Konsep Trias Politica Montesquieu

Konsep Trias Politica Montesquieu

Teori mengenai pemerintahan dan pembagian kekuasan negara memang bukan sebuah teori baru. Tercatat beberapa ilmuwan masa lalu telah mengeluarkan teori-teori kekuasaan nan pada intinya pemegang kekuasaan suatu negara tak boleh dipegang oleh satu pihak saja.

Jimly Asshidiqie, mantan Ketua MK, memberikan alasan logis terkait pembagian kekuasaan ini. Menurutnya, pembagian kekuasaan dimaksudkan supaya terjadi check and balance antarlembaga kekuasaan negara.

Pembagian kekuasaan tersebut tak terjadi jika monarki dipilih sebagai bentuk pemerintahan. Sistem pemerintahan monarki menonjolkan aspek kekuasaan sempurna nan dipegang oleh seorang raja. Raja berhak menjabat sebagai penguasa tunggal.

Hal ini terjadi jika bentuk negara monarki nan dipilih ialah monarki absolut. Selain pembagian kekuasaan, biasanya bentuk negara monarki membentuk sebuah dinasti kekuasaan. Artinya kekuasaan diturunkan berdasarkan garis keturunan.



Teori Pembagian Kekuasaan Negara

Seperti telah dikemukakan di muka, teori mengenai pembagian kekuasan negara telah lama dipublikasikan. Jhon Locke membagi kekuasaan sebuah negara menjadi tiga bagian utama. Ketiga bagian tersebut ialah legislatif, eksekutif, dan federatif.

Menurut Locke, forum eksekutif berwenang buat membuat undang-undang nan mengatur kehidupan bernegara. Sementara itu, forum eksekutif bertugas sebagai pelaksana jalannya pemerintahaan sehari-hari.

Lembaga federatif mempunyai wewenang buat melakukan interaksi luar negeri dengan negara lain. Teori pembagian kekuasan Locke tersebut terdapat dalam bukunya “ Two Treaties on Civil Government ”.

Pandangan nan hampir sama dikeluarkan oleh Montesqieu nan dikenal dengan istilah Trias Politica . Montesqieu menjelaskan kekuasaan suatu negara harus dibagi menjadi tiga bagian atau lembaga. Lembaga-lembaga tersebut ialah Puvoir Legistlatif, Puvoir Eksekutif, dan Puvoir Yudikatif.

Kesamaan teori Montesqieu dengan teori Locke ialah pada pembagian kekuasaan negara legislatif dan eksekutif. Disparitas terletak pada pembagian kekuasaan ketiga yakni forum yudikatif. Forum yudikatif bertugas sebagai pengawas atau sebagai pengadil.

Banyak negara menggunakan pandangan Montesqieu tersebut buat menjalankan roda pemeritahan. Di Amerika Serikat, pembagian kekuasaan dimaksudkan sebagai upaya check and balance . Sementara itu, di Indonesia, pembagian kekuasaan bukanlah sebagai upaya separataion of power , melainkan upaya buat distribution of function .

Pembagian kekuasaan terdiri dari dua kata, yaitu “pembagian” dan “kekuasaan”. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pembagian memiliki pengertian proses menceraikan menjadi beberapa bagian atau memecahkan (sesuatu) lalu memberikannya kepada pihak lain.

Sedangkan kekuasaan ialah wewenang atas sesuatu atau buat menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dan sebagainya) sesuatu. Sehingga secara harfiah pembagian kekuasaan ialah proses menceraikan wewenang nan dimiliki oleh Negara buat (memerintah, mewakili, mengurus, dan sebagainya) menjadi beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) buat diberikan kepada beberapa forum Negara buat menghindari pemusatan kekuasaan (wewenang) pada satu pihak atau lembaga.

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim memaknai pembagian kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama (Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988: 140).

Berbeda dengan pendapat dari Jimly Asshiddiqie nan mengatakan kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang nan bersifat checks dan balances dalam kedudukan nan sederajat dan saling mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain, namun keduanya ada kesamaan, yaitu memungkinkan adanya koordinasi atau kerjasama.

Selain itu pembagian kekuasaan baik dalam arti pembagian atau pemisahan nan diungkapkan dari keduanya juga mempunyai tujuan nan sama yaitu buat membatasi kekuasaan sehingga tak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan nan memungkinkan terjadinya kesewanang-wenangan. Pada hakekatnya pembagian kekuasaan bisa dibagi ke dalam dua cara, yaitu (Zul Afdi Ardian, 1994: 62):

  1. Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya. Maksudnya pembagian kekuasaan antara beberapa taraf pemerintahan, misalnya antara pemerintah pusat dengan dan pemerintah daerah dalam negara kesatuan, atau antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam suatu suatu negara federal.
  1. Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Dalam pembagian ini lebih menitikberatkan pada pembedaan antara fungsi pemerintahan nan bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif.


Pembagian Kekuasaan Menurut John Locke

John Locke, dalam bukunya nan berjudul “ Two Treaties of Goverment ” mengusulkan agar kekuasaan di dalam negara itu dibagi dalam organ-organ negara nan mempunyai fungsi nan berbeda-beda. Menurut beliau agar pemerintah tak sewenang-wenang, maka sine qua non pembedaan pemegang kekuasaan-kekuasaan ke dalam tiga macam kekuasaan,yaitu:

  1. Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang)
  2. Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)
  3. Kekuasaaan Federatif (melakukan interaksi diplomtik dengan negara-negara lain).

Pendapat John Locke inilah nan mendasari muncul teori pembagian kekuasaan sebagai gagasan awal buat menghindari adanya pemusatan kekuasaan (absolut) dalam suatu negara.



Konsep Trias Politica Montesquieu

Menurut Montesquieu seorang pemikir berkebangsaan Perancis mengemukakan teorinya nan disebut trias politica. Dalam bukunya nan berjudul “ L’esprit des Lois ” pada tahun 1748 menawarkan alternatif nan agak berbeda dari pendapat John Locke. Menurut Montesquieu buat tegaknya negara demokrasi perlu diadakan pemisahan kekuasaan negara ke dalam 3 organ, yaitu:

  1. Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang).
  2. Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang).
  3. Kekuasaaan yudikatif (mengadili bila terjadi pelanggaran atas undang-undang).

Konsep nan dikemukakan oleh John Locke dengan konsep nan dikemukakan oleh Montesquieu pada dasarnya memiliki perbedaan, yaitu:

  1. Menurut John Locke kekuasaan eksekutif merupakan kekuasaan nan mencakup kekuasaan yuikatif sebab mengadili itu berarti melaksanakan undang-undang, sedangkan kekuasaan federatif (hubungan luar negeri) merupakan kekuasaan nan berdiri sendiri.
  1. Menurut Montesquieu kekuasaan eksekutif mencakup kekuasaan ferderatif sebab melakukan interaksi luar negeri itu termasuk kekuasaan eksekutif, sedangkan kekuasaan yudikatif harus merupakan kekuasaan nan berdiri sendiri dan terpisah dari eksekutif.
  1. Pada kenyataannya ternyata, sejarah menunjukkan bahwa cara pembagian kekuasaan nan dikemukakan Montesquieu nan lebih diterima. Kekuasaan ferderatif diberbagai negara sekarang ini dilakukan oleh eksekutif melalui Departemen Luar Negerinya masing-masing (Moh. Mahfud MD, 2001: 73).

Seperti halnya dalam praktek ketatanegaraan Indonesia selama ini. Mengenai pembagian kekuasaan seperti nan dikemukakan Montesquieu, nan membagi kekuasaan itu menjadi tiga kekuasaan, yaitu: legislatif, eksekutif, dan yudikatif, Jimly Asshiddiqie menjelaskan lagi mengenai cabang-cabang dari kekuasaan-kekuasaan itu. Cabang kekuasaan legislatif terdiri dari:

  1. Fungsi Pengaturan (Legislasi).
  2. Fungsi Supervisi (Control).
  3. Fungsi Perwakilan (Representasi).

Kekuasaan Eksekutif juga mempunyai cabang kekuasaan nan meliputi:

  1. Sistem Pemerintahan.
  2. Kementerian Negara.

Begitu juga dengan kekuasaan Yudikatif mempunyai cabang kekuasaan sebagai berikut:

  1. Kedudukan Kekuasaan Kehakiman.
  2. Prinsip Pokok Kehakiman.
  3. Struktur Organisasi Kehakiman.

Jadi menurut Jimly Asshiddiqie kekuasaan itu masing-masing mempunyai cabang kekuasaan sebagai bagian dari kekuasaan nan dipegang oleh forum negara dalam penyelenggaraan negara.



Pembagian Kekuasaan di Indonesia

Indonesia sendiri mengikuti pandangan nan dikeluarkan oleh Montesqieu. Lembaga-lembaga tinggi negara dibagi-bagi ke dalam beberapa fungsi negara. Mengacu pada teori Montesqieu, peran forum legislatif dipegang oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). DPR bertugas membentuk dan mengusulkan bentuk perundangan-undangan nan dibutuhkan demi menjaga kelangsungan pemerintahan.

Sementara itu, peran forum eksekutif dipegang oleh presiden dan para menterinya. Presiden menjalankan pemerintahan sinkron dengan amanat konstitusi. Aplikasi tugas pemerintahan dibantu oleh para menteri. Forum yudikatif diperankan oleh Mahkamah Agung.

Dalam ketatanegaraan Indonesia sendiri, istilah “pemisahan kekuasaan” itu sendiri cenderung dikonotasikan dengan pendapat Montesquieu secara absolut. Konsep pemisahan kekuasaan tersebut dibedakan secara diametral dari konsep pembagian kekuasaan nan dikaitkan dengan sistem supremasi MPR nan secara absolut menolak ide pemisahan kekuasaan ala trias politica Monstesquieu.

Dalam sidang-sidang BPUPKI 1945, Soepomo misalnya menegaskan bahwa UUD 1945 tak menganut doktrin trias politica dalam arti paham pemisahan kekuasaan, melainkan menganut sistem pembagian kekuasaan.

Di sisi lain Jimly Asshiddiqie, berpendapat bahwa setelah adanya perubahan UUD 1945 selama empat kali, bisa dikatakan sistem konstitusi kita telah menganut doktrin pemisahan itu secara nyata. Beberapa nan mendukung hal itu antara lain adalah:

  1. Adanya pergeseran kekuasaan legislatif dari tangan Presiden ke DPR.
  1. Diadopsinya sistem pengujian konstitusional atas undang-undang sebagai produk legislatif oleh Mahkamah Konstitusi. Di mana sebelumnya undang-undang tak bisa diganggu gugat, hakim hanya bisa menerapkan undang-undang dan tak boleh menilai undang-undang.
  1. Diakui bahwa forum pelaksana kedaulatan rakyat itu tak hanya MPR, melainkan semua forum negara baik secara langsung atau tak langsung merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat.
  1. MPR tak lagi berkedudukan sebagai forum paling tinggi negara, namun sebagai forum negara nan sederajat dengan forum negara lainnya.
  1. Hubungan-hubungan antar forum negara itu bersifat saling mengendalikan satu sama lain sinkron dengan prinsip checks and balances .