka tinggal. Kebutuhan akan ketiga hal tersebut menjadikan sebagian orang memberlakukan gaya hayati mewah .

Dalam memenuhi kebutuhannya itu, tiap-tiap manusia memiliki sasaran dan taraf kecukupan nan berbeda. Sebut saja, dalam berpakaian. Sesungguhnya, baju apapun asalkan benar-benar layak pakai sudah dapat memenuhi kebutuhannya dalam segi sandang. Namun, lain bagi manusia. Manusia memiliki nafsu nan berujung pada masalah selera dan gengsi, termasuk gaya hayati mewah.



Gaya Hayati Mewah - Sandang Bukan Sekadar Epilog Tubuh

Bagi sebagian orang, baju apapun sudah cukup buat menutup tubuh karena fungsinya terpenuhi, yakni terlindungi dari debu dan perubahan cuaca. Bagi sebagian lainnya, tidak. Sandang tak hanya berfungsi sebagai epilog dan melindungi tubuh dari berbagai hal. Sandang harus mencerminkan status sosial, taraf kemapanan ekonomi, terkesan sangat mengikuti mode, dan menunjukkan selera fesyen. Inilah salah satu gaya hayati mewah .

Bagi nan lebih mementingkan penampilan dibanding fungsi, mereka tak memperhitungkan atau mempersoalkan harga baju tersebut. Bagi mereka, penampilan ialah nomor satu. Soal uang, dapat dicari meski harus kerja lebih ekstra atau membobol uang tabungan sebab gaya hayati mewah menuntutnya demikian.

Masyarakat kita banyak nan mementingkan merek dalam memilih suatu produk, pakaian, tas, sepatu, dan dompet sekalipun, dibanding mempertimbangkan harga atau kualitas. Belum tentu barang bermerek nan kita beli benar-benar orisinil dan berkualitas tinggi. Banyak barang bermerek impor hanya menjual branded, namun kualitas produk masih kalah saing dengan protesis dalam negeri.



Gaya Hayati Mewah di Prancis

Gaya hayati mewah terkenal di Prancis dengan munculnya kalangan borjuis. Para wanita kaum borjuis berdandan habis-habisan buat menunjukkan status sosial mereka, buat menunjukkan bahwa mereka ialah kaum bangsawan. Dalam sebuah acara pesta nan diselenggarakan pada malam hari, para istri sudah berdandan seharian sejak subuh hanya buat menata rambut.

Semakin tinggi model rambut mereka, semakin diakui sebagai terkaya dan terpandang. Sandang nan dikenakan pun terbuat dari sutra nan mahal. Semakin berlapis dan berumpak gaun nan mereka kenakan, semakin nyatalah kemewahannya. Itulah citra gaya hayati mewah di Prancis.



Gaya Hayati Mewah di Indonesia

Gaya hayati mewah di Indonesia sebetulnya tak disebabkan pada taraf ekonomi rata-rata penduduk Indonesia nan sudah mapan atau lebih dari mapan. Namun, gaya hayati mewah di sini lebih disebabkan masyarakat Indonesia ialah masyarakat konsumtif. Berapa banyak merek elektronik keluaran terbaru nan harganya sangat mahal, namun masyarakat kita memberondongnya dengan antusias.

Bukan sebab mereka memiliki uang cukup buat membeli barang-barang mewah tersebut, melainkan rasa gengsi dan ingin dipuji ialah motif primer di balik gaya hayati mewah ini. Banyak karyawan nan sebetulnya gaji bulanannya pas-pasan, namun memiliki gadget canggih dan mewah. Bukan sebab ia banyak uang, melainkan rela mengirit makan hanya demi gadget keluaran terbaru.

Saat ini, sudah banyak tawaran kredit buat pembelian barang elektronik. Terlebih, dengan sistem pembelanjaan memakai kartu kredit. Toh , sama saja sebetulnya dengan mengkredit barang kepada tukang kredit keliling. Mau bergaya hayati mewah kok kreditan?



Kasus Gaya Hayati Mewah

Kasus nan menunjukkan gaya hayati mewah lainnya yakni nongkrong di kafe. Meskipun mereka memiliki akses internet di rumah atau terbiasa ke warung internet, kenyataan kafe sudah menjadi bagian dari gaya hayati mewah. Jika kita ke kafe, terlebih nan memiliki fasilitas hotspot , sudah tentu kita harus memiliki laptop.

Kepemilikan laptop saja bukan lagi didasarkan sebab kebutuhan gerak manusia nan tinggi, melainkan sebab gengsi dan gaya hayati mewah nan menuntut itu. Di kafe, sudah niscaya kita akan menggunakan fasilitas hotspot dan memesan minuman nan cukup mahal. Tentu saja mahal jika dibanding minuman homogen nan kita untuk sendiri atau kita beli di warung atau toko biasa.

Namun, nan kita butuhkan atau nan kita beli bukanlah minuman atau makanannya, melainkan gengsi dan gaya hayati mewah. Gaya hayati mewah pun mulai merangsek ke pola pikir ibu-ibu rumah tangga dan anak sekolahan. Lihat saja, ibu-ibu rumah tangga saat ini lebih suka berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan terkemuka dibanding berbelanja di pasar.

Anak sekolah pun, entah itu SMP atau SMA, lebih bahagia melewatkan banyak waktu sepulang sekolah dengan nongkrong di kafe. Rasa-rasanya, uang jajan mereka dapat jadi sama dengan gaji buruh selama satu bulan. Gaya hayati mewah bukan lagi berbicara soal harga, melainkan gengsi.

Berbelanja di mall atau nongkrong di kafe bukan saja menjadi sebuah gaya hayati mewah, melainkan seolah-olah sudah menjadi kebutuhan nan sifatnya wajib saat ini. Lantas, menjadi tipis perbedaannya antara gaya hayati mewah dan kebutuhan? Dapat jadi. Pola hayati hedonis dan kapitalis telah menjadi bagian dari diri kita.



Gaya Hayati Mewah dan Korupsi

Gaya hayati mewah memang sudah menjadi keinginan sebagian manusia. Untuk mencapai gaya hayati mewah, banyak cara nan dilakukan, salah satunya mungkin saja dengan korupsi. Saat ini, kasus korupsi banyak kita temui dan terkesan menjamur dari waktu ke waktu. Semakin diberantas, kasus korupsi ternyata semakin tumbuh (mati satu tumbuh seribu). Hal ini terjadi sebab pemerintah tak mampu membuat anggaran nan fundamental buat memberantas korupsi.

Tahukah Anda apa nan dimasksud dengan anggaran fundamental buat memberantas korupsi? Salah satu kebijakan fundamental nan dapat diterapkan ialah tak bergaya hayati mewah atau hayati dengan sederhana. Lalu, apa interaksi gaya hayati mewah dengan kourpsi? Hubungannya yaitu ketika seseorang bargaya hayati mewah dan hal tersebut membuat orang lain merasa iri dan ingin juga bergaya hayati mewah. Lalu, mereka berusaha dengan berbagai cara buat dapat bergaya hayati mewah, salah satunya dengan korupsi.

Masyarakat kita, sebagian besar memiliki gaya hayati mewah dan tidak sporadis getol memamerkan apa nan dimilikinya. Inilah penyebab maraknya praktik korupsi di Indonesia, mulai dari para pejabat, pegawai negeri, sampai karyawan swasta. Hal ini wajar sebab pola pikir masyarakat kita masih ada nan berpandangan bahwa menilai seseorang itu bukan dari kepribadiaannya, tetapi gaya hayati mewah, apa nan dimiliki, dan banyaknya harta. Jika saja pemerintah mau meninggalkan gaya hayati mewah dan menerapkan hayati sederhana, kasus korupsi niscaya dapat ditekan.



Gaya Hayati Mewah Pejabat dan Kenaikan Gaji

Adanya kenaikan gaji bagi para pejabat eksekutif dan legislatif akan menambah gaya hayati mewah mereka. Hal ini tentunya menjadi tanda tanya besar sebab fasilitas nan selama ini diperoleh oleh para pejabat, misalnya Toyota Crown Saloon dan tunjangan besar, sudah dirasa sangat berlebihan.

Kenaikan gaji pejabat akan memperpanjang gaya hayati mewah mereka. Bagaimana tidak, biaya hayati para pejabat nan hiperbola ini difasilitasi oleh negara. Pemerintah beralasan kenaikan gaji ini buat menekan korupsi. Namun, tindakan nan tepat buat menekan korupsi ialah meningkatkan pengawasan, tak hanya meningkatkan gaji.