Hukum Pencucian Uang

Hukum Pencucian Uang

Anda mungkin pernah mendengar kata pencucian uang atau juga sering disebut money loundering . Namun tak seperti kegiatan mencuci pada umumnya, pencucian nan dimaksud bukanlah kegiatan mencuci uang dengan menggunakan sabun supaya higienis seperti mencuci baju.

Money laundering ialah suatu kegiatan buat menyamarkan asal-usul uang atau dana nan didapatkan dari suatu tindak kejahatan atau tindak pidana. Caranya, dengan melakukan berbagai transaksi keuangan agar uang tersebut menjadi sah dan seolah-olah bersih.

Kegiatan ini dilakukan agar pelaku tindak pidana tersebut tak bisa ditangkap oleh aparat penegak hukum, sebab harta atau uang hasil kejahatannya nan merupakan bukti tak bisa ditelusuri. Uang tersebut telah menjadi uang nan sah.

Salah satu contoh tindak pidana nan memungkinkan terjadinya kegiatan ini ialah tindakan korupsi. Agar uang atau hasil korupsi menjadi samar dan tak menimbulkan kecurigaan, biasanya koruptor melakukan kegiatan ini.

Kegiatan pencucian uang nan timbul dimasyarakat dapat membahayakan sistem perekonomian dan sistem keuangan negara. Selain itu, tindakan ini dapat mengganggu stabilitas kehidupan negara dan meresahkan masyarakat.



Cara Kerja Pencucian Uang

Biasanya, ada tiga tahapan nan dilakukan dalam proses pencucian uang, yaitu:

  1. Tahap placement atau penempatan, yaitu uang atau dana nan didapat dari suatu tindak pidana atau kejahatan diubah ke dalam bentuk lain agar tak menimbulkan kecurigaan. Perubahan bentuk ini dilakukan dengan menempatkan dana nan ada ke dalam sistem keuangan, misalnya dengan memasukkan dana ke rekening bank.
  2. Tahap layering atau pelapisan, ialah transaksi keuangan nan dilakukan secara kompleks atau berlapis dengan tujuan memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya ke berbagai rekening, sehingga sulit buat dilacak asal muasal dana tersebut. Contohnya, dana nan telah dimasukan ke dalam sistem perbankan, dipecah dan ditransfer ke berbagai rekening sehingga dana tersebut menjadi samar asal-usulnya.
  3. Tahap integrasi. Ini merupakan tahapan terakhir, yaitu pelaku memasukkan kembali dana nan sudah kabur asal usulnya ke dalam kekayaan pribadinya. Karena telah melakukan dua termin sebelumnya, uang tersebut menjadi terlihat seakan-akan milik pelaku nan absah sehingga bisa dipergunakan dan dinikmati oleh pelaku tersebut buat berbagai kegiatan nan absah dan legal.


Pencegahan Pencucian Uang di Indonesia

Dari cara kerja nan sudah disebutkan diatas, bank menjadi salah satu loka nan rawan akan praktik money laundering sebab tahapan-tahapan kegiatan ini umumnya dilakukan melalui transaksi perbankan. Di Indonesia sendiri sebelumnya belum ada ketentuan standar tentang data-data nasabah, sehingga dapat jadi uang nan dimasukkan ke dalam bank ialah hasil dari tindak kejahatan dan kegiatan money laundering dapat tumbuh subur.

Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam industri perbankan melakukan berbagai upaya buat mencegah terjadinya pencucian uang nan masuk melalui perbankan. Bank Indonesia menerbitkan ketentuan terkait dengan kegiatan ini, pada tahun 2001 mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah ( Know Your Customer Principles ).

Selanjutnya, ketentuan ini disempurnakan tahun 2009 dengan mengadopsi rekomendasi dengan baku internasional nan lebih komprehensif. Hal ini dilakukan buat mencegah dan memberantas kegiatan ini dan/atau pendanaan terorisme nan dikeluarkan oleh Financial Action Task Force (FATF).

Rekomendasi ini dikenal dengan Rekomendasi 40 + 9 FATF. Rekomendasi ini juga dipergunakan oleh masyarakat global internasional dalam menilai kepatuhan suatu negara terhadap aplikasi program APU dan PPT.

Terdapat penyesuaian terminologi dari sebelumnya menggunakan terminologi “KYC” berubah menjadi terminologi “CDD/Customer Due Dilligence”. Pesatnya perkembangan nan dialami oleh sistem perbankan dikhawatirkan juga bisa menaikkan peluang bagi pihak-pihak nan tak bertanggung jawab buat memanfaatkan jasa bank dalam membantu tindak kejahatannya.

Untuk meminimalisir penggunaan bank sebagai wahana money laundering dan pendanaan terorisme, diperlukan peranan bank nan lebih besar dari sebelumnya. Ini dilakukan dengan menerapkan Program APU dan PPT nan optimal dan efektif.

Selain itu, buat mencegah money laundering nan lebih optimal, Bank Indonesia senantiasa secara aktif dan berkesinambungan melakukan koordinasi dengan forum terkait. Lembaga-lembaga ini antara lain Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pengawas Pasar Kapital dan Forum Keuangan (Bapepam LK) dan universitas.

Untuk industri nonbank nan juga memungkinkan menjadi tempatpencucian uang, juga diberlakukan pendataan transaksi atau nasabah nan hampir sama dengan industri perbankan. Sejak tahun 2002 diberlakukan ketentuan know your customer. Demikian halnya dengan ketentuan fit and proper .

Mengenai data, pemerintah pun mulai bertindak dengan membuat keseragaman sistem administrasi kependudukan di Indonesia dengan program KTP Nasional, sehingga pendataan hanya ada satu. Hal ini dapat mencegah seseorang memiliki lebih dari satu bukti diri nan dapat memersulit pendeteksian kegiatan money laundering.



Hukum Pencucian Uang

Di Indonesia, kegiatan ini dimasukan ke dalam kategori tindak pidana independen. Maksudnya, tindak pidana ini terpisah dari tindak pidana asalnya sebab tindak pidana asal dapat terjadi dimana-mana, nan dikenal dengan predicate crime .

Predicate crime merupakan istilah nan digunakan buat merujuk ke tindak pidana asal, baik nan dilakukan secara langsung maupun tak langsung. Tindak pidana asal ini digunakan buat memperoleh hasil tindak pidana berupa harta kekayaan nan berjumlah Rp. 500 juta atau lebih atau nilai nan setara nan akan dilakukan pencucian.

Tindak pidana kegiatan pencucian ini diatur dalam UU TPPU No. 15 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, disebutkan 15 macam tindak pidana nan dinamakan predicate crime, nan terdiri atas korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, perbankan, narkotika, psikotropika, perdagangan budak, wanita dan anak, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme pencurian, penggelapan, dan penipuan.

Sanksi bagi pelaku tindak pidana money laundering ialah cukup berat. Sanksinya dimulai dari sanksi penjara maksimum 20 tahun, dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah.



PPATK (Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan)

Dengan adanya UU Tindak Pidana Pencucian Uang No. 15 Tahun 2002 Indonesia, akhirnya lahir suatu forum nan bertugas buat mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia nan dikenal dengan nama Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan (PPATK).

Lembaga ini disahkan dalam UU RI NO. 8 Tahun 2010 dan merupakan forum nan independen nan berada di bawah Presiden Republik Indonesia. Forum ini pun memiliki fungsi:

  1. Mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.
  2. Mengelola data dan informasi nan diperoleh PPATK.
  3. Mengawasi terhadap kepatuhan Pihak Pelapor.
  4. Menganalisis atau memeriksa laporan dan informasi Transaksi Keuangan nan berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

PPATK dikenal dalam skala internasional sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit (FIU). FIU merupakan unit intelijen keuangan dalam rezim Anti Pencucian Uang dan Kontra Pendanaan Terorisme (AML/CFT Regime) di Indonesia.

PPATK merupakan anggota dari The Egmont Group, yakni suatu asosiasi forum FIU di seluruh global dalam rangka mewujudkan global internasional nan higienis dari tindak pidana money laundering dan pendanaan terorisme sinkron standar-standar terbaik internasional. Dengan adanya PPATK, diharapkan pencucian uang di Indonesia bisa dicegah dan diberantas.