Sebagian Kecil Jenis Mesin Cetak dan Perangkat Pendukungnya

Sebagian Kecil Jenis Mesin Cetak dan Perangkat Pendukungnya

Bisnis perusahaan percetakan dan penerbitan buku boleh jadi memasuki abad tergelap. Sebab, ancaman era digital online sudah terasa sekali dampaknya. Pada Maret 2010, Surat kabar The Chicago Sun Times di Amerika mengajukan konservasi kebangkrutan.

Permasalahan saat ini terjadi ketika teknologi digital mulai menggeser media cetak. Berapa orang di antara kita nan masih membaca buku, surat kabar, atau majalah. Kita lebih sering mengetahui perkembangan informasi melalui situs-situs online.

Bahkan, sudah tak kuat membaca buku tebal dan artikel panjang. Akibatnya, secara psikologis alam bawah sadar kita pun terbentuk dan terbiasa membaca hal-hal nan remeh temeh seperti pesan-pesan nan tersaji pada trending topic semisal dari twitter dan yahoo.



Toko Buku dan Percetakan Bakal Gulung Tikar

Menurut ANTARA News, “Sejumlah penerbit anggota Ikatan Penerbit Indonesia terancam gulung tikar setelah harga kertas pada semester pertama 2010 mengalami kenaikan hingga 40% lebih."

Lebih menyedihkan lagi menurut temuan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) selama kurun waktu satu dasa warsa terakhir, jumlah toko buku nan bangkrut mencapai 2.802. Di samping itu, banyak penerbit buku menjadi agen pemasar langsung ke customer . Selain itu, sebagian besar penerbit buku masih terkonsentrasi di Pulau Jawa sehingga penyebarannya sangat minim.

Ancaman lain di bidang industri percetakan dampak dari meroketnya harga kertas di pasar dunia. Meski di Indonesia, banyak hutan dan pabrik kertas (pulp) tetapi nyata-nyata sebagian penerbit mengimpor jenis kertas-kertas eksklusif protesis Finlandia. Karena apa? Harganya lebih murah, berat jenisnya lebih ringan (gram), dan mutunya lebih baik.

Kertas dengan berat nan lebih ringan apabila sudah menjadi sebuah buku akan berakibat kepada ongkos kirim barang. Kertas nan terlalu tipis dapat “berbahaya” bagi proses pencetakan, dikhawatirkan nyangkut, dan seterusnya. Umumnya penerbit menggunakan kertas 60 gr, 70 gr, 80 gr, berjenis HVS, Koran, mattepapper, atau artpapper.



Jenis Kertas Menurut Tappi ( Technical Association of the Pulp and Paper Industry )
  1. Uncoated groundwood
  2. Coated groundwood
  3. Uncoated woodfree
  4. Coated woodfree
  5. Kraft paper
  6. Bleached paperboard
  7. Unbleached paperboard
  8. Recycled paperboard
  9. MG kraft specialties
  10. Tissue
  11. Market pulp


Sebagian Kecil Jenis Mesin Cetak dan Perangkat Pendukungnya
  1. Mesin Laminating-Varnish
  2. Timbangan Penghitung Barang Cetakan
  3. Mesin Hot Print-Emboss
  4. Mesin Rotary
  5. Mesin Sablon
  6. Mesin Pangkas Kertas
  7. Mesin Jahit Kawat
  8. Mesin UV Curing
  9. Mesin Lem Panas
  10. Mesin Pembuat Pisau Pond
  11. Mesin Pangkas Kertas
  12. Mesin Perforator/Cacah
  13. Mesin Plate
  14. Mesin Matres
  15. Polar Ryobi
  16. Sakurai
  17. Oliver
  18. Heidelberg GTO
  19. Gestetner 311

Lalu mengapa bisnis percetakan masih bertahan? Karena masih ada nan menggunakan kertas seperti buat fotokopi, mencetak faktur transaksi, mencetak tiket, buku sekolah dan lembar ujian, kertas buat sertifikat berharga semisal surat tanah, kwitansi, KTP-Kartu Keluarga dan seterusnya.

Kertas saat ini masih dianggap valid (sah) sebagai alat bukti dari sebuah ikatan perjanjian, baik bersifat bisnis maupun sosial.



Jangan Hanya‘Mentok’ Menjadi Perusahaan Percatakan Buku

Perusahaan memang akan mengalami masa gulung tikar.Pasalnya, internet sudah menjadi kebutuhan banyak orang. Meski masih banyak nan menganggap dengan membaca buku lebih enak dari membaca melalui monitor laptop atau komputer, namun tetap saja hal itu terjadi hanya pada sebagian kecil orang saja. Ya, umumnya para akademisi nan memang kurang dapat membaca secara duduk terdiam. Mereka nan umumnya mempunyai Norma membaca buku dengn berbaring, memang lebih menyukai membaca melalui teks nan tertera di kertas ketimbang nan dibaca di monitor.

Namun, lambat laun klan nan menyatakan lebih suka membaca teks nan tertulis akan mengalami pergeseran menjadi terikut membaca melalui monitor. Yah, pengaruh lingkungan akan menggiringnya.

Karena itu, perusahaan percetakan mesti merubah kebiasaannya. Jika selama ini hanya fokus pada percetakan buku, cobalah buat merembah ke percetakan jenis lainnya. Seperti sablon, kartu dan sebagainya. Fungsinya, agar tak segera mengalami nasib gulung tikar.

Sedangkan penerbit nan ada, cobalah buat pindah menerbitkan buku dalam bentuk ebook. Tentu saja, tidak hanya sekedar mendesain tulisan agar lebih menarik di dalam ebook. Namun, juga harus dapat membantu pemasaran. Pasalnya, di global maya distributor kurang begitu diperlukan. Jika pun ada, itu hanya resseller. Maka dari itu, perusahaan percetakan hendaklah segera mempelajari pemasaran online sejak dini.

Jika tak saat ini, ia akan mengalami kebangkrutan saat ini. Apalagi media sudah banyak nan menerbitkan medianya dalam format online. Sehingga pembaca hanya membayar tagihan bulanan melalui ATM dan dengan segara dapat memilih paket langganannya. Jika ini kian hari kian berkembang, maka perusahaan percetakan bakal mengalami gulung tikar.

Mau tak mau, mulai saat ini perusahaan percetakan, distributor dan para penulis buku mesti mempelajari global online. Mesti memahami bagaimana proses pencetakan naskah melalui online. Mempelajari cara memasarkannya dan sebagainya. Jika menunda-nunda mempelajarinya, maka dialamatkan akan kebingungan jika proses online sudah kian menjamur.



E-Book Menjadi Penghambat Primer Bisnis Perusahaan Percetakan Buku

Fenomena evolusi di global penerbitan, merupakan sebuah asa baru bagi pembaca dan pelaku pada industri buku. Namun demikian setiap ada perubahan niscaya ada nan dikorbankan. Buku nan selama ini diproduksi, merupakan hasil akhir dari serangkaian sistem produksi nan kompleks atau saling keterkaitan.

Ketika buku digital hadir dengan sejumlah keunggulan, ternyata ada industry nan terancam gulung tikar. Salah satunya ialah perusahaan percetakan buku dan toko –toko buku. Mengapa demikian? Ternyata proses ebook tidak serumit membuat buku konvensional, dan menghilangkan kegiatan offsetting. Inilah nan menjadi ancaman bagi industri percetakan. Karena ketika buku digital hadir fungsi kertas dan kegiatan cetak tidak diperlukan lagi. Penggunakan kertas nan hiperbola sudah dianggap sebagai tindakan turut merusak lingkungan alam. Karena kertas dibuat dari kayu nan diambil dari hutan.

Bahkan sekarang tidak hanya buku saja nan dikonversi ke digital, industri majalah dan surat kabar pun ramai-ramai juga sudah menjamur dalam hal menawarkan versi digitalnya. Mereka memanfaat celah bisnis nan berorientasi masa depan.

Pelan tapi niscaya Norma membaca ebook sudah mulai dilakukan orang Indonesia, diiringi harga media baca / komputer tablet nan semakin murah, dan dapat dikoneksi dengan internet. Produsen komputer tablet berlomba-lomba menawarkan produknya dengan berbagai keunggulannya.

Jika prilaku konsumen sudah beralih ke media digital, maka fungsi toko buku pun pelan-pelan ditinggalkan pembelinya. Karena ebook dapat dibeli melalui situs online. Demikian juga majalah digital dan surat kabar, langsung dapat diunduh perdeo tiap hari. Bahkan toko-toko buku konvensional di Amerika pun sudah banyak nan gulung tikar sebab gelombang ebook. Demikian juga dengan penerbit-penerbit buku pun mulai tumbang sebab mereka tidak mau beradaptasi dengan perubahan teknologi, dan konduite pembaca.



Sayangnya, Payung Hukum E-book Belum Ada

Maraknya pembajakan karya cipta merupakan kejahatan nan kerap dibiarkan oleh pemerintah, ini disebabkan perangkat hukum Indonesia kurang tegas. Indonesia menduduki peringat ke empat negara pembajakan software maupun produk lain. Apalagi sekarang ini hadir ebook nan memiliki celah kelemahan nan dapat ditembus pelaku pembajakan ilegal.

Kelemahan ebook ialah mudah sekali digandakan, sebab formatnya digital. Inilah nan menjadi celah bagi pembajakan buku digital. Oleh sebab itu agar penulis dan penerbit tidak dirugikan. Maka perangkat hukum pun harus dibenahi. Setiap buku elektronik atau ebook sebaiknya dipatenkan agar memiliki kekuatan hukum.

Persis seperti perusahaan percetakan nan memiliki payung hukum. Di sinilah evaluasi minus dari penerbitan buku melalui elektronik. Memiliki laba dari sisi produksi, namun memiliki peluang kerugian besar dari sisi pembajakan. Meski demikian, perusahaan percetakan mesti dapat menimbulkan ide baru buat menyelamatkan dirinya. Artinya, ia mesti dapat eksis dengan usaha nan dilakukannya.