Penelitian Psikologi Sastra

Penelitian Psikologi Sastra

Psikologi merupakan cabang ilmu pengetahuan di bidang sosial, sementara Sastra ialah bagian dari kesenian. Keduanya sangat berbeda. Namun bila keduanya dikaitkan, maka akan lahir suatu ilmu nan dinamakan Psikologi Sastra.

Pengertian Psikologi Sastra yaitu suatu kajian sastra nan memposisikan karya sastra sebagai sebuah aktifitas kejiwaan. Umumnya, seorang sastrawan akan melibatkan cita rasanya, serta meramu gejala kejiwaan suatu objek nan menjadi teks sastra nan dilengkapi dengan gejala kejiwaannya sendiri. Suatu karya sastra bisa terproyeksi secara imajiner, nan berasal dari pengalaman pribadi sang sastrawan maupun pengalaman di sekitarnya.

Dalam memberikan apresiasi terhadap karya sastra, pembaca nan bertindak sebagai konsumen bagi produk karya sastra juga tak akan lepas dari kondisi kejiwaan serta penjiwaannya. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya apresiasi nan majemuk dari pembaca nan satu dengan nan lainnya. Bahkan, karakter-karakter nan terdapat dalam sebuah karya sastra juga mempunyai sisi kejiwaan nan tak lepas dari sebuah apresiasi nan dilakukan oleh pembaca sastra.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa aspek termasuk ke dalam aspek nan terlibat dalam proses penulisan karya sastra, serta tak terlepas baik dari sisi si sastrawan maupun sisi pembaca sastra—karena sastrawan maupun pembaca sastra ialah manusia, nan tak terlepas dari aspek psikologis masing-masing. Selain itu, unsur-unsur psikologis dalam karakter-karakter karya sastra juga merupakan aspek psikologis nan perlu dikaji dan dipahami.



Psikoanalisis dalam Psikologi Sastra

Anda tentunya mengenal Sigmund Freud, atau setidaknya pernah mendengar nama itu, bukan ? Dialah nan mengembangkan metode Psikoanalisis sebagai studi fungsi dan konduite psikologis manusia. Psikoanalisis merupakan semacam psikologi tentang kesadaran, perhatian-perhatiannya terarah pada motivasi, emosi, konflik, neurotik, mimpi-mimpi, dan karakter.

Sigmund Freud berpendapat bahwa sastra dan psikologi memiliki interaksi nan erat. Selain itu, Freud juga menyatakan bahwa ada interaksi antara sastrawan dengan segala jenis gejala psikologisnya, baik nan sudah terlihat maupun nan terungkap kemudian di dalam suatu karya. Ini semua bisa dilihat dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis.

Carl Jung, nan merupakan murid dari Sigmund Freud, juga pernah menyinggung interaksi tersebut. Ia berkata bahwa, arketipe merupakan khayalan murni dari ketidaksadaran, penjelmaan pengalaman. Dan ia juga berkata bahwa seorang penyair ialah manusia nan kolektif, pembawa, pembentuk, dan pembina dari jiwa manusia aktif secara tak disadarinya.

Dalam konsep Psikoanalisis, terdapat istilah struktur kepribadian nan disusun oleh Sigmund Freud. Struktur kepribadian tersebut mengandung tiga system penting, nan terdiri atas id, ego, dan superego. Ketiganya saling berkaitan satu sama lain dan membentuk suatu kekuatan atau totalitas.

Id ialah lapisan nan paling fundamental sekaligus menjadi objek dasar bagi pembentukan hidup. Id merupakan system kepribadian kodrati nan dibawa sejak lahir. Id mampu membayangkan suatu hal, tapi tak mampu membedakan bayangan itu dengan fenomena nan sebenarnya. Id tak bisa menilai sahih dan salah, serta moral, sehingga perlu adanya pengembangan ke arah memperoleh imajinasi tersebut. Alasan ini membuat Id melahirkan Ego.

Ego timbul sebab kebutuhan buat berhubungan secara baik dengan global nyata/ realita. Ia bertindak sebagai pengaruh individual terhadap sebuah objek dari realita, dan mengaktifkan fungsinya sinkron dengan prinsip dalam realita tersebut. Ego bertugas buat mempertahankan kepribadian dan menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. Dengan kata lain, Ego berupaya buat memenuhi kebutuhan Id sekaligus memenuhi kebutuhan moral dan perkembangan dari Superego.

Superego, menurut Bertens, ialah hasil dari proses internalisasi. Internalisasi ialah larangan-larangan maupun perintah-perintah nan berasal dari luar diri nan kemudian diolah dan terpancar dari dalam dirinya.

Sedangkan menurut Freud, Superego ialah aspek sosiologi kepribadian, serta representasi dari nilai-nilai nan berlaku di dalam masyarakat dan diejawantahkan ke dalam bentuk embargo dan perintah. Fungsi pokok dari Superego ialah sebagai 'hakim' nan menentukan apakah sesuatu sahih atau salah, pantas atau tidak, dan lain sebagainya hingga seseorang bisa bertindak sinkron dengan nilai moral nan berlaku di masyarakat.

Sebagai pelopor dari psikoanalisis, Sigmund freud memulai penerapan Psikoanalisisnya terhadap beberapa karya sastra dan dituangkannya dalam beberapa judul buku, antara lain:

  1. L'interpretation Des Reves , membahas tentang interpretasi atau penafsiran terhadap mimpi-mimpi.
  2. Delire et Reves Dana la "Gradiva" de Jensen , membahas tentang penerapan teori-teori psikoanalisis dalam karya sastra. Ia meneliti sebuah cerpen berjudul La Gradiva nan ditulis oleh Jensen dan menemukan bahwa ciri dari tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian dalam cerpen tersebut sangat sinkron dengan teori-teorinya mengenai kepribadian manusia.
  3. La Creation Littetaite et le reve Eveille , membahas tentang proses penciptaan karya sastra oleh sastrawan nan dikaitkan dengan kesenangan nan timbul pada anak-anak ketika bermain.
  4. Un Souvenir d'enfance de Leonardo de Vinci , membahas mengenai kepribadian Leonardo Da Vinci dari biografi dan karya-karyanya, serta menguraikan misteri senyuman monalisa dalam lukisan Monalisa. Freud juga memperkenalkan konsep Sublimasi nan berpengaruh dalam teori kebudayaan di dalam buku ini.


Penelitian Psikologi Sastra

Terdapat tiga unsur nan dijadikan sebagai aspek pendekatan dalam sebuah pengkajian atau penelitian psikologi sastra . Unsur-unsur itu ialah sastrawan sebagai pencipta karya sastra, karya sastra sebagai media nan mewakili ide atau gagasan si sastrawan, serta pembaca sebagai konsumen karya sastra.

Pada termin awal, karya sastra diposisikan sebagai persepsi sastrawan. Aspek emosional nan terdapat dalam suatu karya sastra merupakan representasi sastrawan. Sehingga, latar belakang si sastrawan nan akan menjadi objek penelitian. Melalui pendekatan psikologis, akan bisa diketahui bagaimana pengalaman sastrawan menentukan konten karya sastranya, mulai dari gaya, tema, hingga pelukisan karakter serta konduite dari tokoh-tokoh di dalamnya.

Pada termin kedua, penelitian akan menyingkap data-data psikologis dalam sebuah karya sastra nan menjadi objek penelitiannya. Dalam termin ini, penelitian diarahkan pada karya sastra sebagai objek jajak nan primer dengan menyingkap kebenaran teori psikologi di dalamnya serta memisahkan interaksi antara sastrawan dengan karya sastra. Sedangkan teori psikologi hanya sebagai alat bantu dalam penelitian.

Pada termin ketiga, penelitian diarahkan pada "misi" atau motivasi sastrawan dalam menghasilkan karya sastra tersebut. Objek target bagi sastrawan ialah pembaca sastra. Penelitian pada termin ini mencoba buat menguak unsur-unsur apa saja nan mengesankan pembaca serta daya tarik nan terdapat dalam karya sastra tersebut dan penyebab karya tersebut member pengaruh eksklusif bagi pembaca.

Selain ketiga aspek di atas, sekiranya metode Psikoanalisis nan juga termasuk dalam Psikologi Sastra juga perlu buat dibahas. Bagaimana metode psikoanalisis diterapkan dalam menganalisis sebuah karya sastra? Freud berpendapat bahwa mimpi bekerja melalui prosedur eksklusif nan mirip dengan pola dalam sebuah karya sastra, sementara Psikoanalisis lahir dari penelitian terhadap objek mimpi. Sehingga di situlah benang merah antara Psikoanalisis dengan global Sastra.

Adapun mekanisme-mekanisme mimpi nan bisa dianalogikan dengan seni, khususnya seni Sastra ialah sebagai berikut:

  1. Kondensasi. Kondensasi ialah peleburan atau penumpukan beberapa pikiran tersembunyi ke dalam sebuah imajinasi, khususnya dalam penulisan novel. Seorang novelis dalam menciptakan sebuah tokoh, ia mengkondensasi paras dan karakter dari beberapa orang nan ia kenali di kehidupan konkret buat menjadi sebuah karakter khayali.
  2. Displacement (Pemindahan). Merupakan mimpi nan menonjolkan sesuatu nan tak berhubungan dengan isi mimpi. Pemindahan juga berarti menampilkan citra mimpi nan kurang bermakna. Global sastra mengenal istilah metonimi, yaitu proses penggantian suatu ujaran dengan penanda lain nan mempunyai arti nan berkaitan dengan ujaran tersebut. Contoh: mawar buat menyebut bunga.
  3. Simbolisasi. Simbolisasi ialah mimpi nan muncul dan berbentuk simbol-simbol eksklusif nan menganalogikan suatu arti nan sesungguhnya. Hal ini senada dengan istilah Metafora dalam global sastra. Metafora ialah penggunaan penanda lain nan memiliki bukti diri maupun ciri nan mirip dengan objek sesungguhnya.
  4. Figurasi. Figurasi ialah transformasi pikiran ke dalam gambar. Suatu benda nan berada dalam pikiran kita akan muncul dalam mimpi kita. Unsur Figurasi ini dalam global seni bisa digunakan dalam global seni Lukis atau seni Rupa.

Sebagai sebuah pengantar, kiranya seluruh pembahasan di atas cukup buat memberi pemahaman anda tentang apa nan dimaksud dengan Psikologi Sastra. Selanjutnya, anda dapat mempelajarinya secara lebih mendalam dengan lebih banyak membaca dan memperkaya wawasan anda di bidang Sastra, khususnya Psikologi Sastra.