Poso Kini

Poso Kini

Bagaimanakah perasaan orang-orang nan tinggal di Poso saat ini? Gelisahkah atau biasa-biasa saja? Ada 200 ribuan jiwa menurut data kependudukan tahun 2009 nan tinggal di Poso. Dengan berbagai pemberitaan nan membuat ngeri oarng-orang di luar Poso, apakah kehidupan penduduknya cukup damai?

Entah apa nan sebenarnya dialami oleh orang-orang nan berada di Poso, nan niscaya nama salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah itu sekali lagi disebut-sebut. Bom nan minggu lalu ditemukan di Tuban di yakini mirip dengan bom Poso. Itu artinya bom nan sama pernah ada di kabupaten dengan luas sekira 7.897 km² tersebut.



Rangkaian Peristiwa Berdarah di Poso

Menyebut nama Poso seperti menyebut nama Afghanistan atau Palestina. Konflik seolah tidak pernah padam. Getaran konflik itu bagaikan bara dalam sekam. Membara dan siap membakar lagi. Konfrontasi seakan terus dipupuk. Awal meletusnya konfrontasi Poso ialah pada 1998.

Pada tahun ketika bangsa Indonesia masih pada termin pembenahan keamanan nasional setelah kasus kerusuhan besar nan membuat begitu banyak jiwa terluka hingga akhirnya melarikan diri ke luar negeri. Meletusnya kasus Poso ini menambah deret ukur korban melayang.

Bangsa Indonesia menjerit perih. Sesama anak bangsa saling membunuh. Mereka seakan lupa kalau mereka masih sedarah walaupun keyakinan berbeda.

Perjanjian demi perjanjianpun dibuat. Kesepakatan damai dengan dimotori oleh Jusuf Kalla dan berbagai elemen masyarakat nan dianggap mempunyai pengaruh termasuk tokoh agama dan masyarakat nan cukup terkenal, diturunkan. Semua itu dilakukan demi membuat kehidupan di Poso menjadi damai dan saling menghormati serta menghargai. Sebentar memang mereda, tapi bara kebencian masih ada.

Hanya dalam waktu 2 tahun, telah terjadi peristiwa Poso berdarah 3 kali - Desember 1998, April 2000, dan Mei 2000. Dari ketiga peristiwa nan merobek-robek jantung itu tercatat lebih dari 300 nyawa melayang, ratusan orang tidak diketahui nasibnya, dan 70.000-an jiwa mengungsi.

Seakan Poso bukan di Indonesia, sebuah negara nan dulunya begitu damai, tenang, dan tentram. Semua korban tersebut belum termasuk para wanita nan mengalami pelecehan seksual. Kekejaman seperti apa nan telah dipupuk sebelum meletusnya peristiwa memilukan tersebut sehingga orang-orang tega membunuh, menyiksa, dan memerkosa saudara sendiri.

Adalah sesuatu nan mustahil terjadi kalau sebelumnya tak ada upaya pemupukan kebencian dan dendam kesumat. Betapa naif dan teganya orang-orang nan dengan sadar membuat orang lain mampu menjadi mesin pembunuh, penyiksa, dan pemerkosa saudaranya. Estimasi bahwa peristiwa Poso ini diawali oleh konfrontasi bernuansa SARA, telah membuat hati masing-masing umat agama nan dianut oleh para korban, ikut bergetar dan ingin membantu atas nama jihad.

Kalaulah semua itu tidak dapat diredam, maka akan pecah pertempuran antar umat beragama nan pastinya takkan ada kesudahannya sebelum semua pihak berdamai dan bersepakat hayati berdampingan.

Poso tak sendirian. Maluku pun pernah berdarah. Semenjak era reformasi dicanangkan, bangsa ini bagai kuda lepas dari kandangnya. Semua orang merasa bebas. Semua orang merasa berhak melakukan apapun nan ingin mereka lakukan termasuk merusak dan memusuhi orang-orang nan dulunya ialah tetangga atau bahkan masih terhitung kerabat.

Tidak dapat dipahami apa nan dicari oleh orang-orang nan mengobarkan ‘perang saudara’ itu. Padahal tidak ada untung nan diraih dari peperangan apalagi dalam perang saudara.



Poso Terbelah

Poso tidak lagi tenang setelah terbelah menjadi dua kelompok nan merasa berhak menghabisi kelompok nan lainnya. Kelompok nan diberi nama kelompok putih dan kelompok merah ini mewakili masing-masing masyarakat nan menganut agama nan berbeda. Akar permasalahan nan hanya berupa disparitas pandangan telah membuat kedua kelompok memorak-porandakan kota Poso.

Untungnya pihak TNI bersikap netral dan berusaha mendamaikan dan menangkap semua pihak nan bersalah telah melakukan tindak kriminalitas. Tentu mereka tak dapat sewenang-wenang mengatasnamakan suatu agama buat menghalalkan semua tindakannya nan telah merugikan masyarakat nan tidak bersalah.

Tetapi ternyata dari peristiwa nan memilukan itu, masih saja ada sisa-sisa orang nan tetap tidak mau mengikuti kesepakatan damai nan telah dibuat. Oleh sebab itulah tak mengherankan kalau masih ada orang nan bergerilya dan tetap menempuh jalan nan menurutnya benar. Hati mereka masih sanggup membunuh atau paling tak menyakiti orang lain nan dianggapnya bersalah.

Bom Poso nan dikenal dengan nama Bobby trap bomb bertali nan sangat khas ternyata dipelajari oleh orang lain. Masih ada saja orang nan tertutup hatinya dan tega memancing di air keruh. Kebencian memang dapat membutakan mata hati. Teroris nan baru-baru ini ditangkap juga dikaitkan dengan salah satu kelompok nan ada di Poso.

Poso telah menjadi satu jaringan nan terkait dengan kelompok nan ada di Filipina Selatan, Malaysia, Aceh, Solo, Yogyakarta, dan Bandung. Peristiwa peledakan bom nan terjadi di Cirebon, juga dicurigai memiliki jaringan dengan kelompok Poso. Poso telah dianggap menjadi salah satu poros pemberontakan nan mengatasnamkan agama.

Peristiwa perampokan bank CIMB di Medan dan penangkapan serta penembakan orang-orang nan diduga teroris di Bali, mau tak mau membuka lembar hitam konfrontasi Poso . Luar biasa sekali gerakan orang-orang nan hidupnya ditujukan bagi penderitaan orang-orang nan tidak bersalah ini.



Poso Kini

Siapa nan tidak mau hayati tenang? Tanpa ketenangan, kemajuan takkan dapat diraih. Begitupun dengan orang-orang nan ada di Poso. Mereka berusaha berlapang dada dan memaafkan diri sendiri dan juga memaafkan orang lain. Bahkan peristiwa nan memilukan tersebut tak pernah diperingati sebagai bentuk benar-benar ingin mengubur kepiluan dan kealpaan masa lalu.

Pemerintah berusaha buat membantu masyarakat Poso. Berbagai program seperti pendirian rumah dan program pembangunan lainnya dibuat agar masyarakat Poso cepat bangkit. Namun seperti juga nan terjadi di loka lain, ketika uang nan dikucurkan cukup banyak, banyak pula orang nan berani ‘menyunat’ dan mengorupsi uang tersebut.

Mereka seolah tidak mampu memahami penderitaan rakyat. Salah satu direktur yayasan nan peduli dengan apa nan dialami oleh masyarakat Poso bahkan berani mengatakan bahwa uang nan dinikmati oleh pengungsi Poso mungkin tak lebih dari 35 persen saja. Sisanya dinikmati oleh orang-orang nan takberhati nurani.

Padahal pendidikan anak-anak Poso niscaya tertinggal. Tidak mungkin tidak, rasa takut dan keadaan nan mencekam tentunya membuat mereka tak dapat belajar dengan tenang. Ketertingggalan pendidikan ini akan mengurangi mutu dan kualitas pendidikan. Lalu apakah nan dapat dilakukan buat mengejar ketertinggalan tersebut?

Semua orang nan peduli berharap bahwa ada niat nan baik dari orang-orang nan terlibat dalam pembangunan kembali wilayah Poso. Tidak ada korupsi, tak ada pengambilan hak orang lain, tak ada lagi memanfaatkan keadaan buat kepentingan diri sendiri. Kalau saja semua orang berpikir seperti itu, sisa-sisa konflik Poso akan mudah ditata kembali.

Selanjutnya ialah pembersihan nama Poso dari hal-hal nan dikaitkan dengan terorisme, pemboman, pembunuhan, pemerkosaan, dan hal-hal lain menyangkut kriminalitas. Rakyat Poso rindu hayati damai berdampingan dengan siapa pun. Biarkan mereka menemukan hayati nan tidak dipenuhi dengan rasa takut lagi.