Sempat Bangkit

Sempat Bangkit

Setiap kehidupan itu mempunyai tahapan-tahapan nan harus dilalui. Begitupun dengan jenis musik dan lagu. Seorang anak usia lima tahun, akan sulit mencerna lagu nan bukan buat dirinya. Lagu nan penuh dengan kisah perjalanan cinta dan lagu nan bermakna sangat jauh dari syairnya, niscaya tak mampu dipahami dengan baik oleh anak tersebut. Anak usia lima tahun itu membutuhkan lagu nan singkat nan tak panjang dan tak mempunyai pemaknaan nan terlalu rumit. Sayangnya, lagu seperti ini telah begitu lama tak tercipta lagi di bumi nusantara ini. Dengan kata lain, lagu anak anak Indonesia kini makin sulit dijumpai. Akibatnya, anak-anak Indonesia menjadi kehilangan khasanah lagu-lagu nan sinkron dengan perkembangan usia mereka. Jika pun ada lagu anak nan masih diperdengarkan, lagu tersebut merupakan produksi beberapa tahun nan silam atau juga merupakan lagu wajib anak, seperti balonku atau pelangi.



Keterpaksaan Zaman

Saat seorang anak harus menyanyikan satu lagu nan tak cocok dengan perkembangan otaknya, anak tersebut seolah masuk ke dalam keterpaksaan zaman nan membuatnya tidak berdaya. Keterpaksaan zaman itu seolah menuntutnya menjadi cepat dewasa dan terpaksa mencoba memahami keadaan lingkungan di sekitarnya. Apa nan dirasakannya mungkin tak aneh baginya. Tetapi bagi orang dewasa nan peduli dengan anak tersebut, kondisi itu niscaya akan sangat memprihatinkan. Begitu miris menyaksikan anak-anak nan masuk dalam perangkap keterpaksaan zaman.

Akibatnya, pada saat ini bukan hal aneh lagi jika kita melihat seorang anak kecil nan hafal lagu-lagu bertema percintaan atau patah hati nan dinyanyikan oleh grup band tertentu. Hal ini tak sepenuhnya merupakan kesalahan sang anak sebab menyukai lagu nan sebenarnya bukan buat konsumsi mereka. Ini terjadi karena jumlah lagu anak anak Indonesia memang sangat sedikit dan sulit buat dijumpai.

Keterpaksaan zaman itu telah membuat anak-anak memilih lagu dengan musik nan enak didengar. Ketika mereka mencoba menyanyikan lagu dewasa itu, tanpa disadari niscaya ada satu pemberontakan sebab memang apa nan digambarkan dalam lagu itu belum pernah mereka alami. Pada saat mereka memasuki zona keterpaksaan zaman itu, mereka berusaha beradaptasi seadanya. Mereka akhirnya tumbuh menjadi pribadi nan mudah galau dan mencoba ingin mengalami apa nan digambarkan dalam lagu itu. Tidak heran kalau melihat anak kecil telah mengenal cinta dan gaya bercintanya tak jauh berbeda dengan gaya bercinta orang dewasa.

Keterpaksaan zaman ini akan sangat berdampak pada perkembangan psikologis anak. Cara berpikir dan cara menganalisa keadaan juga akan membuat anak menjadi seolah berkembang sebelum waktunya. Bila secara kejiwaan anak tak sanggup, maka rasa patah hati nan dirasakannya akan terasa bagai tusukan pedang bermata seribu. Ia akan merasa cepat putus harapan dan seolah setiap masalah tidak ada solusi cepat nan dapat dilakukan. Para orangtua dan orang-orang nan mempunyai kepedulian mengenai hal ini harus bergerak cepat dan mengantisipasi keadaan terburuk nan mungkin dapat saja terjadi.



Sempat Bangkit

Pada era tahun 90an, sangat banyak seniman cilik nan melantunkan lagu anak-anak Indonesia. Sebut saja misalnya Melissa nan terkenal dengan lagu Abang Tukang Bakso, Bondan Prakoso lewat Si Lumba-Lumba, atau juga Joshua Herman nan melejitkan lagu Diobok-obok. Pada masa-masa tersebut, justru banyak orang dewasa nan juga ikut hafal lirik lagu-lagu tersebut buat menemai anak-anak bernyanyi.

Anak-anak Indonesia seolah menemukan surganya. Mereka tumbuh dengan tatanan nan sinkron dengan perkembangan jiwanya. Setelah era penyanyi cilik itu, bangsa ini seolah kehilangan arah. Para orangtua juga tak terlihat risi dengan banyaknya lagu dewasa nan dinyanyikan oleh anak-anak. Sepertinya hanya orang-orang eksklusif nan peduli. Buktinya ialah para orangtua tak keberatan anak-anaknya menyanyikan lagu-lagu nan tak sinkron dengan usia sang anak tersebut.

Pada saat acara Idola Cilik nan disiarkan oleh RCTI, para penyanyi muda belia itu dengan fasihnya menyanyikan lagu-lagu nan bukan buat konsumsi mereka. Bahkan pihak panitia memberikan kesempatan kepada beberapa penyanyi cilik buat berduet dengan penyanyi lagu nan sebenarnya.

Sudah barang niscaya bahwa anak-anak itu sekali lagi dipaksa masuk ke dalam zona keterpaksaan. Tepuk tangan nan gemuruh nan menandakan betapa baiknya penampilan sang anak malah semakin membuat anak merasa tak terpaksa memasuki satu zona nan bukan miliknya.

Akibatnya ialah saat para idola cilik itu tampil di atas anjung dan membawakan lagunya sendiri, lagu nan mereka dendangkan tak jauh dari tema cinta dan rasa suka terhadap versus jenis. Tidakkah anak-anak itu masih terlalu muda buat bercinta? Global memaksa mereka buat dapat merasakan cinta monyet dalam usia nan jauh lebih muda dibandingkan dengan orangtua mereka dahulu. Sungguh sesuatu nan harus diwaspadai. Jangan sampai anak-anak tumbuh terlalu cepat dalam global cinta tetapi mereka tak tumbuh cepat global ilmu nan seharusnya masih harus mereka selami.

Penyebab Minimnya Lagu Anak Anak Indonesia

Di tengah pergeseran budaya dan teknologi kini makin sulit menemukan lagu nan spesifik buat anak-anak Indonesia. Di pentas musik tanah air, lagu anak-anak ini semkain tidak berdaya saja. Banyak faktor nan menyebabkan kenyataan tersebut terjadi. Faktor itu disebabkan pula oleh beberapa pihak, nan memang saling memiliki keterkaitan dalam proses terciptanya lagu buat anak anak Indonesia tersebut.

Beberapa penyebab minimnya lagu buat anak anak Indonesia di antaranya ialah bergesernya pola minat anak dan orangtua. Pada saat ini, seorang anak lebih diarahkan orangtuanya buat mendalami seni akting dan peran. Hal tersebut sebab terinspirasi dari kesuksesan beberapa seniman cilik seperti Baim, si kembar Nakula Sadewa atau juga Marshanda nan mengawali karir menjadi seniman cilik di salah satu sinetron. Kesuksesan para penyanyi cilik itu tentu saja mendatangkan laba finansial nan tak sedikit.

Ternyata faktor nan terkait dengan uang ini sangat mempengaruhi keadaan dan cara pandang seseorang terhadap global pada umumnya. Keengganan para produser dalam memproduksi lagu anak-anak menuntut para pencipta lagu buat tak fokus pada pembuatan lagu anak-anak ini. Hal ini terkait dengan minimnya pemasukan nan dapat didapatkan, dibandingkan dengan jika mereka memproduksi lagu-lagu buat orang dewasa.

Makin sedikitnya para pencipta lagu anak-anak nan produktif juga mempengaruhi keberadaan lagu anak-anak itu sendiri. Tidak mudah buat menciptakan lagu anak-anak. Perhatian nan mendalam terhadap global anak-anak dan pengetahuan tentang anak-anak termasuk psikologi anak-anak juga sangat berpengaruh terhadap lirik lagu nan akan tercipta. Misalnya, Kak Nunu nan berusaha menciptakan satu lagu anak-anak, tetapi ternyata lagu tersebut menuai protes hingga Kak Nunu harus berhadapan dengan kritik pedas dan harus juga menghadap Menteri Pemberdayaan Wanita.

Tidak mudahnya menciptakan satu lagu buat anak nan sangat mengena dengan global anak kadang membuat para pencipta lagu putus harapan dan berhenti buat menciptakan lagu anak. Memang sangat mudah buat membuat lagu nan bertema cinta dan kasih sayang. Lirik nan tercipta terasa mengalir begitu saja. Belum lagi lagu itu akan disukai oleh banyak orang dalam waktu nan singkat. Walaupun jangka waktu satu lagu populer itu tak lama, laba nan didapatkan cukup lumayan.

Kurang kooperatifnya media massa khususnya media eletronik dalam memberikan porsi tayangan buat lagu anak-anak di Indonesia memegang peranan yag tak sedikit dalam memperkenalkan lagu anak ini. Mereka lebih memilih menayangkan sinetron atau sajian musik orang dewasa nan dianggap dapat berpotensi mendulang pemasukan dari iklan. Tidak dapat diabaikan bahwa faktor ekonomi sangat menentukan arah kehidupan termasuk jenis musik nan seharusnya dipopulerkan. Inilah global kapitalisme nan lebih sering memasukkan manusia ke dalam zona keterpakasaan zaman.

Keengganan dari para orangtua buat memberikan lagu anak-anak saat di rumah. Sehingga, anak-anak tak akrab dengan lagu buat mereka dan lebih hafal lagu-lagu nan ditujukan bagi orang nan lebih dewasa. Lingkungan sangat berperan krusial dalam setiap apa nan akan disenangi atau apa nan tak akan disenangi. Kalau memang orangtua berharap anak-anaknya menyukai lagu anak-anak, maka orangtua harus berjuang buat membuat anak-anaknya menyenangi lagu itu dengan cara memperkenalkan dan mengajaknya bernyanyi bersama. Kalau anak-anak telah mengenal dan mempelajari serta sering mendendangkan lagu anak-anak Indonesia, hingga dewasa pun ia akan tahu lagu itu dan mungkin akan memperkenalkan lagu tersebut kepada anak-anaknya kelak.