Sekolah pun Dapat Menerbitkan Buku LKS

Sekolah pun Dapat Menerbitkan Buku LKS

LKS ialah kependekan dari Lembar Kerja Siswa nan sangat populer pada 1990-an. Pada saat itu, penerbit buku LKS masih boleh menjual LKS langsung ke sekolah. Saat ini, sebagian besar sekolah melarang penerbit buku LKS masuk ke sekolah. Meskipun begitu, ada pelajaran menarik dari taktik pemasaran langsung nan diterapkan penerbit buku LKS .

Isi dan Bentuk Buku LKS

Buku LKS tersedia buat siswa SD sampai taraf SMA. Buku LKS berisi soal-soal latihan satu mata pelajaran tertentu. Berbagai bentuk soal tersedia di dalam buku LKS. Soal-soal pilihan ganda, menjodohkan, soal cerita, dan beberapa bentuk soal lainnya. Para guru beranggapan, semakin sering siswa melakukan latihan soal di buku LKS, siswa akan semakin menguasa mata pelajaran tersebut.

Buku LKS biasanya tak tebal dan menggunakan kertas HVS kualitas rendah. Judul buku LKS dibuat mencolok, seperti Cendikia, Cerdas, Smart, Pintar , seolah ingin memberikan persepsi bahwa dengan menggunakan buku LKS tersebut siswa akan menjadi sosok seperti judul LKS.



Bagi Hasil dengan Sekolah

Penerbit buku LKS, biasanya, berasal dari pihak swasta. Penerbit buku LKS menjual buku LKS melalui guru mata pelajaran eksklusif setelah melewati serangkaian birokrasi sekolah. Bagian penjualan dari penerbit buku LKS kerap menekankan berbagai kegunaan pemakaian buku LKS. Seperti, memacu siswa buat belajar lebih giat, membiasakan siswa nerlatih dengan soal, memudahkan guru membuat soal, dan berbagai kegunaan nan sudah dikaji penerbit buku LKS.

Pada akhirnya, penerbit buku LKS akan memberikan komisi pada pihak sekolah dan guru nan mengedarkan LKS. Misalnya, harga LKS Rp15.000,00. Penerbit buku LKS akan memberikan komisi 30%-50% dari harga jual buat pihak sekolah. Siswa bisa mencicil pembayaran atau membayar lunas kepada guru. Atas perintah guru, mau tak mau, siswa membeli LKS sebab ia tak akan dapat mengikuti pelajaran atau terncam tak mendapat nilai apabila enggan membeli LKS.



Efektif Meskipun Kurang Terkenal

Cara penjualan langsung ke sekolah nan dilakukan oleh penerbit buku LKS tersebut sangat efektif dibanding menintipkan buku LKS di toko buku. Penerbit buku LKS langsung memburu sasaran primer pasar buku LKS. Dapat dipastikan buku LKS akan laku. Sementara jika menitipkan di toko buku, buku LKS belum tentu laku sebab bervariasinya pengunjung toko buku.

Uniknya, penerbit buku LKS umumnya bukan merupakan penerbit ternama. Anda mungkin tak mengenal penerbit buku LKS Prestasi Agung Pratama, Putra Pendawa, Swadaya Murni, atau Putra Nugraha. Namun, penerbit buku LKS ini mempunyai produk buku LKS nan sangat majemuk dan menjangkau siswa di berbagai wilayah Indonesia.

Sistem penjualan nan dilakukan masih langsung ke sekolah dan juga penjualan melalui internet. Jika berminat menjadi pengedar buku LKS, Anda bisa mengunjungi situs penerbit tersebut melalui mesin pencari di internet.



Sekolah pun Dapat Menerbitkan Buku LKS

Di saat menjamurnya percetakan, maka sekolah pun dapat menerbitkan sendiri buku LKS. Ini ialah bagian usaha nan positif bagi sekolah. Dengan adanya penerbitan ini, sekolah dapat membangun semangat guru buat berkarya. Sekolah dapat memberikan pendapatan tambahan bagi guru nan membuat LKS.

Tak hanya itu, LKS nan digagas pun sinkron dengan kemampuan siswa. Pasalnya, guru telah terlebih dahulu menjelaskan teorinya. Lalu memberikan LKS maka membuat siswa dapat langsung mempraktekkan apa nan diajarkan guru.

Terkadang, banyak LKS nan siswa tidak dapat menjawabnya lantaran guru tak mengajarkannya. Akhirnya, guru nan menjawab LKS tersebut. Mestinya, gurulah nan membuat LKS sebagai bagian dari evaluasinya terhadap kemampuan siswa. Ia lebih mengetahui taraf pemahaman dan kemampuan siswa.

Tentunya, guru membuat LKS tak boleh dengan cara mengcopy-paste dari LKS nan ada. Guru harus kreatif membuat sendiri LKS nan dirancangnya. Boleh dikata, LKS nan dibuat harus dapat memberikan motivasi bagi siswa. Ketika ia dapat menjawab pertanyaan nan terdapat di dalam LKS tentunya akan memberikan nilai positif bagi siswa. Yaitu, menjadi bahagia sebab dapat menjawab.

Semangat siswa tersebut dalam menjawab LKS nan diberikan akan membuatnya semangat dalam belajar di kelas, ketika guru menyampaikan materi. Inilah nan kurang disadari oleh para guru dan pihak kelapa sekolah maupun yayasan. Pihak sekolah lebih memiih cara nan penulis jelaskan di atas, hanya bekerjasama dengan penerbit nan memasarkan di sekolah. Padahal, terkadang, apa nan diajarkan guru berbeda dengan apa nan ditulis oleh penulis LKS. Ini dapat menjadi problem.

Karena itu, melalui artikel ini, penulis mengetuk hati sobat Ahira nan berprofesi guru, cobalah buat membuat LKS. Coba tawarkan kepada kepala sekolah buat menerbitkannya. Laba dapat didapatkan pihak sekolah dan guru. Sedangkan siswa pun tidak akan merasa keberatan dalam membayarnya. Jelas, ini ialah laba nan besar bagi sekolah dan guru.



Bisakah Sekolah Membuat Penerbitan?

Saat ini, sudah ada sekolah nan membuat penerbitan. Pasalnya, mengurus penerbitan saat ini sudah sangat mudah. Bahkan buat mengurus ISBN cukup mudah sekali. Banyak hal nan dapat dilakukan sekolah dengan penerbitan nan dimilikinya. Tak hanya menjadi penerbit buku LKS saja, guru nan kreatif membuat buku ajar nan sinkron dan paham daya tangkap siswa pun dapat diterbitkan.

Permasalahannya, hanya tinggal maukah pihak sekolah menjadi pendana primer dalam penerbitan buku tersebut? Jika mau, semua itu dapat dilakukan dengan mudah. Bahkan, bukan tak sulit buat sekolah mencetaknya sinkron dengan jumlah siswa atau dilebihkan.

Jika sekolah ingin mendaftarkan penerbitannya di Perpustakaan Nasional Indonesia, maka ia mesti memiliki ISBN. Untuk pengurusannya cukup mudah. Hanya membuat surat permohonan ISBN nan dikirim ke alamat Perpustakaan Nasional di Jalan Salemba Raya 28 A. Jakarta 10430. Atau, dapat juga dikirim melalui faximile Perpustakaan Nasional.



Cara Memasarkannya

Untuk memasarkannya, pihak sekolah dapat menimbang dari sisi siswanya. Jika siswa di sekolah tergolong siswa nan mampu, maka sekolah dapat menjualnya. Artinya, di dalam penjualannya sudah ada honor guru penulis buku LKS dan honor penerbit buku LKS, yaitu sekolah sendiri. Tentunya, laba nan didapat tentu cukup banyak sekali. Dan ini, dapat menjadi uang operasional penerbitan sekolah lainnya.

Penjualan langsung ini tentu saja akan menguntungkan setiap tahunnya. Karena sekolah harus mencetak ulang. Maka tak ada kerugian nan terjadi malah laba nan terus didapatnya. Namun, pihak sekolah dan guru jangan sampai menjadikan LKS ini sebagai bisnis utama. Tapi jadikanlah penerbitan buku LKS nan diprakarsai oleh sekolah sebagai langkah buat menambah kecakapan dan kemampuan siswa dalam memahami materi nan diberikan oleh guru.

Jika siswa di sekolah tersebut tergolong siswa nan miskin, maka pihak sekolah dapat dengan menggunakan proses penyewaan buku LKS. Sehingga biaya operasi penyewaan dapat dimanfaatkan buat menerbitkan buku-buku nan lain atau dapat juga menambah biaya operasional sekolah.

Inilah cara sekolah buat dapat mendatang passive income dalam global pendidikan. Kondusif dari pertanggungjawaban nan membingungkan. Pasalnya, mendapatkan donasi pun dari pemerintah selalu ada pembajakan uang nan diterima. Sekolah diminta buat membuat data fiktif, padahal sekolah menjadi pusat pendidikan kejujuran.

Namun bila sekolah menggunakan cara seperti ini dengan pembuatan buku LKS nan dilakukan oleh pihak sekolah, keuangan nan didapat dipastikan halal dan kondusif dari pembuatan aturan dana nan mengarah kepada ketidakjujuran.

Masih banyak lagi nan bakal dapat didapat sekolah maupun guru dengan penerbitan LKS secara langsung oleh pihak sekolah. Sehingga sasaran nan disiapkan guru dalam RPP maupun sasaran nan ingin dicapai sekolah terhadap siswanya benar-benar terejawantahkan dengan baik. Bahkan, sangat dipastikan siswa bakal menguasai materi demi materi nan disampaikan.

Meski demikian, penulis hanya dapat mengajak dan menyarankan saja. Pasalnya, tidak semua guru siap melakukan ini. Apalagi, jika guru tidak biasa menulis atau suka membuat soal ujian hanya dengan menggunakan soal-soal nan ada di internet maupun nan ada di buku-buku pelajaran. Sehingga ini menjadi bagian dari permasalahan penerbitan buku LKS.

Inilah sekedar wacana penulis tentang penerbit buku LKS dan pemasarannya. Semoga ada guru nan tergerak ingin membuat karya LKSnya sendiri nan dipastikan memberikan kegunaan besar bagi siswanya.