Perkembangan Politik Era Presiden Soeharto

Perkembangan Politik Era Presiden Soeharto

Perkembangan politik merupakan sebuah kondisi nan mencakup seluruh ruang lingkup ilmu politik nan tumbuh, berkembang, atau mengalami kemunduran pada satu dasa warsa kepemimpinan.Perkembangan politik di Indonesia, sebagai bagian dari kehidupan sosial-politik, secara generik mengalami pasang surut.

Pada sebuah kepemimpinan nan dibangun, biasanya terdapat pola-pola eksklusif nan dimotori oleh konduite dari berbagai kegiatan politik nan ada. Sederhananya, politik ialah berbagai macam cara nan dilakukan buat mencapai dua tujuan, yakni merebut dan mempertahankan kekuasaan.

Perkembangan politik sebagai salah satu tujuan berpolitik, menjadi bagian dari pengertian-pengertian nan dibuat maupun sikap-sikap nan berkembang, buat mewujudkan politik sebagai bagian dari kualitas suatu bangsa.Politik juga menjadi acuan dalam membentuk sebuah pemerintahan nan melaksanakan kegiatan-kegiatan bermanfaat, bertransformasi pada kecapaian sistem nan baik, dan terjaminnya pemerintahan yang good government .



Perkembangan Politik di Indonesia

Tak bisa dipungkiri, setiap negara di global mempunyai periode kepemimpinan politik nan beragam. Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 menjadi kapital awal terbentuknya sistem politik. Kemudian membentuk pemerintahan nan absah dan menjalankan roda kepemimpinan dalam sebuah sistem kenegaraan.

Hal ini ditandai dengan berbagai istilah di masa-masa kepemimpinan nan berbeda. Pada awal kemerdekaan, situasi politik Indonesia masih mencari bentuknya, ditandai dengan berbagai perubahan nan dibuat. Pembentukan sifat politik ini menghadirkan era kepemimpinan politik nan khas.



Perkembagan Politik Era Presiden Soekarno

Sebagai pemimpin besar revolusi, Soekarno dipandang sebagai Presiden Republik Indonesia nan punya kharisma politik tersendiri. Lugas, tegas, menggebu-gebu, semangat, dan cenderung anti-barat merupakan citra nan dapat kita saksikan pada setiap pidato politiknya.

Masa awal kepemimpinannya, ditandai dengan terbentuknya sistem pemerintahan parlementer. Sistem ini menciptakan sebuah pemerintahan nan memberi kekuasaan dominan kepada forum legislatif. Terbentuknya berbagai partai politik nan bebas menyuarakan aspirasi merupakan tanda kehidupan politik terakomodir.

Perkembangan politik di era kepemimpinan Soekarno, telah memberikan ruang luas bagi partai politik buat melaksanakan kegiatan-kegiatan politiknya. Ini terbukti dengan terbentuknya sistem kepartaian (multipartai). Masyarakat pun memiliki pilihan nan banyak buat menempatkan keterwakilan politiknya di parlemen.

Pemilu sebagai karakteristik dari negara demokrastis, di era Soekarno diselenggarakan dengan baik. Kebebasan pers menduduki posisi tertinggi, sebagai media informasi nan dijamin kebebasannya.

Namun hal tersebut tak berlangsung lama. Era kepemimpinan kemudian ditandai dengan melemahnya sistem kepartaian nan bebas. Lalu terjadi gerakan perkembangan nan lambat terhadap perkembangan politik Indonesia saat itu.

Demokrasi Parlementer nan memegang peranan krusial dalam pemerintahan tak lagi dipandang sebagai forum nan mempunyai kekuasaan luas. Presiden, dalam hal ini Soekarno, nan kemudian menasbihkan dirinya sebagai presiden seumur hayati dalam bingkai kepemimpinan nan disebutnya sebagai era Demokrasi Terpimpin.

Fokus kebebasaan kemudian "kabur". Saat itu, terjadi sentralisasi dalam segala bidang dan tertutupnya akuntabilitas pemerintahan. Presiden menjadi dominan kekuasaannya, dan berakibat melemahnya peran legislatif.Akhirnya, saat itu tak ada satu pola pengemban kehidupan politik nan demokrastis.

Soekarno lalu “dilengserkan” dari jabatannya sebagai presiden, melalui Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar nan “konon” berisi pemberian tanggung jawab pengambil alihan kekuasaan pemerintahan kepada Jenderal Soeharto. Peristiwa ini menandai terbentuknya era baru kepemimpinan politik di Indonesia.



Perkembangan Politik Era Presiden Soeharto

Perkembangan politik Indonesia era kepemimpinan Presiden Soeharto di mulai ketika ia "mengambil alih" kekuasaan dari Presiden Soekarno. Pemerintahan politik dijalani berdasarkan asas Pancasila, nan juga mengatur seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara.

Awalnya, realisasi pengamalan Pancasila mampu diterima masyarakat sebagi "kiblat"pemerintahan politik nan dijalankan Soeharto.Namun, berubah sebagai alat pemaksaan kehendak, nan mengubah sistem pemerintahan menjadi otoriter.

Presiden menjadi hulubalang pemerintahan nan tak boleh tersentuh oleh apapun dan siapapun. Kehidupan politik nan diharapkan mengalami perkembangan setelah runtuhnya rezim Soekarno ternyata hanya jadi retorika semata.

Posisi politik forum legislatif nan seharusnya menjadi penyeimbang kekuasaan, malah menjadi tameng dari pemerintah nan dibangun secara over sentralistik. Rotasi kekuasaan politik tidak pernah terjadi hingga 32 tahun lamanya. Pemilu hanya dijadikan rutinitas lima tahunan nan pemenangnya sudah dapat ditebak.

Partai Golkar menjadi kendaraan politik nan ampuh digunakan oleh Soeharto buat mengamankan setiap keputusan politik pemerintahannya di DPR. Bahkan, Presiden Soeharto berubah sangat arogan, dengan menggunakan kekuatan militer pada setiap situasi keamanan nan dapat saja mendorong masyarakat buat bergerak melawan rezimnya nan korup.

Ciri kepemimpinan Presiden Soeharto tadi, bisa disimpulkan dalam beberapa poin sebagai berikut:

  1. Pemerintahan nan berjalan didasarkan pada Demokrasi Pancasila.
  1. Kekuasaan presiden terpusat, dan menjadi seluruh proses politik nan berjalan.
  1. Pergantian kekuasan tak pernah terjadi. Soeharto selalu memenangkan pemilu dan menjadi penguasa selama 32 tahun lamanya.
  1. Sistem rekrut politik sebagai bagian dari penjaringan talenta politik baru, dilakukan tak terbuka. Perkembangan politik jalan di loka dengan tak adanya refresh tokoh politik baru.
  1. Memang pemilu dilakukan setiap lima tahun sekali, tetapi semua hanya sebagai formalitas belaka. Pejabat birokasi, Golkar, dan ABRI diinstruksikan buat memenangkan setiap putaran pemilu nan berlangsung. Masyarakat dikekang kebebasannya memilih, serta dipaksa buat memilih partai eksklusif nan tak sinkron dengan keinginannya.
  1. Pertumbuhan partai politik dibatasi hanya 3 partai, yaitu Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembagunan (PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
  1. Era kepemimpinan Presiden Soeharto kemudian dikenal sebagai masa tertindasnya kebebasan HAM, tercerabutnya akar penghormatan hak-hak dasar manusia, bahkan terjadinya pelanggaran HAM dihampir seluruh daerah di Nusantara.

Masyarakat nan tersadarkan pada situasi politik nan tak sehat ini, akhirnya betul-betul memberikan perlawanan kepada pemerintahan nan berkuasa. Melalui gerakan reformasi tahun 1998, nan dimotori mahasiswa, rezim nan sering disebut sebagai rezim Orde Baru pun runtuh. Asa terciptanya pemerintahan nan bersih, termasuk bagi perkembangan politik Indonesia ke arah nan lebih baik muncul di masyarakat.



Perkembangan Politik Era Reformasi

Tidak ada nan bisa memberikan evaluasi dengan niscaya apakah cita-cita reformasi sudah terwujud atau belum. Runtuhnya kekuasaan Soeharto padahal telah memberikan secercah asa bagi terciptanya iklim demokrasi nan jauh lebih baik.Namun, asa itu fenomena hanya menjadi mimpi tanpa realisasi nyata.

Masih adanya disparitas dalam pandangan ketegasan terhadap sistem pemerintahan, merupakan salah satu indikator nan dapat kita lihat.Di sini terlihat ada persaingan politik nan terjadi, antara pemerintah dan legislatif sebagai pembuat produk undang-undang.

Kekuasaan presiden tak absolut dijalankan secara penuh, tapi terpengaruh pada parlemen. Hal ini akhirnya menciptakan situasi politik nan tak sehat, sebab presiden terpaku oleh kepentingan lain. Kepentingan itu dapat jadi tak berpengaruh pada pemugaran kondisi bangsa secara keseluruhan.

Dari uraian tadi, jelas terlihat bahwa sistem demokrasi dalam perkembangan politik Indonesia nan dibangun pasca Orde Baru masih mencari bentuk nan ideal. Satu prestasi nan patut kita cermati ialah keinginan nan kuat buat merealisasikan sistem pemilihan kepala daerah langsung. Kebebasan berserikat dan berpendapat nan ada dalam undang-undang dasar direalisasikan dengan sistem multipartai.

Perkembangan politik di Indonesia sepertinya memang masih mencari jalannya buat berkembang lebih baik lagi. Dari uraian di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa butuh waktu lagi buat menemukan format sistem politik nan betul-betul mampu mendorong terciptanya pemerintahan nan baik pula.Jika merunut pada itu semua, maka perkembangan politik di Indonesia tak ada nan mampu memprediksi akan tumbuh seperti apa di masa depan.