Menyambung Silaturahmi

Menyambung Silaturahmi

Seusai melaksanakan ibadah sholat Ied biasanya masyarakat melaksanakan halal bihalal. Keluarga dan tetangga atau orang-orang nan dikenal dengan kegiatan berkumpul, saling memaafkan dan bersilaturahmi. Siapa nan menyangka kalau tradisi halal bihalal ini orisinil Indonesia? Ya orisinil Indonesia.



Tradisi Halah Bihalal

Alkisah, tradisi halal bihalal dimulai oleh KGPAA Mangkunegara I (1725) nan dikenal juga dengan pangeran Sambernyawa. Kegiatan ini dilakukan buat tujuan diplomatis dan efektivitas waktu berkunjung dengan raja-raja, para punggawa dan prajurit sekaligus dalam satu momen setelah Sholat Ied. Hal tersebut kemudian diikuti banyak kelompok bahkan pesertanya pun bukan hanya masyarakat beragaman Islam tetapi juga nan non-muslim.

Halal bihalal menciptakan kerukunan jikalau benar-benar dimanfaatkan ketika kita hayati bermasyarakat. Karena manusia ialah mahkluk sosial nan aku konfiden dari agamanya masing-masing diperintahkan buat menjaga perdamaian dan kesatuan bersama dalam masyarakat.

Secara bahasa, kata halal bihalal juga tidak ditemukan dalam ita para ulama dan pun banyak penulis nan menyebutkan dengan bahagia hati bahwa halal bi halal adala hasil kreatifitas manusia Indonsia. Hal ini ungkin termasuk pribumisasi ajaran Islam dan ini bagus sebab menunjukkan Islam atau agama nan lainnya ialah agama nan dapat beradaptasi dan berorientasi rahmatan Lil 'alamin .

Kata halal bihalal merupakan kata beragam dari dua kata Bahasa Arab. Halal nan diapit dengan satu kata Bi . Meski pun kata ini berasal dari bahasa Arab namun bangsa Arab tidak mengenal konsep halal bihalal di Indonesia. Konsep Halal bihalal hanya ada di Indonesia dan ini mencerminkan bagaimana bangsa Indonesia tu seharusnya bersikap antar sesamanya bangsa Indonesia.



Halal Bihalal dan Diplomasi

Persoalan SARA masih sangat sering terjadi di Indonesia. Berbeda-beda Tunggal Ika sebagai landasan dalam berbangsa bagi masyarakat Indonesia hanya menjadi simbol tidak bermakna. Karena kehidupan majemuk kita dianggap sebagai dosa oleh beberapa kelompok.

Pemerintah nan terlihat diam saja menanggapi kekerasan nan mengaburkan arti dari Berbeda-beda Tunggal Ika itu tak tegas. Negara serasa seperti tidak peduli pada siapa orang tuanya. Maka dari itu, Halal bihalal nan kemudian mampu menyatukan masyarakat melalui politik meja makan. Bukan kepentingan politik individu, tetapi kepentingan politik buat membangun masyarakat nan adil dan sejahtera.

Jika mau ditilik dari definisi aslinya diplomasi bisa dikatakan sebagai seni, cara atau teknik atau taktik dalam menyampaikan kebijakan dengan orang lain nan berkepentingan. Hal ini tentunya terkait dengan politik ide, kita perlu diplomasi juga buat menyampaikan ide.

Sebagai contoh, kita mempunyai ide buat memperbaiki sistem resapan desa loka kita tinggal, maka kita dapat melemparkan ide itu pada saat berkumpul pada sat halal bihalal atau saat nan lain. Agar masyarakat lain tidak terkejut dengan ide nan tiba-tiba.

Konsep halal bihalal sendiri sangat baik dan dapat digunakan pada saat diluar acara keagamaan. Halal bihalal di sekolah biasa digunakan buat waktu bermaaf-maafan, tetapi jika di rumah bukan hanya bermaafan, tapi juga bersilaturahmi. Berbincang dan terkadang dipersilakan buat makan.

Hal ini juga dikarenakan perintah buat saling memaafkan dan berbuat baik kepada orang lain seharusnya tak semata-mata dilakukan saat Lebaran. Akan tetapi, harus berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari.

Halal bihalal nan merupakan tradisi khas rumpun bangsa tersebut merefleksikan bahwa Islam di negara-negara tersebut sejak awal ialah agama toleran nan mengedepankan pendekatan hayati rukun dengan semua agama. Disparitas agama bukanlah tanda buat saling memusuhi dan mencurigai, tetapi hanyalah sebagai wahana buat saling berlomba-lomba dalam kebajikan.

Berangkat dari makna halal-bihalal seperti tersebut di atas, pesan universal Islam buat selalu berbuat baik, memaafkan orang lain dan saling berbagi afeksi hendaknya tetap menjadi rona masyarakat Muslim Indonesia dan di berbagai rumpun manusia.

Paling tidak, ada dua makna nan bisa diungkapkan mengenai pengertian istilah tersebut nan ditinjau dari dua pandangan. Pertama, bertitik tolak dari pandangan hukum Islam dan kedua berpijak pada arti kebahasaan.

Menurut pandangan pertama – dari segi hukum – kata halal biasanya dihadapkan dengan kata haram. Haram ialah sesuatu nan terlarang sehingga pelanggarannya berakibat dosa dan mengundang siksa, demikian kata para ahli hukum.

Sementara, halal ialah sesuatu nan diperbolehkan sehingga tak mengundang dosa. Jika demikian, halal bihalal ialah menjadikan sikap kita terhadap pihak lain nan tadinya haram dan berakibat dosa, menjadi halal dengan jalan memohon maaf. Artinya, ada rekonsiliasi sebab ia membaca tulisanmu.

Pengertian seperti nan dikemukakan di atas pada hakekatnya belum menunjang tujuan keharmonisan interaksi sebab dalam bagian halal terdapat sesuatu nan dinamai makruh atau nan tak disenangi dan sebaiknya tak dikerjakan.

Pemutusan interaksi (suami istri, misalnya) merupakan sesuatu nan halal, tapi paling dibenci Tuhan. Atas dasar itu, ada baiknya makna halal bihalal tak dikaitkan dengan pengertian hukum.

Menurut pandangan kedua – dari segi bahasa – akar kata halal nan kemudian membentuk berbagai bentukan kata, mempunyai arti nan beraneka ragam, sinkron dengan bentuk dan rangkaian kata berikutnya. Makna-makna nan diciptakan oleh bentuk-bentuk tersebut, antara lain berarti “menyelesaikan problem”, “meluruskan benang kusut”, “melepaskan ikatan”, dan “mencairkan nan beku”.



Menyambung Silaturahmi

Halal bihalal ialah bentuk aktivitas nan mengantarkan para pelakunya buat meluruskan benang kusut, menghangatkan interaksi nan tadinya membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikatan nan membelenggu, serta menyelesaikan kesulitan dan problem nan menghadang terjalinnya keharmonisan hubungan.

Istilah dan tradisi halal bilhalal, menurut Ensiklopedi Islam ialah orisinil Indonesia nan tak diketahui siapa pencetusnya. Halal bilhalal mulai diselenggarakan dalam bentuk upacara sekitar akhir 1940-an dan mulai berkembang luas setelah 1950.

Kegiatan halal bilhalal sebenarnya tak berbeda dengan silaturahim. Yang membedakan, dalam halal bilhalal ada kewajiban buat saling maaf-memaafkan dan bersalaman dalam sebuah acara nan spesifik diselenggarakan acara amal.

Bisa saja interaksi nan keruh dan kusut tak ditimbulkan oleh sifat nan haram. Hal tersebut menjadi begitu sebab Anda lama tidak berkunjung kepada seseorang atau ada sikap adil nan Anda ambil namun menyakitkan orang lain, atau timbul keretakan interaksi dari kesalahpahaman dampak ucapan dan lirikan mata nan tak disengaja.

Semuanya itu, tak haram menurut pandangan hukum, namun perlu diselesaikan secara baik nan beku dihangatkan, nan kusut diluruskan, dan nan mengikat dilepaskan.

Itulah makna serta substansi halal bihalal atau jika istilah tersebut enggan Anda gunakan. Katakanlah bahwa itu merupakan hakekat Idul Fitri sehingga semakin banyak dan seringnya Anda mengulurkan tangan dan melapangkan dada dan semakin parah luka hati nan Anda obati dengan memaafkan, semakin dalam pula penghayatan dan pengamalan Anda terhadap hakekat halal bihalal.

Halal bihalal sangat baik dikenalkan sejak dini. Hal ini sebab dapat menumbuhkan rasa sosial anak secara tidak langsung. Anak akan tak canggung buat bersosialisasi antar warga masyarakat. Secara sosiologis hal ini mungkin dilakukan di Indonesia. Mengingat adat Norma di indonesia ialah komunal, kecuali di Jakarta.

Halal bihalal juga dijadikan ajang buat rekonsiliasi sehingga keharmonisan interaksi atas-bawah dan elite-masyarakat tetap terjaga bahkan diharapkan meningkat begitu pula kepentingan-kepentingan nan menempel di dalamnya. Hal ini, dalam batas-batas tertentu, merupakan sesuatu nan positif sebab menjaga keharmonisan akan berdampak pada kemashlahatan bawahan atau masyarakat luas.

Hal ini tentunya tidak ada rugi sebab akan bermanfaat buat penambahan ilmu kita. Seperti nan dikatakan Howardf Zinn, sejarah harus memberitahukan apa-apa nan tidak tertulis di buku sejarah anak SMA.

Seperti halnya Indonesia nan terdiri dari bersuku-suku harusnya manunggal mebangun Indonesia nan lebih baik. Berbeda-beda Tunggal Ika. Maka bagus sekali jika halal bihalal itu sebab kita sedang dalam ruang Pancasila nan hilang-timbul. Maka dari itu mari melakukan atau ikut halal bihalal buat mengakrabkan.