Fungsi Primer Militer

Fungsi Primer Militer

Anda tentu pernah mendengar istilah saudara kembar. Nah, militer dan politik dalam kondisi tertentu, seperti saudara kembar nan saling berdampingan. Jika suhu politik di sebuah negara stabil, besar kemungkinan kondisi militer negara tersebut stabil. Begitu pula sebaliknya, jika suhu politik di suatu negara panas, maka dapat jadi kondisi militer negara tersebut mendidih. Singkat kata kita dapat menerka, jika diibaratkan saudara kembar, politik ialah kakaknya dan militer ialah adiknya.

Pertanyaanya ialah apa nan menyebabkan stabil atau labilnya suhu politik? Jawabannya ialah negara, karena negara merupakan pusat dinamika politik, negara merupakan medan di mana pandangan-pandangan politik dari setiap wakil rakyat diperdebatkan sekaligus dipertaruhkan. Singkatnya, interaksi antara militer dan politik ialah interaksi antara militer dan siapa nan menggerakan militer itu sendiri.



Perbedaan militer dan politik

Namun demikian, meskipun militer tak dapat bergerak sendiri, perannya tidak kalah krusial jika dibandingkan dengan legislatif atau yudikatif karena militer ialah senjata ampuh ketika negara mengalami ancaman, tantangan, halangan, dan gangguan baik dari separatis maupun dari luar negeri.

Oleh sebab itu dalam global militer atau angkatan bersenjata dari suatu negara sangat diperlukan sikap nan tegas, agresif, disiplin, berani, dan hierarkis meskipun terkadang kaku dan otoriter.

Sementara politik lebih bersifat praktis dan humanis, karena fungsinya buat mengatur kekuasaan di masyarakat dalam arti merebut dan mempertahankan kekuasaan nan wujudnya ialah pembuatan peraturan perundang-undangan dalam rangka menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.



Bahaya Militer Masuk Politik

Jika ditintau dari Undang-Undang secara umum, maka pihak nan menggerakan militer ialah pemimpin negara, baik itu presiden, raja, atau kanselir dan sistem pemerintahan nan dipakai oleh suatu negara ikut menentukan mekanisme penggunaan militer dalam merespon masalah nan berkaitan dengan bangsa dan negara. Antara sistem demokrasi dan sistem otoriter tentu berbeda prosedurnya.

Bahayanya, ketika pemimpin negaranya memiliki sifat otoriter meskipun sistem pemerintahan nan dipakai ialah demokrasi, besar kemungkinan ia akan menggunakan militer sebagai alat buat melanggengkan kekuasaanya. Sementara itu militer mempunyai sifat gerakan top-down, yaitu apapun nan diperintahkan oleh atasannya harus dikerjakan tanpa melihat sahih atau salah sebab itu sebuah perintah, apalagi jika nan memerintahkannya seorang pemimpin negara.

Pada kondisi ini terlihat benang merah antara otoritarianisme dan militerisme seperti saudara kembar. Tak heran ketika fakta sejarah bicara, bahwa militer sering kali dijadikan senjata ampuh buat melanggengkan kekuasaan pemimpin negara nan otoriter. Baik latar belakang pemimpin negara tersebut militer atau sipil, sama saja.

Dalam rangka melanggengkan kekuasaan itu, tidak sporadis militer diikutsertakan dalam membredel media massa, mengintimidasi aktivis kritis, dan menutup semua akses saran, kritik, dan aspirasi rakyat terhadap pemimpin negara. Tragisnya, semua hal ini pernah terjadi pada masa Orde Lama dan Orde Baru.



Fungsi Primer Militer

Militer nan menjadi tangan kanan pemimpin negara otoriter, seperti juga pernah terjadi di negara kita jika dikaitkan dengan amanah Jenderal Soedirman kepada tentara, tentu sudah tak sinkron lagi. Beliau pernah berpesan:

"Tentara hanya mempunyai satu kewajiban, mempertahankan kedaulatan negara dan menjaga keselamatannya. Tentara tak boleh menjadi alat suatu golongan atau siapapun juga" . Meskipun amanah ini disampaikan 66 tahun nan lalu, tepatnya 12 November 1945, tapi masih sinkron dengan kebutuhan bangsa saat ini.

Begitu pula peran pemimpin negara dan politisi saat ini. Yang dibutuhkan rakyat bukanlah pemimpin negara ototiter atau politisi nan pragmatis dan oportunis, melainkan negarawan nan lebih mendahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan nan lainnya.



Profil Presiden-presiden Indonesia dari militer

Indonsia pernah dikendalikan oleh pemimpin dari kalangan militer, bahkan Soeharto presiden kedua pun berasal dari ketika dilantik masih menjabat militer aktif. Kepemimpinan tokoh militer di global politik Indonesia memiliki akibat positif dan negativenya. Kedua hal itu nan merasakan langsung ialah rakyatnya. Berikut ini merupakan deretan profil presiden dan pejabat negara dari kalangan militer di Indonesia.



1. HM. Soeharto

Presiden ke dua Indonesia ialah Haji Muhammad Soeharto, presiden nan hadir dari kalangan tentara. Jabatan terakhir sebelum jadi presiden ialah Panglima coordinator strategis Angkatan Darat, selanjutnyadi sebut Pangkostrad.

Soeharto lahir pada tanggal 8 Juni 1921 di Yogyakarta, tepatnya Desa Kemusuk,Argomulyo Kabupaten Bantul. Orang tua Soeharto bernama Kertoredjo dan Sukirah, orang tuanya ialah petani lokal dan pengatur irigrasi desa atau ulu-ulu. Masa kecil Soeharto diasuh oleh Mbah Kromo, kakeknya. Sejak kecil dia sudah terbiasa dengan lingkungan pertanian, sawah dan hewan ternak.

Ketika masuk bangku sekolah Soeharto kecil ikut kakek dari ibunya yakni Mbah Atmosudiro. Masa sekolah dasar di Puluhan sebuah desa kecil di Godean. Kemudian selang berapa lama dia pindah ke SD Pedes mengikuti ibu dan bapak tirinya nan pindah rumah di Desa Kemusuk Kidul. Tak lama di loka itu Soeharto kecil ikut pamannya ke desa Wuryantoro, Wonogiri, hingga tamat.

Awal karier Soeharto di militer

Karier militer soeharto dimulai dari ketika dia diterima jadi Koninklijk Nederlands Indisce Leger / KNIL pada tahun 1942. Pendidikan militernya pertama dia tempuh ialah Sekolah Bintara di Gombong, Kabupaten Kebumen. Di Sekolah ini Soeharto mendapat peringkat siswa terbaik pada masa itu. Dia lulus sekolah bintara dengan pangkat kopral, dan kemudian bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia, kemudian disingkat TNI. Masa itu TNI merupakan institusi militer nan baru dibentuk.

Perjalanan karier Soeharto di TNI sangat cemerlang, pengalaman mengikuti operasi-operasi militer melawan aggressor Belanda, menempa karakter dia menjadi seorang tentara tulen. Dan talenta komandonnya pun kian tajam.



Gaya Kepemimpinan Soeharto

Soeharto merupakan presiden nan terlama nan berkuasa di Indonesia. Hampir 35 tahun dia memerintah Indonesia. Gaya pemerintahannya nan cenderung kaku ala militeristik. Pemimpin nan menutup terhadap disparitas pendapat, semua harus seragam. Kalau ada nan coba-coba membangkang, tidak segan-segan dia menggebuk melalui bawahannya.

Guna membangun kekuasaanya dia mengangkat pejabat dan gubernur dari kalangan militer nan dahulu pernah dekat dengannya. Dari menteri, gubernur sampai bupati semua berasal dari militer, terutama Angkatan Darat, nan waktu itu menjadi anak emasnya Soeharto.



2. Susilo Bambang Yudhoyono

Susilo Bambang Yudhoyono merupaka presiden salah satu dari dua presiden Republik Indonesia nan hadir dari militer. Pangkat terakhir Susilo Bambang Yudhoyono ialah Letnan Jendral / Letjen sedangkan jabatan terakhir di TNI AD ialah Kepala Staf Teritorial / Aster. Beliau merupakan tentara nan merintis karier miliernya dari Akabri.

Menurut catatan biodatanya Susilo Bambang Yudoyono lahir pada tanggal 9 September 1949, Beliau berasal dari Desa Tremas, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Talenta militernya diturunkan dari orang tuanya.

Susilo Bambang Yudhoyono menyelesaikan pendidikan dasarnya hingga SMA di Pacitan dan memilih menjadi tentara merupakan merupakan cita - citanya sejak kecil sebab ingin meniru bapaknya. Maka dari itu dia mendaftar pada Akabri pada tahun 1973. Berkat kesungguhanya mendalami pendidikan militer di Akabri, ketika lulus dia terpilih menjadi siswa lulusan terbaik dan mendapatkan penghargaan Tri Sakti Wiratama, penghargaan paling tinggi nan disematkan kepada siswa nan berprestasi sempurna.

Karier Militer

Awal karier militer setelah lulus dari Akabri dia ditugaskan di Kostrad, sebagai hulubalang pleton pan Yonif Linud 330. Pendidikan militer nan pernah dia tempuh di luar negeri ialah Airborne School dan US Army Rangers di Amerika pada tahun1976, Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983.

Karier militer cemarlang dan hasrat mendalami pendidikannya kian menanjak sehingga pada puncaknya Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai Kepala Staf Teriotrial dan pangkat terakhir ialah Letnan jenderal / Letjen dengan ditandai bintang tiga di puncaknya.

Karier politik SBY dimulai sejak dia menjadi anggota MPR buat Fraksi ABRI pada tahun 1998 di mana beliau ditunjuk sebagai juru bicara, pada sidang MPR. Kemampuan publik speaking nan bagus, bahasanya tertata rapi, menimbulkan kekaguman publik terhadap sosok pejabat militer ini.

Awal masuk menjadi bagian dari kepemerintahannya ketika masa itu Abdulrahman wahid menunjukannya sebagai menteri ESDM pada tahun 1999 , tapi setahun kemudian dia dipindahkan ke pos baru yakni Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan. Namun jabatannya baru itu tidak bertahan lama, sebab ada benturan politik antara Presiden Wahid dengan DPR. Sehingga, timbulah pencabutan mandat oleh DPR dan mengakibatkan Presiden terguling, dan posisi presiden diganti Megawati, wakil president.

Menjadi Presiden terpilih

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan pemimpin Indonesia pertama nan dilantik hasil dari pemilihan langsung, pada tahun 2004, beliau didampingi Jusuf Kalla sebagai wakil. Sedangkan pada masa jabatan periode kedua beliau menang terpilih lagi menjadi presiden dengan wakilnya Boediono. Karakter militer kepimpinan SBY tidak sangat kentara ketika dia memerintahkan menteri-menterinya buat konsekwen dengan tugas-tugasnya, dan kerap menegur menterinya nan menyimpang dari tugas utamanya.
Demikianlah sekilas tentang militer dan politik kerap dicampur adukan dalam kepemerintahan sebuah negara, demi melanggengkan kekuasaan.