Globalisasi Pendidikan - Bekal Keterampilan Hidup

Globalisasi Pendidikan - Bekal Keterampilan Hidup

Tahukah Anda apa itu globalisasi pendidikan ? Apa interaksi globalisasi pendidikan dengan Ujian Nasional? Musim Ujian Nasional tengah melanda negeri hebat ini. Setelah Ujian Nasional buat anak-anak sekolah menengah atas, anak-anak sekolah menengah pertama, lalu anak-anak sekolah dasar akan menyusul.

Berbagai warta dengan sasaran UN monoton menghiasi halaman depan koran. Anak-anak itu harus mendapatkan nilai nan sudah ditetapkan. Berbagai kecurangan dan hal-hal nan akan mengarah ke kecurangan telah ditutup aksesnya sedemikian rupa.

Ternyata masih saja ada warta miring nan berkaitan dengan UN ini. Bagaimana globalisasi pendidikan akan dapat dicapai kalau anak-anak sudah sangat pandai melakukan kecurangan dan kebohongan ketika mereka masih dalam masa pendidikan?

Mengingat betapa sulitnya menyelenggarakan pendidikan terutama pendidikan dunia ini, lalu adakah para pejuang globalisasi pendidikan nan mampu menjawab semua permasalahan pendidikan di Indonesia? Siapakah para pejuang globalisasi pendidikan?

Semua orang ialah pejuang globalisasi pendidikan. Globalisasi pendidikan ialah pendidikan nan harus dapat memberikan pendidikan nan manusiawi dan memanusiakan manusia dan bukan mempersiapkan manusia buat hayati di global dan bekerja bagai robot. Globalisasi pendidikan memberikan ruang bagi anak-anak buat melanjutkan sekolah mereka agar tak tertinggal dan hanya menjadi korban dari globalisasi pendidikan.



Korban Globalisasi Pendidikan

Para korban globalisasi pendidikan kebanyakan berasal dari penduduk miskin nan tidak mempunyai kemampuan mengakses pendidikan nan mampu memberikan kesadaran dan keterampilan hayati nan bagus.

Ketidakmampuan ini terkadang terbentuk dari ketidakmampuan orangtua menggali potensi diri sebab memang mereka tak tahu bagaimana menggali potensi dirinya. Kubangan kemiskinan membuat mereka tak mampu memikirkan bagaimana menghebatkan diri mereka dan tak menjadi korban dari gilanya global ini.

Para pejuang globalisasi pendidikan nan tahu mengenai para orangtua nan miskin ilmu ini akan berusaha mengangkat derajat mereka dengan memberikan pelatihan gratis. Tapi kendalanya ialah bahwa ternyata orangtua nan terlalu lama berada dalam kubangan kemiskinan itu ternyata tak sporadis tak mau didorong buat keluar dari kubangan kemiskinan mereka sendiri.

Mereka takut tak makan dan tak mendapatkan penghasilan nan hanya Rp20.000 per hari. Mereka juga terkadang tidak mau berkorban sedikit saja demi masa depan nan lebih baik.

Tugas para pejuang globalisasi pendidikan nan terdiri atas para pendidik nan peduli, para pengusaha nan rela berbagi, dan orang-orang berilmu nan rela memberikan ilmu mereka secara gratis, ternyata masih sangat berat. Para pejuang globalisasi pendidikan ini sudah sangat paham bahwa hanya dengan jalur pendidikan dalam bentuk apa pun lah nan mampu mengangkat harkat dan prestise seseorang dari jurang kemiskinan ilmu, mental, dan harta.



Globalisasi Pendidikan Menuju Global Baru

Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak orangtua nan membanting tulang demi menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah hebat dan cemerlang dengan asa bahwa anak-anaknya kelak akan mendapatkan pekerjaan nan bagus dengan gaji nan tinggi. Padahal tujuan pendidikan itu lebih mulia daripada hanya mendapatkan pekerjaan nan bagus dengan gaji nan baik.

Pendidikan ialah suatu cara menyiapkan manusia agar siap dan mampu hayati di global dan hayati buat akhiratnya. Tanpa tahu bagaimana hidup, semua kesedihan dan kesusahan nan ditemui oleh manusia di global ini akan dianggap sebagai beban dan masalah nan tidak pernah usai. Pendidikan jiwa, raga itulah nan menjadi sasaran dari globalisasi pendidikan.

Bila pendidikan hanya mampu mencetak manusia dengan nilai tinggi, pendidikan telah gagal. Apalagi dengan globalisasi pendidikan nan menuntut semua orang berjuang dan bekerja lebih giat agar para generasi muda siap hayati dengan berbagai perubahan global nan begitu cepat.

Mempersiapkan anak didik agar mampu hayati damai di global nan penuh dengan onak dan duri, bukanlah perkara nan dapat dilakukan dalam 10 tahun. Globalisasi pendidikan ini harus membuat anak-anak didik paham bahwa masa depan mereka jauh lebih sulit dari waktu sekarang.

Globalisasi pendidikan itu seperti ayah ibu Timun Emas nan memberikan berbagai senjata buat mengantisipasi agresi dari raksasa nan akan menyantapnya. Keterampilan mempertahankan diri dan keterampilan membuat diri berkembang serta mengembangkan orang lain.

Bila globalisasi pendidikan itu dipersiapkan buat menghadapi kehidupan di global baru, setiap orang dewasa akan dengan serius memberikan transfer ilmu kepada generasi muda Agar dapat membangun global baru dengan budaya baru serta siap menghadapi majemuk jenis manusia dari seluruh dunia.



Globalisasi Pendidikan - Bekal Keterampilan Hidup

Bekal keterampilan hayati nan sangat krusial dan sine qua non dalam globalisasi pendidikan ialah pertama, mengenal Sang Pencipta. Anak-anak nan telah dididik sejak kecil buat mengenal siapa nan harus disembah, akan tumbuh menjadi anak nan tak mudah putus harapan dan menjadi anak nan andal sebab rasa optimisme dan keyakinan bahwa ada kehidupan sesudah mati. Kemampuan dan keyakinan ini harus diberikan dan dicontohkan oleh orangtua dan orang-orang dewasa di sekitar anak tersebut.

Pegangan hayati ini akan membuat anak paham tujuan mengapa dia dilahirkan. Memang tak mudah buat dapat mengisi hati anak nan putih itu dengan goresan-goresan latif kehidupan tanpa tergelincir ke alam dosa nan berlumur dosa hitam pekat berbau busuk. Bila satu sekolah mengatakan kalau mereka peduli dengan globalisasi pendidikan, tetaapi tak mempunyai konsep bagaiman menumbuhkan keimanan dan aqidah di hati anak, sekolah tersebut tak dapat dikatakan sudah menerapkan pendidikan globalisasi dengan baik.

Hal kedua nan sine qua non pada globalisasi pendidikan ialah bagaimana memanfaatkan waktu. Anak-anak nan terdidik dan sangat tahu serta paham cara memanfaatkan waktu akan tumbuh menjadi ada nan mumpuni dengan berbagai keterampilan hayati nan tak hanya akan membantu hidupnya tetapi juga hayati orang lain. Para anak didik tersebut jadi terbiasa mengisi waktu mereka bukan dengan menonton televisi dengan program-program nan tak mempunyai tujuan jelas.

Ketiga, globalisasi pendidikan itu harus mengajarkan bagaimana cara berkomunikasi dengan orang lain. Kalau cerdas, tetapi tidak pernah tahu bagaimana cara berkomunikasi dan membangun komunikasi dengan orang lain, itu artinya globalisasi pendidikan dapat dikatakan gagal.

Komunikasi ini selain menguasai berbagai bahasa populer di dunia, seperti, bahasa Inggris, bahasa Cina, bahasa perancis, bahasa Rusia, bahasa Inggris, dan bahasa-bahasa lainnya, juga membutuhkan teknik berkomunikasi nan dapat dipelajari dengan mudah.

Latihan ialah wahana tepat dalam menyongsong keadaan baru di masa nan baru juga. Dengan adanya sekolah-sekolah unggulan dan sekolah-sekolah SBI serta RSBI, masing-masing sekolah berusaha memberikan nan terbaik kepada anak didik mereka.

Namun, semua program jitu nan diterapkan dalam sekolah-sekolah Plus, Unggulan, SBI, RSBI hendaknya bukan menjadi penyaring antara anak-anak nan dianggap cerdas dan kaya dengan anak-anak nan kurang cerdas dan berasal dari keluarga nan kurang kaya.

Oleh sebab itu, bekal keterampilan hayati selanjutnya nan sine qua non pada globalisasi pendidikan ialah kemampuan memahami bahwa setiap orang ialah sama dan harus berjuang sehebat mungkin buat menjadi orang nan paling bermanfaat bagi orang lain agar menjadi seseorang nan paling baik.

Keterampilan mengelola hati ialah keterampilan nan harus dipelajari dengan saksama dalam perbedaan makna globalisasi pendidikan. Jadi, globalisasi pendidikan itu bukan hanya mempersiapkan anak terampil dengan teknologi, namun, bagaimana manjadi manusia nan hebat di belakang teknologi itu. Manusia hebat nan mempunyai hati nurani dan manusia nan berusaha menjadikan dirinya seorang nan akan sukses dan berhasil di akhir hidupnya mendapatkan khusnul khotimah .