Pendekatan Metode Penelitian Sejarah

Pendekatan Metode Penelitian Sejarah

Metode penelitian sejarah , secara garis besar, meliputi proses pencarian dan pengumpulan sumber serta pengolahan data sehingga diperoleh fakta. Proses ini teraplikasikan dalam tahap-tahap eksklusif nan tercakup dalam metode sejarah, yaitu (1) heuristik, (2) kritik, (3) interpretasi, dan (4) historiografi atau penulisan sejarah.



Heuristik

Heuristik merupakan sebuah proses pencarian dan pengumpulan sumber nan berkaitan dengan sebuah objek penelitian. Menurut Louis Gottchalk ada dua hal krusial nan harus diperhatikan seorang peneliti pada termin heuristik ini, yaitu (1) pemilihan subjek; dan (2) informasi tentang subjek.

Proses pemilihan subjek mengacu pada empat pertanyaan pokok, yaitu di mana (aspek geografis), siapa (aspek biografis), kapan (aspek kronologis), dan bagaimana (aspek fungsional atau okupasional). Melalui empat pertanyaan pokok ini, penelitian sejarah akan lebih terfokus dan terarah.

Adapun informasi tentang subjek dapat didapatkan dari majemuk sumber, seperti sumber sezaman berupa arsip-arsip pemerintah, rekaman stenografis, laporan tahunan, warta surat kabar, surat-surat pribadi, jurnal, brosur, buku harian, memoar, otobiografi, folklor, dan sebagainya. Sumber-sumber ini bukan merupakan “barang jadi”, akan tetapi sebagai sumber informasi tentang subjek nan harus diuji kebenarannya.

Kritik

Sumber-sumber nan telah dikumpulkan tersebut -baik berupa sumber benda, sumber tertulis, maupun sumber lisan- kemudian diverifikasi atau diuji melalui serangkaian kritik, baik nan bersifat ekstern ataupun intern. Kritik ekstern dilakukan buat mengetahui sejauh mana keabsahan dan otentisitas sumber.

Peneliti bisa bertanya dan mengecek otentisitas sumber tersebut, semisal: mengecek tanggal penerbitan dokumen, mengecek bahan dokumen, semacam kertas dan tinta, apakah tampilannya selaras ataukah tak dengan waktu terjadinya peristiwa, memastikan apakah dokumen tersebut termasuk sumber orisinil atau turunan; semacam fotokopi atau salinan, dan memastikan apakah sumber tersebut masih utuh atau sudah berubah.

Adapun kritik intern diperlukan buat menilai taraf kelayakan atau dapat dipercaya sumber. Dapat dipercaya sumber biasanya mengacu pada kemampuan sumber buat mengungkapkan kebenaran suatu peristiwa sejarah.

Kemampuan sumber meliputi kompetensi, kedekatan atau kehadiran si sumber dengan peristiwa sejarah. Sedangkan kejujuran sumber berkaitan dengan taraf subjektivitas, kepentingan, dan mau tidaknya sumber mengungkapkan kebenaran.

Kritik ekstern atau kritik terhadap keaslian sumber sejarah, diantaranya bisa dilakukan dengan berdasarkan kepada tipologi seperti menentukan usia berdasarkan tipe dari benda budaya, stratifikasi seperti menentukan umur relative suatu benda berdasarkan pada lapisan tanah dimana benda budaya tersebut ditemukan, kimiawi seperti menentukan ketuaan benda berdasarkan pada unsur kimia nan terkandung.

Kritik eksternal dalam metode penelitian sejarah ialah kritik nan ingin melihat keaslian atau orsinalitas dari sumber. Jadi, kritik ini lebih bersifat fisik, bukan isi dari sumber tersebut. Kalau kita menemukan sumber tertulis, kritik eksternal nan kita lakukan ialah melihat jenis kertasnya, jenis tulisannya, jenis hurufnya. Dalam kritik eksternal dibutuhkan pula pengetahuan-pengetahuan nan bersifat generik dalam konteks zaman.

Kritik eksternal bertugas menjawab tiga pertanyaan mengenai sesuatu sumber: Apakah sumber itu memang sumber nan kita kehendaki? Apakah sumber itu orisinil atau turunan? Apakah sumber itu utuh atau telah diubah-ubah? Pertanyaan-pertanyaan mempersoalkan otentik tidaknya atau sejati tidaknya sesuatu sumber. Jika diungkapkan secara negatif pertanyaan akan berbunyi apakah sumber itu palsu?



Interpretasi

Tahap selanjutnya dalam metode penelitian sejarah ialah interpretasi, yaitu berupa analisis (menguraikan) dan buatan (menyatukan) fakta-fakta sejarah. Hal ini dilakukan agar fakta-fakta nan tampaknya terlepas antara satu sama lain dapat menjadi satu interaksi nan saling berkaitan. Dengan demikian, interpretasi bisa dikatakan sebagai proses memaknai fakta-fakta sejarah.

Dalam melakukan interpretasi kita harus memiliki keterampilan dalam membaca sumber. Keterampilan nan dimaksud ini dapat berupa keterampilan dalam menfsirkan bahasa nan digunakan oleh sumber nan ditemukan, terutama ntuk sumber-sumber tertulis. Apalagi bahasa-bahasa nan lama, struktur kalimatnya akan berbeda dengan struktur kalimat bahasa nan sekarang.

Interpretasi juga bisa dimaknai sebagai langkah nan kita lakukan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari topik nan kita teliti. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian, maka kita mencoba menguraikan data-data atau sumber-sumber nan sudah kita pilih atau seleksi. Dengan tema ini maka kita akan menguraikan berbagai sumber nan menunjukkan adanya perubahan sosial.

Sumber-sumber atau data-data nan diuraikan, misalnya adanya laporan tentang jumlah orang-orang nan sekolah, jenis-jenis pekerjaan penduduk dan jumlah pendapatannya, adanya catatan tentang transaksi pembelian hasil-hasil pertanian oleh petani dengan pedagang nan berasal dari kota, catatan kedap di desa dan kecamatan tentang penyuluhan pertanian nan akan dilakukan oleh petugas pertanian kepada petani di desa, dan laporan dari desa tentang program pengembangan pertanian.

Historiografi

Setelah melakukan proses analisis dan sintesis, proses kerja mencapai termin akhir yaitu historiografi atau penulisan sejarah. Proses penulisan dilakukan agar fakta-fakta nan sebelumnya terlepas satu sama lain bisa disatukan sehingga menjadi satu perpaduan nan logis dan sistematis dalam bentuk narasi kronologis.



Pendekatan Metode Penelitian Sejarah

Pendekatan metode penelitian sejarah menjelaskan dari segi mana kajian sejarah hendak dilakukan, dimensi mana nan diperhatikan, unsur-unsur mana nan diungkapkannya, dan lain sebagainya.

Deskripsi dan rekonstruksi nan diperoleh akan banyak ditentukan oleh jenis pendekatan nan dipergunakan. Oleh karena itu ilmu sejarah tak segan-segan melintasi serta menggunakan berbagai bidang disiplin atau ilmu buat menunjang studi dan penelitiannya, nan di dalam ilmu sejarah sudah sejak awal telah dikenalnya dan disebut sebagai ilmu-ilmu bantu sejarah.

1. Pendekatan Manusia

Metode penelitian sejarah selalu berarti penelitian tentang sejarah manusia. Fungsi dan tugas penelitian sejarah adalah buat merekonstruksi sejarah masa lampau manusia sebagaimana adanya. Harus disadari sepenuhnya bahwa betapapun cermatnya suatu penelitian sejarah, dengan tugas rekonstruksi semacam itu seorang sejarawan akan masih tetap menghadapi sejumlah problem nan tak mudah.

Dengan memberikan aksentuasi ”sejarah manusia” buat mengingatkan bahwa penelitian dan rekonstruksi sejarah hendaknya lebih berperspektif pada konsep manusia seutuhnya. Manusia ialah makhluk rohani dan jasmani. Rohani dengan manifestasinya dalam bentuk akal, rasa, dan kehendak, nan menjadi sumber eksistensi kemanusiaannya, namun eksistensi hanya konkret dalam empiris di dalam alam jasmani.

Perkembangan rohani manusia menjadi nampak dalam wadah agama, kebudayaan, peradaban, ilmu pengetahuan, seni dan teknologi. Manusia juga beraspek individu sekaligus sosial, unik (partikular) sekaligus generik (general). Keduanya sekaligus merupakan keutuhan (integritas), kesatuan (entitas), dan holistik (totalitas). Rekonstruksi sejarah pun hendaknya utuh dan menyeluruh.

2. Pendekatan Ilmu-Ilmu Sosial

Melalui pendekatan ilmu-ilmu sosial dimungkinkan ilmu sejarah memperoleh pemahaman nan lebih utuh mengenai makna-makna peristiwa sejarah. Thomas C. Cochran, misalnya, telah menerapkan konsep peranan sosial (social role) dalam melaksanakan eksplorasi dan eksplanasi mengenai berbagai sikap, motivasi serta peranan tokoh masyarakat Amerika pada Abad XIX. Konsep gerak sosial (social mobility) telah membuktikan sangat berguna dalam studi berbagai segi masyarakat masa lampau.

  1. Pendekatan Sosiologi. Pendekatan sosiologi dalam ilmu sejarah, menurut Max Weber, dimaksudkan sebagai upaya pemahanan interpretatif dalam kerangka memberikan klarifikasi (eksplanasi) kausal terhadap perilaku-perilaku sosial dalam sejarah. Sejauh ini perilaku-perilaku sosial tersebut lebih dilekatkan pada makna subjektif dari seorang individu (pemimpin atau tokoh), dan bukannya konduite massa.
  1. Pendekatan Antropologi. Antropologi dan sejarah pada hakikatnya memiliki objek kajian nan sama, adalah manusia dan pelbagai dimensi kehidupannya. Hanya bedanya sejarah lebih membatasi diri kajiannya pada peristiwa-peristiwa masa lampau, sedang antropologi lebih tertuju pada unsur-unsur kebudayaannya. Kedua disiplin ilmu itu bisa dikatakan hampir tumpang tindih, sehingga seorang antropolog terkemuka, Evans-Pritchard, menyatakan bahwa ”Antropologi ialah Sejarah”.
  1. Pendekatan Ilmu Politik. Pengertian politik bisa bermacam-macam sinkron dari sudut mana memandangnya. Namun pada umumnya definisi politik menyangkut kegiatan nan berhubungan dengan negara dan pemerintahan. Fokus perhatian ilmu politik, karenanya, lebih tertuju pada gejala-gejala masyarakat seperti pengaruh dan kekuasaan, kepentingan dan partai politik, keputusan dan kebijakan, konflik dan konsesnsus, masa dan pemilih, budaya politik, pengenalan politik, masa dan pemilih, dan lain sebagainya.

3. Pendekatan Psikologi dan Psikoanalisis

Dengan menggunakan pendekatan psikologi dan psikoanalis studi sejarah tak saja sekedar mampu mengungkap gejala-gejala di permukaan saja, namun lebih jauh mampu menembus memasuki ke dalam kehidupan kejiwaan, sehingga bisa dengan lebih baik buat memahami konduite manusia dan masyarakatnya di masa lampau.

4. Pendekatan Kuantitatif

Pendekatan kuantitatif ialah upaya buat mendeskripsikan gejala-gejala alam dan sosial dengan menggunakan angka-angka. Quantum, quantitas dalam bahasa Latin berarti jumlah. Pendekatan kuantitatif mempersyaratkan adanya pengukuran terhadap strata ciri-ciri eksklusif dari suatu gejala nan diamati. Pengamatan kuantitatif berupaya menemukan cirri-ciri tersebut, buat kemudian diukur berdasarkan kriteria-kriteria pengukuran nan telah ditentukan.