Mewacana Globalisasi Politik

Mewacana Globalisasi Politik

Globalisasi Politik , sinkron namanya, ialah istilah nan sangat erat kaitannya dengan kiprah dalam perpolitikan pada sebuah negara. Pada masalah globalisasi politik, globalisasi ialah tema primer dan pembahasan besar-besaran sebab pada dasarnya politik hanya menjadi bagian dari akibat dalam globalisasi, sebagaimana juga terjadi globalisasi pada bidang lain semisal ekonomi, sosial, dan juga budaya.

Sebelum memahami dengan rinci apa dan bagaimana sebenarnya nan dimaksud dengan istilah globalisasi politik, alangkah eloknya jika kita menyamakan pandangan dan pemahaman terhadap globalisasi itu sendiri.



Perbincangan Globalisasi Politik

Nah, membicarakan globlisasi ialah juga membicarakan sesuatu nan bersifat sangat luas. Kata ini sangat santer sekali dibicarakan. Paling tidak, antara 5 tahun ke belakang, kata globalisasi sangat banyak kita jumpai. Tentunya juga dengan pemahaman nan tak seragam.

Pada akhirnya, pemahaman perihal globalisasi ialah pemahaman di mana kita sama-sama sepakat kalau keberadaan kita di muka bumi ini, satu dengan nan lainnya ialah satu kesatuan komunitas nan tak dapat dipisahkan begitu saja. Apa nan terjadi di Indonesia, pada akhirnya juga dapat berpengeruh pada belahan global lain di sana.

Begitu pula sebaliknya. Kita hayati menggelobal, kait mengait menjadi satu. Wajar jika kemudian konsep kebersamaan selalu diusung meskipun pada akhirnya tak semuanya selalu full patuh pada kesepakatan bersama.

Pada ranah definisi, sosok Waters (1995) telah mengatakan kepada kita bahwa globalisasi ialah sebuah proses sosial nan di dalamnya terdapat perlawanan-perlawanan nan bersifat geografis, terlebih pada persoalan kemunduran pada bidang sosial dan juga pada bidang kebudayaan.

Selanjutnya kita sama-sama menyadari bahwa pada teorinya, globalisasi ditempatkan pada posisi kehadiran proses pembangunan nan massif dalam bidang ilmu sosial. Sementara pada persoalan industrial, maka ini juga membawa andil cukup besar dalam hal perbincangan globalisasi.

Maka, sekali lagi, sebelum mengerucut pada persoalan globalisasi politik, kita sama-sama sadar bahwa cakupan globalisasi amatlah meluas dan mengepung ragam aspek dasar kehidupan manusia; budaya, ekonomi, dan sosial, sebagaimana telah disinggung di awal.

Dengan kata lain, jika merujuk pada konsepnya, maka globalisasi identik dengan modernisasi sebagai manifestasi dari penyebaran budaya sehingga benang merahnya yaitu globalisasi ialah pembangunan. Persoalan bangunan itu baik atau malah merusak, maka itu ialah kajian selanjutnya. Yang jelas hari ini kita bertanya, apakah sahih globalisasi politik memiliki akibat nan sehat bagi negara-negara ketiga, di mana Indonesia terkurung di dalamnya? Mari sama kita bahas.



Mewacana Globalisasi Politik

Saatnya kita membicarakan persoalan globalisasi politik nan sudah santer saat ini. Nampaknya, alangkah lebih menarik jika kita melihat apa nan ditelah dilakukan oleh Daniel Bell (1995) dalam analisisnya nan menarik terkait masalah ini dalam buku Globalization . Di sana, ia mengatakan dengan memukau, bahwa seuah negara menjadi sangat kecil buat masalah kehidupan nan besar dan pada kondisi lain menjadi terlalu besar buat masalah kehidupan nan kecil.

Sementara Malcom menyebut bahwa setidaknya ada lima dasar nan dapat menjadi pembahasan seputar globalisasi politik ini, nan meliputi kedaultan negara, dalam hal proses penyelesain masalah, keberadaan organisasi-organisasi intrenasional, suasana interaksi internasional, dan juga masalah budaya politik.

Nah, kesemuanya ini memang memiliki nilai baik dalam kehidupan globalisasi politik sebab dengan begitu, rasa kebersamaan akan sepenanggungan akan terasa sekali. Namun, apakah sahih kemudian jika dipahami bahwa globalisasi politik tak memiliki akibat nan rentan membawa masalah tersendiri bagi bangsa lain, teruma sekali bangsa nan masih dalam termin berkembang sebagaimana nan terjadi di Indonesia ini?

Hal nan paling menonjol dari keberaaan akibat tak sehat globalisasi politik ialah terjadinya disetisasi pada sebuah negara atau dengan bahasa sederhanaya ialah terjadinya pelemahan pada suatu negara, terutama negara-negara kecil dan berkembang.

Pada kondisi lain, nan terjadi kemudian pendukung negara nan berkelompok-kelompok mulai merapatkan diri buat melokalkan dirinya. Dengan demikian, pada termin ekstrem, globalisasi politik menjadikan masalah-masalah nan semula dianggap masalah sepele dan menjadi isu lokal, dengan sendirinya menjadi isu bersama. Menjadi isu nan mengglobal. Ini sangat rentan sekali membawa masalah dalam internal sebuah negara.

Dengan kata lain, globalisasi politik menjadikan para tetangga dalam sebuah kampung bernama dunia, bebas masuk memeriksa apa nan terjadi di dalam rumah kita. Bahkan dapat saja masuk kamar nan bersifat sangat privasi.

Sebagaimana kita tahu bahwa keberadaan wikileaks telah membuktikan bahwa globalisasi politik telah menyelusup terlalu dalam sehingga kemudian banyak menimbulkan ketidakharmonisan dalam bertetangga. Siapa nan bahagia jika urusan negaranya diintervensi oleh negara lain? Bukankah kita sama-sama menolak hal tersebut?

Nah, inilah nan terjadi jika kemudian globalisasi politik mencoba diterapkan pada negara-negara lemah. Lemah di segala lini pemerintah dan bidang-bidang penopang lainnya. Ini sungguh ironis, bukan?

Globalisasi politik menjadi semacam pisau bermata dua, nan satu dapat menebas musuh dan sisi lainnya menebas leher kita sendiri. Hak setiap negara buat menyelenggarakan hak absolute dalam menentukan otonom negaranya masing-masing, oleh globalisasi politik menjadi semakin tak karuan jika tak disikapi dengan baik.

Hal nan lebih ironis terkait keberadaan globalisasi politik ini, terkesan jika kemudian negera ketiga dianggap tak bijak dalam mengelola alamnya, negara-negara besar dengan sendirinya empati kecemasan yang