Revolusi Sosial

Revolusi Sosial

Setiap hal nan dialami oleh manusia itu akan menjadi satu hal nan dapat dipelajari. Pelajaran itu terkadang mudah, terkadang juga sulit. Hati memainkan peranan nan krusial ketika belajar. Sejarah nan berulang pun dapat juga menjadi satu hal nan harus diamati dengan saksama. Begitu pun dengan apa nan dialami oleh para diktaktor dunia. Kejatuhan Husni Mubarok di Mesir dan apa nan sedang berlangsung di Suriah, merupakan citra bahwa ketika suatu kekuasaan berlangsung sangat lama tetapi tak memberikan kebermanfaatan terhadap rakyat, pemerintahan itu harus dihancurkan. Inilah pembelajaran nan tak boleh dianggap enteng oleh orang-orang nan berkeinginan meraih kekuasaan dan ingin mencicipi tahta kekuasaan tersebut dalam waktu tertentu.



Bumi Menangis, Langit Berkabung

Begitu banyak pelajaran nan didapat bagi para calon diktator. Kebencian pada para tiran baik nan baru berkuasa selama 30 tahun maupun nan sudah berkuasa lebih dari 40 tahun seperti Penguasa Libya, dapat menjadi cermin. Perjuangan Aung San Suu Kyi melawan kekuasaan tiran di negaranya selama puluhan tahun juga dapat menjadi sesuatu nan harus dilihat sebagai sesuatu nan sangat baik. Betapa kediktatoran dalam bentuk apapun tidak akan mampu melawan demokrasi nan lebih elegan melihat rakyatnya sendiri. Nafsu berkuasa itu sangat menghancurkan sendi-sendi kehidupan.

Para tiran kecil nan berada di sebuah rumah tangga juga akan menyebabkan rumah tangga itu tidak nyaman. Istri atau suami nan tiran nan kata-katanya bagaikan sebuah hukum, hanya akan membuat suasana rumah bagai di neraka. Tak ada satu orang pun di global ini rela setiap tarikan napasnya diatur oleh orang lain. Bayi nan belum tahu apa-apa saja akan menangis ketika selalu dibungkus dengan selimut. Ia akan mencoba memberontak dan mengeluarkan tangan mungilnya dari balik selimut nan membungkusnya. Apalagi manusia dewasa nan sudah tahu apa dan harus bagaimana ia bertindak demi kehidupan nan lebih baik.

Ribuan nyawa melayang, ratusan kulit terkoyak, ribuan liter darah tertumpahkan. Itukah nan diinginkan oleh para diktator? Masih adakah calon tiran nan menginginkan hal menyayat hati terjadi lagi? Masih adakah orang nan ingin berkuasa dengan cara mengorbankan orang lain? Apakah tumbal itu sine qua non demi sebuah tampuk kekuasaan nan tidak akan membawa kesejahteraan bagi rakyat dan seluruh elemen kenegaraan?



Keinginan nan Nista

Keinginan buat menjadi penguasa selama-lamanya dan kalau dapat anak keturunan pun menjadi penguasa ialah cita-cita nan tidak harus ditanamkan dengan dalam di hati. Bila berniat ingin menjadi seorang penguasa, jadilah penguasa nan tak ingin disanjung-sanjung terlalu berlebihan. Penguasa nan mengabdikan dirinya kepada negaranya tanpa mengharapkan apa-apa. Penguasa nan menjadikan dirinya sebagai tumbal pembangunan negeri dan demi kesejahteraan bangsanya. Penguasa nan menyerahkan pikiran, jiwa, dan raganya demi melihat negerinya sama tinggi dan sejajar dengan negeri nan kondusif dan sentosa nan ada dibelahan global lain.

Kalau tidak, maka pembelajaran nan sangat mahal harus dibayar dengan tumpahan air mata dan darah. Sudah begitu banyak contoh bagaimana rakyat nan tidak mempunyai apa-apa itu berjuang melawan tiran negaranya sendiri. Mereka mengingkan pemimpin nan lebih baik. Pemimpin nan memikirkan rakyatnya. Pemimpin nan tak hanya memperkaya diri dengan mengeruk kekayaan negaranya sendiri. Pemimpin nan tidak ingin menjadi maling lugu nan sok tak tahu bahwa nan ia curi ialah milik jutaan manusia nan berada dalam lindungannya.

Pemimpin nan tak mau penerus kekuasaannya ialah keturunannya nan tak tahu apa-apa tentang ketatanegaraan. Pemimpin nan tak menjadikan kekuasaannya sebagai satu kerajaan nan memungkinkan banyak posisi diduduki oleh anak dan kerabatnya sendiri. Demokratisasi nan tak ada atau tak sepadan dan seimbang, akan membuat orang banyak frustasi. Rasa putus harapan ini dapat membuat orang berbuat nekad.

Akasi bunuh diri dengan cara membakar diri nan sering kali dilakukan oleh para pemrotes dari Tibet, merupakan salah satu bentuk aksi nan cukup ekstrim. Mereka ingin pemerintah China melepaskan Tibet dan tak semena-mena terhadap tanah air mereka nan suci. Kediktaktoran China ini ternyata tak hanya di Tibet. Suku Uighur nan banyak menganut agama Islam pun diintimidasi oelh pemerintah China. Pihak pemerintah China nan cukup tiran itu berusaha menghalangi masyarakat Uighur buat berpuasa. Mereka diberi hadiah berupa makanan dan anak-anak sekolah diberi makanan gratis.

Segala upaya dijalankan demi mendapatkan apa nan diinginkan. Walaupun harus mengeluarkan dana nan lebih atau walaupun harus bersusah payah, semua itu tak dipedulikan asalkan dapat mencapai tujuan. Walaupun pekerjaan mengganggu orang lain itu tak bermanfaat, bagi seorang diktator, perasaan bahagia itu didapatkan ketika sukses melihat orang lain susah. Inilah salah satu hal nan membuat tiran itu sering mengalami hal nan tak menyenangkan ketika ia jatuh.

Balasan itu niscaya ada. Selama bertahun-tahun seorang tiran ditakuti dan terpaksa dihormati. Tetapi ketika kekuasaannya mulai kendur, tak sedikit orang nan mulai bergerak dan berusaha melancarkan agresi nan selama ini belum mampu mereka lakukan sebab memang mereka merasa belum siap. Tak ada seorang tiran pun nan memikirkan rakyatnya. Mereka seolah ingin hayati bahagia sendiri dan tak peduli apakah orang lain dapat bahagia atau malah sengsara.



Revolusi Sosial

Revolusi sosial dimulai dari jejaring sosial. Kran komunikasi maya ternyata telah membuat banyak orang berpikir bahwa alangkah indahnya hayati tanpa kungkungan dan tanpa tekanan dari seorang tiran nan telah berkuasa hampir sepertiga umur sang tiran itu sendiri. Peristiwa penggulingan Suharto pada 1998 ialah suatu peristiwa nan banyak membuka mata dan hati banyak orang baik di dalam maupun di luar negeri. Tapi, peristiwa itu tidak diambil hikmah oleh para tiran nan berada di beberapa negara Afrika seperti Mesir dan negara Timur Tengah.

Husni Mubarok, Moammar Khadaffi, dan Ben Ali, kini harus berhadapan dengan rakyatnya sendiri nan dulunya cukup menyayangi mereka. Kini tidak ada cinta lagi bagi para tiran itu. Keruntuhan dan ketergulingan pemerintahan para tiran itu lebih dikehendaki daripada keberadaannya di tampuk singgasana pemerintahan.

Apa enaknya hayati dalam perang? Apa nyamannya banyak dibenci orang? Tak mungkin ada lagi sinar senang dalam jiwa ketika do'a-do'a nan meluncur dari bibir tersiksa dan terzholimi ialah untaian kalimat meminta Allah menghancurkan dan mengambil nyawa si tiran tersebut.

Darah nan tertumpa dalam rangka meraih kebebasan nan lebih hakiki demi rasa keadilan nan lebih baik telah membuat bumi menangis. Teriakan kesakitan dan erangan saat nyawa hendak berpisah dari badan sebab tembusan peluru tajam, telah membuat langit berkabung. Hati dan jiwa nan bertekad menyelesaikan perjuangan dengan tujuan menggulingkan kekuasaan nan sudah terlalu lama, telah membuat kematian bukanlah hal nan menakutkan. Para martir itu rela wafat demi memberikan rasa senang kepada penerusnya kelak.



Nurdin Khalid

Indonesia dengan cerita sepakbolanya tidak ingin ketinggalan dalam gerbong revolusi sosial ini. Seorang Nurdin Khalid nan telah menjadi 'penguasa' PSSI selama bertahun-tahun, kini sedang diguncang tsunami protes dari kalangan pencinta sepakbola Indonesia. Rasa sayang dan rasa optimis bahwa persepakbolaan Indonesia akan lebih baik bila tidak ada Nurdin dan teman-temannya di kepengurusan PSSI telah membuat ribuan suporter sepak bola dari seluruh Indonesia mengerahkan semua upaya demi menggapai satu tujuan, "NURDIN TURUN!"

Bila saja tidak ada nan lain selain niat tulus membesarkan PSSI dan persepakbolaan Indonesia, maka Nurdin nan masih mempunyai hati dan jantung itu niscaya tersentuh dan akan dengan ikhlas turun. Tapi, kalau ada skenario besar nan harus ditutupi, maka Nurdin akan dengan sekuat tenaga melindungi borok nan coba disembunyikannya tersebut.

Pelaporan keuangan dan isu perjudian ialah hal nan menjadi kecurigaan terbesar masyarakat pencinta sepakbola terhadap kepengurusan Nurdin. Dana nan luar dapat itu masih juga belum mampu membuat satu tim bintang nan bisa mempersembhakan kemenangan demi kemenangan sehingga ada satu piala nan bisa dibawa ke bumi pertiwi ini.



Duhai Calon Diktator

Pembelajaran di atas semoga dapat membuat para calon tiran sadar diri dan mengurungkan niatnya berkuasa lebih dari 5 tahun di manapun. Berikan kesempatan pada nan lebih baik dan lebih militan serta nan hatinya masih higienis buat mewujudkan cita-cita mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.