Teori Sastra dengan Pendekatan Lainnya

Teori Sastra dengan Pendekatan Lainnya

Sastra ialah salah satu media seni dan komunikasi nan sering disebut-sebut. Karya sastra bisa berupa novel, novella, cerita pendek, puisi, drama, dan epik. Kebanyakan dari kita meluangkan waktu buat membaca karya sastra buat kesenangan atau hobi saja. Namun, tak banyak diantara kita para penikmat sastra nan mengetahui dan menggaplikasikan teori sastra ke dalam bacaan nan kita baca.

Para penikmat sastra pada umumnya tak mengetahui apa itu teori sastra. Mereka mulai mengetahui penggaplikasian teori ini ketika mereka sudah memasuki jenjang universitas dan mengambil studi sastra sebagai jurusan nan akan mereka kuasai.

Teori tentang sastra nan paling diketahui oleh orang banyak ialah teori nan berfungsi buat menganalisis bagian-bagian intrinsik dalam sebuah karya sastra, seperti karakter, setting , nilai moral, dan sudut pandang pengarang. Sungguh disayangkan jika seorang penikmat sastra tak bisa menggaplikasikan teori dalam karya sastra nan mereka baca.

Dengan teori semacam ini, kita bisa melihat hal-hal lain nan tersembunyi dalam karya sastra tersebut. Dengan demikian, karya sastra tak hanya sebagai pengisi waktu luang tetapi juga sebagai media pengajaran.

Teori sastra ialah salah satu media nan digunakan oleh penikmat sastra buat mengkritik karya sastra nan ada. Kritik sastra telah dikenal sejak 500 tahun sebelum masehi. Yang pertama kali melakukan kritik sastra ialah Xenophanes dan Heraclicus, nan berasal dari Yunani. Setelah itu, muncul penerus kritikus sastra lainnya, seperti aristophanes pada 450-385 SM, Plato pada 427-347 SM, dan Aristoteles (384-322 SM). Berkembangnya jumlah kritikus sastra pada masa itu mengakibatkan terjadinya perkembangan teori tentang sastra dengan pesat. Barulah kemudian pada tahun 1970-an Rene Wellek dalam bukunya Concept of Criticism membedakan 3 istilah studi dalam ilmu sastra, yaitu teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra:

  1. Teori sastra, menjelaskan tentang prinsip-prinsip tentang konsep dan kaedah sastra
  2. Kritik sastra, mendeskripsikan, menganalisis, dan evaluasi terhadap karya sastra
  3. Sejarah sastra, membicarakan perkembangan sastra dari masa ke masa


Ada majemuk pendekatan teori nan digunakan dalam menilai suatu karya sastra, mulai dari pendekatan struktur sampai ke pendekatan lain seperti sejarah, psikologi, feminisme, dan teori-teori kesusastraan lainnya. Berikut ini kita akan melanjutkan berbagai teori nan biasa digunakan dalam mengganalisis karya satra.



Teori Sastra Berdasarkan M. H. Abrams

M. H. Abrams dalam bukunya The Mirror and The Lamp membagi teori tentang sastra menjadi 4, yaitu:

  1. Teori mimetik, teori nan melihat karya sastra sebagai pencerminan atau penggambaran dari kehidupan
  2. Teori prakmatik, jenis teori nan bertujuan buat melihat efek-efek eksklusif dari pembaca karya sastra tersebut. Selain itu, teori ini juga digunakan buat melihat manfaat atau kegunaan karya sastra tersebut bagi si pembaca.
  3. Teori ekspresif, merupakan suatu teori nan memungkinkan si pengkritik sastra buat melihat interaksi antara karya sastra tersebut dengan penulis aslinya.
  4. Teori objektif, dengan menggunakan teori nan satu ini maka seorang pengkritik sastra akan melihat karya sastra sebagai sesuatu nan berdikari nan tak terpengaruh oleh sekitarnya, termasuk pengarang dan pembacanya.


Teori Sastra dengan Pendekatan Lainnya

Selain 4 teori nan telah dikemukakan oleh Abrams sebelumnya, masih terdapat banyak teori lainnya nan berkembang dari masa ke masa. Berikut ini, kita akan melihat teori-teori tentang sastra dengan pendekatan-pendekatan lainnya.



Teori Strukturalis

Teori strukturalis atau nan juga dikenal dengan strukturalisme dimulai tahun 1950-an dampak konvoi kaum intelektual. Teori ini ini berasal dari dua tokoh antropologis, yaitu Levi-Strauss dan Roland Barthes. Teori ini memungkinkan kita buat menginterpretasikan sastra berdasarkan struktur bahasa.

Dengan teori stukturalis ini kita bisa menganalisa terinci dalam beberapa kelompok penelitian seperti:

  1. Melihat kebiasaan-kebiasaan dari tipe karya sastra tertentu.
  2. Melihat koneksi intertekstual.
  3. Melihat stuktur pokok pada terinci secara universal.
  4. Melihat terinci sebagai pengulangan-pengulangan kompleks nan membentuk motif tertentu.


Teori Psikoanalisis

Teori psikoanalisis atau juga disebut dengan psychoalanytic theory . Teori sastra ini mendekatkan diri pada interaksi karya sastra dengan psikologi. Dengan penerapan teori sastra ini maka seseorang bisa melihat interaksi hubungan antara karya sastra dan elemen-elemen psikologi, seperti elemen pencerahan ( conscious ) dan ketidaksadaran ( unconsious ).

Bapak dari teori sastra nan satu ini ialah Sigmund Freud, nan merupakan seorang pakar psikologi dari Austria. Dalam teorinya, Sigmund freud membagi psikologi manusia kedalam 3 bagian, yakni Ego, Super-ego, dan Id.

Selain itu dia juga membagi beberapa kelas perkembangan psikologi atau nan juga dikenal dengan Infinite sexuality . Sigmund Freud juga menerangkan akan Oedipus dan Elektra compleks nan sering kali menjadi landasan cerita-cerita Yunani kuno.



Feminist Criticism

Ini merupakan pendekatan nan lebih mengutamakan perempuan sebagai titik primer dalam melihat suatu karya sastra. Banyak teori-teori tentang sastra nan berlandaskan ajaran feminis ini, seperti teori Gynocriticism nan melihat bagaimana penulis wanita menyampaikan ide-ide feminis dan pengalaman hidupnya di dalam karya sastra nan mereka buat.

Selain itu, ada juga teori seksual politik, atau teori nan melihat penggambaran-penggambaran negatif terhadap karakter-karakter wanita dalam karya sastra nan diciptakan oleh penulis pria.



Lesbian and Gay Criticism

Pada awalnya, teori tentang sastra nan satu ini merupakan salah satu cabang dari teori feminisme. Namun kemudian, teori ini semakin berkembang dan berdiri menjadi satu teori tunggal nan sering juga disebut dengan Queer theory . Terdapat tiga penulis tersohor nan teorinya menggunakan pendekatan gay dan lesbian ini, mereka ialah Foucault, Lacan, dan Derrida.



Teori Marxist

Teori ini merupakan salat satu teori tentang sastra nan menggunakan pendekatan ekonomi. Teori marxist berkembang setelah adanya konvoi dari dua kritikus jerman, yaitu Karl Marx dan Friedrich Engels nan pada saat itu merupakan pakar filsafat dan sosiologis.

Teori sastra ini kemudian melihat pembagian kelas sosial nan diakibatkan oleh disparitas ekonomi seseorang. Teori ini juga dapat digunakan buat melihat interaksi antara kaum pekerja dengan kalangan borjuis.

Namun, teori ini tak hanya terbatas pada itu saja. Beberapa kritikus sastra juga mulai mengembangkan teori buat melihat ketimpangan dalam kehidupan dampak disparitas kelas sosial, atau melihat karya sastra sebagai alat buat mendukung kaum borjuis dalam mempertahankan kedudukan mereka.

Karya-karya dari Charles Dickens merupakan karya-karya nan sering dijadikan bahan kajian marxist. Beberapa karya lain nan muncul setelah revolusi industri juga menjadi bahan-bahan primer kajian marxist.



Kajian Sejarah

Kajian sejarah juga merupakan salah satu kajian nan sangat krusial posisinya dalam teori sastra, sebab tak sedikit karya sastra nan nan melatarbelakangi sejarah tertentu. Terkadang karya sastra menjadi jembatan peneliti bagi sejarawan buat mengetahui apa-apa saja nan terjadi pada masa lampau.

Selain teori-teori tersebut, masih terdapat teori-teori lain nan semakin hari semakin berkembang. Misalnya, teori dekonstruksi, teori interteks nan melihat interaksi kecenderungan dengan satu karya sastra dengan karya sastra lainnya, formalisme, new criticism , poskolonial, new historicism , archetypal , postmodernism , post-stucturalism , reader respons , semiotik, dan eco criticism .

Mahasiswa sastra wajib mengetahui dan mendalami fungsi dari tiap-tiap teori tersebut agar bisa meneliti karya sastra nan mereka baca dan pelajari.

Teori-teori sastra tersebut tak hanya merupakan konsumsi bagi mahasiswa sastra saja, tetapi juga para penikmat sastra lainnya. Teori sastra merupakan salah satu wahana buat meningkatkan ketajaman pola pikir seseorang. Dengan mengetahui teori tentang sastra, seseorang dapat menjadi lebih kritis dalam menilai sesuatu. Hal ini sebab teori ini bisa diaplikasikan tak hanya ke dalam karya sastra, saja tetapi juga dalam kehudupan sehari-hari.

Pengaplikasian teori tentang sastra bisa digunakan buat menelaah film karna kebanyakan film berasal dari karya sastra nan kemudian dirubah ke dalam bentuk naskah. Dengan menggunakan teori semacam ini, seseorang juga bisa mempelajari implikasi-implikasi nan terdapat dalam warta baik media cetak dan elektronik, iklan, poster, dan media lainnya.

Teori sastra menjadi tulang punggung dalam menganalisis karya sastra. Teori inilah nan akan menuntun kita buat melihat dan mengkaji permasalahan-permasalahan nan muncul dalam karya sastra dan melihat implikasi-implikasi nan disampaikan penulis lewat karya nya tersebut.