Kesabaran Bukan Bentuk Kelemahan

Kesabaran Bukan Bentuk Kelemahan

Tidak sporadis terdengar bahwa kesabaran itu ada batasnya. Perkataan ini menjadi satu tameng nan membuat orang menjadi merasa tak masalah buat marah dengan emosi nan meledak-ledak. Padahal sesungguhnya kalau kesabaran itu berbatas, seharusnya, manusia pilihan itu akan terlihat banyak marahnya. Padahal manusia pilihan seperti Rasulullah tak mempunyai batas dalam bersabar. Marah itu bukan emosi dasar manusia .



Marah dari Setan

Jika manusia marah, emosi itu datangnya dari setan. Oleh sebab itulah ketika emosi telah meradang, Rasulullah menganjurkan orang nan emosi sedang berdiri buat duduk. Kalau marah sedang duduk, hendaknya ia berbaring. Kemarahan nan membara harus disiram dengan air wudhu. Kalau kemarahan itu berlangsung lama, kemarahan akan membuat fisik menjadi sakit. Organ hati menjadi salah satu nan paling menderita.

Darah menjadi mengental hingga pasokan darah segar ke jantung dan otak pun menjadi terganggu. Jantung berdebar kencang dan otak pun tidak mampu berfungsi dengan baik sehingga kepala menjadi terasa sangat berat. Bila tak diatasi dengan teknik pernapasan dan meminum banyak air serta berusaha mengalihkan pikiran kepada hal-hal nan lebih menyenangkan, orang tersebut dapat saja terkena stroke atau minimal pingsan.

Vertigo pun dapat menjadi penyakit harian nan sering datang tanpa diundang. Diri menjadi merasa paling baik sehingga mempunyai hak buat marah kepada orang lain. Padahal Allah Swt saja memberikan toleransi dan waktu buat bertaubat bagi hamba-hambanya nan bersalah. Orang membangkang atas perintahnya tak langsung diadili dan diberi hukuman. Allah Swt nan Maha Pengampun itu tak pernah mengingkari janjinya.

Buktinya seorang Ustadz Jeffrey Al-Buchori nan masa mudanya sangat kelam pun diberi pintu taubat nan sangat luas sehingga kematiannya menjadi satu pelajaran nan luar biasa bagi orang-orang nan berpikir. Tidak boleh menghakimi orang lain nan sedang berada dalam kesesatan. Tidak ada agunan orang nan baik sekarang ini akan tetap baik besok.

Godaan begitu besar. Tidak sedikit diketahui orang nan baik itu di masa tuanya malah masuk penjara gara-gara terlibat kasus korupsi. Tetap menjadi baik ialah satu pilihan nan absolut dilakukan. Tentunya tanpa menghakimi orang lain. Menghentikan kemaksiatan itu tak dengan kemarahan nan membabi buta seperti nan sering diperlihatkan oleh orang-orang nan merasa harus melakukannya. Nyatanya, mereka nan dimarahi itu tetap saja melakukan kemaksiatannya.

Manusia hanya dapat menyampaikan kebaikan. Hidayah itu bukan urusan manusia. Tidak sporadis juga Allah Swt mengambil nyawa orang nan masih muda demi menjaga orang lain dari kejahatan nan mungkin akan dilakukan oleh orang muda itu. Allah Swt juga mengambil nyawa orang muda nan baik agar orang muda itu tak terjerumus ke dalam kenistaan nan lebih parah. Semua itu ialah pelajaran nan membuat orang nan berpikir buat terus mencari ilmu agar tak merasa dirinya lebih baik.

Ketika tak merasa lebih baik, kemarahan itu mudah reda. Bayangkan kalau guru mudah marah. Apa nan akan terjadi pada murid-muridnya? Bila kemarahan itu tak pada tempatnya dan dipertontonkan setiap hari, pada suatu saat anak-anak akan memberontak. Tidak ada kebaikan dalam kemarahan nan meledak-ledak. Marah itu boleh tetapi dengan cara nan sopan dan tak menimbulkan anarkisme baru.

Anak-anak nan dididik dengan kemarahan akan tumbuh menjadi jiwa nan mudah tersulut. Seolah tak ada pemecahan nan lebih baik daripada dengan jalan marah. Sebaliknya, anak-anak nan tumbuh dalam kelembutan akan menjadi jiwa nan kuat sebab ia pandai menyimpan amarahnya. Pemimpin nan baik itu ialah pemimpin nan tahu bagaimana mengendalikan emosinya.

Umar bin Khattab terkenal dengan emosinya nan besar. Tetapi ia mampu mengendalikannya ketika sinar Islam telah masuk ke dalam hatinya. Jangan heran kalau hanya dengan menggores sebuah tulang lalu diberikan kepada salah satu gubernurnya, sang gubernur langsung paham dan sadar dari perbuatannya nan salah.

Saat Rasulullah wafat, Umar marah. Ia bahkan mengancam orang-orang nan mengatakan kalau Rasulullah telah tiada. Ini ialah ungkap kesedihan nan mendalam nan dirasakannya ketika orang nan ia sangat cintai itu menghadap Sang Pencipta. Tetapi Umar bin Khattab langsung sadar ketika sahabatnya Abu Bakar as-Siddiq mengatakan bahwa Rasulullah itu hanya manusia biasa nan niscaya mati. Hanya Allah Swt nan tak mati. Emosi Umar pun reda.

Bahwa setan itu tak akan pernah berhenti menggoda manusia agar berongsang ialah satu hal nan harus dipahami dengan baik. Untuk itulah nafsu setan berupa marah ini harus dibasmi. Tidak mudah memang buat selalu ingat dan berusaha sabar . Saling mengingatkan dan saling menenangkan ialah langkah nan baik nan sine qua non di setiap lingkungan.



Kesabaran Bukan Bentuk Kelemahan

Orang nan sabar itu bukannya orang nan tak pernah marah. Rasulullah pun marah terhadap kemaksiatan. Tetapi cara marahnya memang berbeda. Sabar itu banyak contohnya. Sabar terhadap godaan setan ialah bentuk nan sangat sulit dilakukan. Bagaimana tak kalau manusia merasa tak berdosa ketika ia lebih banyak berkutik dengan ponselnya daripada berzikir. Banyak nan tak sabar ketika membaca wirid nan panjang.

Lebih tak sabar lagi ketika imam membaca surat nan sedikit panjang. Tidak sabar juga menahan kantuk dan berwudhu buat sholat tahajjud. Malahan semakin tak sabar melakukan zina dengan lebih sering bersama versus jenis. Tidak sabar menanti hari pernikahan sehingga telah berbuat sesuatu nan tak boleh dilakukan. Tidak sabar menjadikan manusia tenggelam dalam dosa besar. Padahal niscaya ada solusi dari segala macam masalah.

Ketidaksabaran terkadang membuat semua orang berdosa terutama orangtua nan membiarkan anak-anak mereka nan belum absah dan halal itu selalu bersama. Padahal, hal tersebut dapat dicegah dengan sebuah nasihat dan contoh nan baik. Tunjukkan afeksi Anda sebagai orangtua, tuntun anak-anak ke jalan nan baik. Bukan malah mendidiknya dengan cara nan

Sering kali emosi sesaat malah menimbulkan penyesalan nan tiada berbatas. Kalau waktu nan diberikan oleh Tuhan dimanfaatkan buat bertaubat, tak masalah. Tetapi terkadang manusia justru lupa dan terus melakukan maksiat. Kalaupun maksiat itu tak ditunjukan kepada banyak orang, Allah Swt niscaya tahu. Lalu kalau sudah seperti ini, pelajaran apa nan dapat diambil.

Bersabar itu bukan bentuk kelemahan dan menghindar dari masalah. Manusia nan terzalimi boleh saja membalas nan telah dilakukan oleh orang lain. Namun kalau jalan sabar nan dipilih, surga ialah loka nan paling tepat baginya. Bersama dengan orang-orang nan sabar itu akan meningkatkan grafik kesabaran. Sebaliknya kalau berada bersama orang-orang nan lebih memilih kemarahan sebagai jalur pemecahan masalah, maka grafik kemarahan akan meningkat pula.

Agar marah tak menjadi emosi dasar manusia nan ditonjolkan, temanilah orang-orang nan menghindari kemarahan. Pengaruh mereka akan sangat kuat. Pengaruh inilah nan akan membentuk karakter nan baik dalam mengatasi rasa marah.