Siti Nurbaya Bukan Sekadar Cerita

Siti Nurbaya Bukan Sekadar Cerita

Indonesia memiliki banyak sastrawan. Mereka produktif. Mengangkat tema-tema nan generik terjadi di masyarakat Indonesia. Bahwa karya mereka secara tak langsung ialah cerminan dari bagaimana keadaan sosial masyarakat Indonesia. Salah satu karya nan kenyataan ialah Siti Nurbaya .

Nama Siti Nurbaya sudah seperti mitos. Seringkali disebut-sebut, dan tidak sporadis nan menyebutkannya pun tak tahu persis siapa itu Siti Nurbaya sebenarnya. Mereka hanya mendengar, korban dari ketenaran nama nan kedengarannya sudah cukup ketinggalan zaman jika disandingkan dengan nama-nama wanita Indonesia masa kini.

Lalu, siapa Siti Nurbaya? Bagi Anda nan memang menggilai karya-karya sastra Indonesia atau paling tak "terpaksa" buat mengetahui karya-karya tersebut niscaya tak lagi asing dengan nama wanita nan satu itu. Beda soal jika Siti Nurbaya dibicarakan di kalangan masyarakat nan berada di luar global sastra. Ketidaktahuan mengenai siapa Siti Nurbaya ialah hal lumrah.

Walaupun sebenarnya hal tersebut juga agak aneh. Mengingat Siti Nurbaya bukanlah nama nan asing bagi masyarakat Indonesia secara umum. Paling tidak, sedikit informasi mengenai siapa Siti Nurbaya niscaya pernah "mampir" di telinga masyarakat Indonesia secara umum. Kalau hal itu masih juga tak terjadi, baiklah, informasi mengenai Siti Nurbaya akan Anda dapatkan di sini.



Siti Nurbaya - Wanita dalam Sebuah Cerita nan Istimewa

Sosok Siti Nurbaya nan membekas di benak masyarakat Indonesia sesungguhnya tak pernah ada. Siti Nurbaya hanya ada di dalam sebuah cerita. Sebuah cerita roman karya salah satu penulis terbaik Indonesia, Marah Rusli.

Siti Nurbaya merupakan sebuah tonggak paling tinggi nan tertancap kuat dalam global kepenulisan Indonesia. Roman karya Marah Rusli ini dianggap sebagai pondasi kuat dari kokohnya novel-novel Indonesia saat ini. Para kritikus sastra nan cenderung sinis pun mengatakan bahwa Siti Nurbaya ialah karya krusial dalam sejarah global sastra Indonesia.

Terbit di masa Balai Pustaka, roman Siti Nurbaya ini seperti memiliki lampu paling terang di antara lainnya. Semua perhatian para sastrawan tak habis-habis tertuju pada karya Marah Rusli ini. Lalu, apa nan membuat karya ini begitu mendapatkan loka istimewa di hati pemerhati, penikmat, bahkan pengkritik karya sastra Indonesia?

Jika Anda pernah membaca cerita tentang Siti Nurbaya, Anda niscaya akan mengerti mengapa roman ini begitu dielu-elukan. Itupun jika Anda memandang roman ini dari sudut nan berbeda. Jika Anda melihatnya secara jalan cerita, kesan biasa-biasa saja bukan tak mungkin akan terlintas di benak Anda. Tapi, coba lihat Siti Nurbaya dari sisi lain. Dan Anda akan menemukan pembenaran mengapa Marah Rusli dianggap sebagai penulis hebat.

Secara jalan cerita, Siti Nurbaya jauh lebih sederhana, jauh lebih "biasa banget" dibanding dengan novel-novel Indonesia nan terbit saat ini. Konflik nan ada dalam roman Siti Nurbaya niscaya akan "ditertawakan" sebab saking sederhananya. Asumsi bahwa, "jalan cerita seperti ini kok dapat fenomenal" niscaya akan meluncur bagi mereka nan skeptic dan belum terbiasa melihat sebuah nilai dari sesuatu nan tak terlihat.

Secara alur cerita dan konflik, Siti Nurbaya dapat dikatakan jauh tertinggal dibanding dengan novel Indonesia saat ini nan konfliknya sudah lebih beragam, dalam, dan terlalu "fiksi". Tapi kekuatan lain dimiliki novel ini. Sebuah kekuatan nan datang dari berbagai sisi kehidupan manusia nan justru lebih nyata.



Sinopsis Cerita Roman Siti Nurbaya

Cerita Siti Nurbaya berlatar kebudayaan Minangkabau, Sumatera Barat. Dalam cerita Siti Nurbaya, Anda akan menemukan nama-nama tokoh nan berbau unsur Minang. Seperti Sutan Mahmus Syah, Samsul Bahri, Baginda Sulaiman dan Siti Nurbaya itu sendiri.

Adalah seorang Sutan Mahmud Syah nan merupakan bangsawan di Padang. Sutan Mahmud Syah memiliki seorang putra, Samsul Bahri namanya. Lelaki itu sungguh berbudipekerti. Takjauh dari rumah Sutan Mahmud, tinggal seorang saudagar nan juga kaya raya, ialah Baginda Sulaiman. Dan Siti Nurbaya ialah putri semata wayang Baginda Sulaiman.

Kehidupan dua keluarga kaya raya itu sempurna. Situ Nurbaya dan Samsul Bahri tumbuh bersama. Mereka saling memiliki perasaan dan merasa bahwa semua akan baik-baik saja. Sampai akhirnya datang seorang dursila di tengah-tengah mereka. Orang itu ialah Datuk Meringgih. Seorang rentenir licik nan iri dengan keberhasilan usaha milik ayahanda Siti Nurbaya. Berbagai upaya dilakukannya buat membuat Baginda Sulaiman jatuh.

Baginda Sulaiman pun sukses ditaklukkannya. Usaha nan telah dibangun, habis dibakar oleh Datuk Meringgih nan memerintahkan anak buahnya buat melakukan itu. Baginda Sulaiman pun meminta pertolongan kepada Datuk Meringgih. Ayah Siti Nurbaya taksadar bahwa lelaki itulah nan sudah membinasakan seluruh usahanya.

Syarat peminjaman uang pun diajukan. Hingga tiba saat melunasi, Baginda Sulaiman masih belum dapat membayarnya. Dengan sudah terencana, Datuk Meringgih mengancam buat menjebloskan Baginda Sulaiman ke dalam penjara jika tak segera melunasi, kecuali dengan satu syarat, membiarkan Siti Nurbaya dipersuntingnya sebagai istri muda.

Sebagai seorang ayah, tentu saja wajar jika Baginda Sulaiman menolak itu mentah-mentah. Ia tak ingin putri semata wayangnya, Siti Nurbaya, dipersunting lelaki dursila seperti Datuk Meringgih. Tapi Siti Nurbaya berkehendak lain. Ia bersedia dipersunting Datuk Meringgih dengan sadar bahwa kebahagiaan akan musnah saat itu juga dari hidupnya. Baginda pun jatuh sakit.

Samsul Bahri nan sedang menuntut ilmu di Jakarta tentu saja bersedih mendengar kabar dari kekasih hatinya. Ketika pulang ke Padang, ia menyempatkan menjenguk Siti Nurbaya dan Baginda. Kedatangnnya ke rumah Siti Nurbaya justru menimbulkan sebuah fitnah. Datuk Meringgih memfitnahnya. Pertengkaran terjadi, niat hati ingin melerai, Baginda justru terjatuh dan meninggal.

Berita rekaan nan disebarkan Datuk Meringgih membuat Sutan Mahmud Syah malu. Ia mengusir anak lelakinya. Samsul Bahri kembali ke Jakarta dan meninggalkan Siti Nurbaya di Padang. Sepeninggal ayahanda, Siti Nurbaya merasa bebas dari pengaruh Datuk Meringgih, ia pun tinggal bersama saudaranya.

Siti Nurbaya ingin menyusul Samsul Bahri ke Jakarta. Namun, lagi-lagi rekaan Datuk Meringgih nan mengatakan bahwa Siti Nurbaya mencuri sukses menggagalkan kebahagiaan Siti Nurbaya. Wanita itu batal menemui Samsul Bahri. Bukti pun pada akhirnya menyatakan bahwa Siti Nurbaya tak bersalah.

Kesal dengan ulah Siti Nurbaya, Datuk Meringgih berupaya buat membunuhnya. Datuk Meringgih meracuni Siti Nurbaya. Wanita itu pun akhirnya meninggal. Derita Siti Nurbaya ternyata ikut dirasakan oleh Ibunda Samsul Bahri, hingga wanita itu pun taklama meninggal dunia. Kabar duka dari tanah kelahiran akhirnya sampai juga ke telinga Samsul Bahri.

Tak kuasa mendengar warta bahwa dua wanita nan dicintainya meninggal, Siti Nurbaya dan Ibunda, Samsul Bahri memutuskan buat bunuh diri. Upaya itu digagalkan temannya. Namun, warta nan sampai hingga ke Padang berbeda. Samsul Bahri diberitakan meninggal dunia.

Tahun berlalu, Samsul Bahri telah menjadi seorang pria dewasa. Ia bergabung bersama pihak penjajah sebagai serdadu dengan nama Letnan Mas. Tindakannya nan seolah-olah membela penjajah dilakukannya atas dasar frustasi. Ia tak sungguh-sungguh berada di pihak penjajah. Hingga sebuah tugas datang padanya. Ia harus membereskan pemberontakkan nan terjadi di Padang.

Pemimpin pemberontakan itu taklain dan takbukan ialah Datuk Meringgih. Dua lelaki itu bertempur. Datuk Meringgih akhirnya wafat di tangan Samsul Bahri. Pertempuran itu menyisakan luka di tubuh Samsul Bahri. Ia pun harus dirawat. Saat perawatan itulah ia kembali berjumpa dengan ayahnya nan sudah lama tak ditemuinya.

Haru, bahagia, sedih sebab harus berjumpa dalam keadaan seperti itu ialah perasaan nan dirasakan ayah dan anak nan sudah lama tidak bertemu. Letnan Mas mengatakan pada ayahnya bahwa adalah Samsul Bahri, anak Sutan Mahmud Syah nan sudah bertahun-tahun tak pulang. Kebahagiaan Samsul Bahri taklama. Luka parah mengantarkannya ke peristirahatan terakhir.

Taklama, sebab mungkin menanggung kesedihan nan mendalam, Sutan Mahmud Syah pun meninggal. Roman ini berakhir dengan kematian para tokohnya. Siti Nurbaya, Samsul Bahri, Baginda Sulaiman, Sutan Mahmud Syah dan Datuk Meringgih.



Siti Nurbaya Bukan Sekadar Cerita

Konflik dan latar belakang nan terjadi dalam Siti Nurbaya menyuguhkan sisi lain. Bahwa kesediaan Siti Nurbaya buat menjadi istri muda Datuk Meringgih merupakan citra bakti seorang anak pada ayahnya. Bahwa penjajahan nan dilakukan Datuk Meringgih pada Siti Nurbaya ialah pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Kegigihan Siti Nurbaya buat memperjuangkan nasib ayahnya, kepergiannya ke Jakarta buat meneumai Samsul Bahri juga menggambarkan semangat emansipasi wanita. Keputusan Samsul Bahri buat tak kembali dalam waktu lama ke tanah kelahirannya juga menggambarkan tradisi masyarakat Padang itu sendiri. Bahwa tak akan pulang sebelum sukses.

Novel Siti Nurbaya bukan sekadar roman picisan. Tetapi sekaligus citra kehidupan sosial nan terjadi di masyarakat Indonesia. Bahwa Siti Nurbaya terbelenggu. Terbelenggu oleh hal nan sifatnya tradisi, bahwa nan lemah harus mengalah pada nan kuat. Bahwa penghutang harus menuruti semua keinginan si pemberi hutang.

Tema seperti ini menjadi luar biasa pada masa itu. Mengingat kebebasan buat berkreasi masih seperti menjadi barang mahal. Di tahun 1963, novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli ini sudah mengalami 11 kali cetak ulang. Dan itu terjadi di Malaysia. Untuk anak sekolah lanjutan, novel ini bahkan menjadi novel wajib bagi pelajaran sastra.