Aliran-Aliran Filsafat Modern

Aliran-Aliran Filsafat Modern

Tahukah Anda dengan aliran-aliran filsafat nan berkembang di era modern seperti saat ini? Boleh jadi hanya sedikit kalangan nan mengetahuinya. Bagaimana tidak, istilah filsafat masih tergolong "sesuatu" nan menakutkan buat dipelajari. Ketika mendengar istilah filsafat, banyak kalangan nan menganggap bahwa filsafat merupakan sebuah kajian nan sulit dan berat, jadi banyak nan menganggap bahwa tidaklah krusial buat mengetahui aliran-aliran filsafat.

Jika dipelajari betul, filsafat ialah kajian nan menyenangkan. Ada sensasi keasyikan tersendiri ketika mempelajari filsafat. Terlebih bagi orang nan memang menyukainya. Namun, dalam artikel kali ini kita tak akan membahas terlalu jauh mengenai keasyikan apa aku nan dapat dirasakan ketika mempelajari filsafat. Artikel ini hanya akan menyajikan pembahasan tentang definisi generik filsafat dan aliran-aliran filsafat modern nan sedang berkembang. Bagaimana lengkapnya? simak uraian berikut.



Definisi Generik Tentang Filsafat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, filsafat didefinisikan sebagai (1) pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala nan ada, sebab, asal, dan hukumnya; (2) teori nan mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; (3) ilmu yg berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi; (4) falsafah.

Lebih jelasnya lagi, filsafat ialah suatu kajian keilmuan tentang kenyataan pemikiran dan kehidupan manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Kajian filsafat tak dipelajari dengan melakukan berbagai eksperimen sebagaimana disiplin ilmu lainnya.

Akan tetapi, pendalaman kajian filsafat ini lebih didasarkan pada pengutaraan masalah secara persis, kemudian mencari solusi terbaik buat permasalahan tersebut. Selain itu, pendalaman filsafat juga dilakukan dengan memberikan argumen lengkap dengan solusinya.

Dilihat dari sisi media pembelajaran, filsafat sedikit memiliki kecenderungan dengan kajian ilmu lainnya. Ya, buat mempelajari kajian filsafat hanya diperlukan dua media, yakni kajian logika dan kajian bahasa. Namun, penitikberatan medianya lebih kepada kajian logika.

Ya, seperti halnya Matematika, dalam filsafat pun dikaji sebuah ilmu nan dinamakan logika. Dengan begitu, bukanlah sebuah keanehan jika pada sisi terterntu, filsafat pun memiliki cirri nan eksak, dan tak melulu berciri spekulasi, ketertarikan, keraguan, dan rasa penasaran.

Lalu, bagaimana dengan aliran-aliran nan terdapat dalam kajian filsafat? Kajian filsafat memiliki banyak sekali aliran-aliran nan masing-masing darinya dapat dipelajari lebih mendalam. Namun, dalam artikel kali ini, penulis hanya akan menyajikan aliran-aliran filsafat nan berkembang di era Moderna. Apa saja aliran-aliran filsafata tersebut? Berikut ialah pembahanasannya.



Aliran-Aliran Filsafat Modern

Topik pembahasan aliran-aliran filsafat modern, sudah tak lagi terfokus pada keberadaan kosmos dan Tuhan semata, melainkan sudah mulai fokus buat mengkaji manusia. Periode ini disebut dengan zaman kesadaran atau renaissance nan ditandai dengan kemenangan akal budi atas hukum-hukum dogmatis agama.

Para pemikir modern mulai bersikukuh bahwa ilmu dan pengetahuan didapat dari manusia itu sendiri, bukannya dari kitab kudus atau ajaran agama. Namun demikian, secara epistemologis terdapat disparitas pendapat.

Sebagai contoh, genre rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan berasal dari pemikiran akal (rasio). Sedangkan genre empirisme, memercayai bahwa sumber pengetahuan itu didapat dari pelbagai pengalaman. Selanjutnya muncul genre kritisisme, nan mencoba mendamaikan perselisihan kedua pendekatan epistemologis tersebut.

Lantas, apa saja aliran-aliran filsafat nan berkembang di era modern ini? Simak pembahasan berikut ini.



1. Idealisme

Idealisme ialah suatu ajaran/faham atau genre nan menganggap bahwa empiris ini terdiri atas ide-ide, pikiran, roh-roh (sukma) atau jiwa, dan nan homogen dengan itu. Genre filsafat idealism ini merupakan genre filsafat nan memiliki peranan krusial dalam perkembangan sejarah pikiran manusia. Bagi genre ini, fenomena nan sebenar-benarnya konkret ialah alam pikiran. Sedangkan alam konkret ini hanyalah bayangan nan menempati salah satu ruang idea.

Aliran ini mulanya berkembang di abad pertengahan. Pada jaman Aufklarung, ulama-ulama mengakui bahwa segala apapun nan berhubungan dengan kerohanian selalu lebih krusial dengan hal-hal nan bersifat kebendaan. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan jika sampai saat ini genre filsafat idealism ini lebih banyak diyakini oleh kaum agama.



2. Rasionalisme

Aliran ini dipelopori oleh Rene Descartes (1596 - 1650). Dia menegaskan bahwa dasar kokoh dari suatu pengetahuan ialah metode. Metode Descartes ini agak unik, dia berangkat dari menegasikan kebenaran suatu pengetahuan.

Dia menyangsikan kebenaran suatu pengetahuan, dan dengan kesangsian itulah dia menguji kesahihan suatu pengetahuan. Apabila suatu pengetahuan dapat tahan terhadap uji sangsi ini, maka kebenaran pengetahuan itu boleh dibilang sahih.

Metode Descartes ini terbalik dengan nan lazim belaku hingga saat ini, di mana buat memeriksa kebenaran pengetahuan pada saat ini dilakukan dengan uji sahih, bukan uji sangsi. Descartes bersikukuh dengan metodenya itu, karena menurutnya, mencari kekurangan dari suatu pengetahuan lebih krusial daripada mencari kelebihannya. Karena ini akan sangat berpengaruh pada bagaimana kebenaran pengetahuan itu nantinya ketika dioperasikan.

Dengan menyangsikan sesuatu, maka seseorang akan menyadari bahwa dirinya sedang berpikir. Adanya pencerahan berpikir itulah basis pembangun eksistensinya. Cogito ergo sum , saya berpikir maka saya ada. Pikiran dan berpikir ialah tema sentral filsafat Descartes, sebab hanya dengan itulah seseorang dapat mengerti suatu kebenaran pengetahuan secara jelas dan terpilah, clara et distincta.

Descartes memercayai ada tiga empiris sebagai substansi bawaan, nan ada sejak manusia lahir. Ketiga empiris itu adalah; empiris pikiran (res cogitan), empiris ekspansi materi (res extensa), dan empiris Tuhan.



3. Empirisme

Salah seorang pelopornya ialah David Hume (1711 - 1776). Hume berpendapat bahwa pengalaman itu ialah sumber pengetahuan nan didapat dari sifat lahiriah dan batiniah manusia. Oleh sebab itu, Hume bersikukuh bahwa sosialisasi inderawi akan menghasilkan sosialisasi nan jelas dan sempurna.

Filsafat Hume mencermati dua hal, yaitu substandi dan kausalitas. Menurutnya, substansi hanya berisi kesan-kesan tentang beberapa karakteristik nan selalu ada pada sesuatu secara bersamaan. Karena hanya dianggap sebagai kesan, maka Hume tak sepenuhnya dapat menerima substansi.Menurutnya, kesan ialah pangkal tolak dari suatu gagasan, adanya interaksi kausalitas antara kesan dan gagasan inilah nan menurut Hume juga menjadi hal krusial buat dicermati.

Namun demikian, dia juga menolak aspek kausalitas ini sebagai kebenaran empiris. Sebab kausalitas hanya membicarakan Norma nan sebenarnya sudah kita harapkan. Misalnya, kita merebus air buat membuatnya panas.Hume hanya percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang global didapat dari pencerapan indra. Di mana terdapat batasan-batasan tegas nan menerangkan tentang bagaimana konklusi itu dapat didapat dengan persepsi indra.



4. Kritisisme

Imanuel Kant (1724 - 1804) mencoba mencari sintesa dari kontradiksi dua genre filsafat ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing genre memiliki nilai kebenaran dan kesalahan separuh. Bagi Kant, fenomena bahwa pengetahuan kita tentang global berasal dari indra kita ialah sesuatu hal nan benar. Namun demikian, kita tak dapat mengabaikan aspek akal pikiran nan jadi faktor penentu tentang bagaimana cara kita memandang global sekitar kita.

Terdapat kondisi-kondisi eksklusif nan ikut menentukan konsepsi kita terhadap dunia. Pertama, kondisi lahiriah global dan kedua kondisi batiniah manusia. Kondisi lahiriah global nan menyangkut persoalan ruang dan waktu hanya bisa kita tangkap melalui indra kita. Sedangkan proses-proses perubahan global nan menjelaskan bahwa hukum kausalitas sedang berlaku, hanya bisa dipahami oleh aspek batiniah manusia.

Kritikan Kant terhadap pemikiran rasionalisme dan empirisme ini, ialah upaya buat membuat buatan nan selanjutnya diletakkan sebagai dasar bagi perkembangan aliran-aliran filsafat masa kini.