Biografi Pahlawan - Buku-buku Pramoedya

Biografi Pahlawan - Buku-buku Pramoedya

Biografi pahlawan merupakan sebuah tulisan nan menggambarkan dan menceritakan mengenai kisah hayati pahlawan. Di mana dalam biografi pahlawan akan diulas bagaimana perjuangan nan dilakukan oleh pahlawan tersebut. Tidak hanya itu, tapi juga kehidupan nan dijalaninya.

Tujuan dari adanya biografi pahlawan ialah agar masayarakat bisa mengetahui seperti apa pahalawan nan telah berjasa dalam beberapa aspek kehidupan mereka. Di mana para pahlawan ini kemudian bisa menjadi inspirasi bagi pemuda-pemuda bangsa buat memiliki gairah dalam berjuang. Tidak hanya buat negara, tapi dalam kehidupan mereka, agar bisa berguna bagi masyarakat.

Salah satu biografi pahlawan nan sangat terkenal ialah biografi pahlawan nan menceritakan kehidupan Pramodya Ananta toer. Beliau merupakan sastrawan nan terkenal sejak masa penjajahan Jepang. Perjuangan dilakukannya melalui tulisan-tulisan nan menggambarkan keadaan negri ini. Karena itulah kemudian selama bertahun-tahun Pram dibuang ke Pulau Buru.



Sekilas Kehidupan Pram dalam Biografi Pahlawan

Biografi pahlawan kali ini akan membahas mengenai kehidupan Pramodya. Berbeda dengan pahlawan lain, nan biasa kita baca pada beberapa biografi pahlawan, di mana Pram merupakan seorang penulis Produktif dari zaman penjajahan hingga era modern saat ini.

Menurut biografi pahlwan Pramoedya Ananta Toer, beliau lahir pada 6 Februari 1925 di Blora, Jawa Tengah. Ia sangat sebagai salah satu pengarang Indonesia nan paling produktif dalam sejarah sastra Indonesia. Beberapa karyanya ditulis dalam bentuk roman, cerpen, esai maupun kritik. Pram sangat terkenal hingga ke luar Indonesia. Bayangkan saja, lebih dari 50 karyanya telah diterjemahkan ke dalam 41 bahasa asing.

Biografi pahlawan Pramoedya Ananta Toer mencatat, ibunya Pram sehari-harinya hanya berjualan nasi, sedangkan Ayahnya merupakan seorang guru.Pram menjalani pendidikannya pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya. Setelah lulus, ia, bekerja pada surat kabar milik Jepang di Jakarta sebagai juru ketik.

Dalam beberapa biografi pahlawan mengenai dirinya, disebutkan bahwa Pramodya mulai menulis sejak jaman penjajahan Jepang. Pada tahun 1947, terbitlah novel pertamanya nan berjudul “Kranji dan Bekasi Jatuh”. Saat itu, Pram sangat produktif dalam menulis karya sastra, akan tetapi karya-karya itu banyak nan menghilang tanpa sebab. Pram sangat aktif dalam bidang Pers, ia juga sering turut serta pada perjuangan bangsa. Hal inilah nan membuatnya dimasukan ke Penjara oleh memerintah Belanda. Ia pun dinilai sebagai pembawa surat-surat Berbahaya.

Setelah Indonesia mengalami masa Kemerdekaan, Pram mulai ikut pada salah satu kelompok militer di Jawa. Di mana pada akhir perang kemerdekaan ia sering ditempatkan di Jakarta. Sepanjang karir militernya itu, ia tetap aktif menulis cerpen dan buku. Biografi pahlawan Pramoedya Ananta Toer mencatat, pada 1950, Pram mengikuti program pertukaran budaya dan tinggal di Belanda. Ia kemudian kembali ke Indonesia dan menjadi salah satu anggota dari Organisasi sayap Kiri di Indonesia, yaitu Lekra.

Saat itulah gaya tulisannya menjadi berubah. Dapat dilihat pada karyanya nan berjudul “Korupsi“. Tulisan itu merupakan fiksi kritik kepada pramong praja nan mengalami kejatuhan di atas perangkap korupsi. Tulisan ini juga menjadi titik awak permasalahan antara Pram dengan pemerintahan Soekarno.

Pada masa pemerintahan Soekarno, Pram juga mempelajari berbagai kasus penyiksaan nan dialami oleh warga Tionghoa Indonesia. Ia akhirnya mulai menjadil interaksi dengan berbagai penulis nan berada di Tiongkok. Interaksi itu terjalin dengan adanya rangkaian surat menyurat antara dirinya dan penulis Tionghoa. Rangkaian surat nan membicarakan mengenai sejarah Tionghoa di Indonesia itu akhirnya dibuat buku dan diterbitkan dengan judul “Hoakiau di Indonesia“.

Dalam berbagai tulisan nan lain, Pramodya selalu mengkritiki pemerintahan Jawa-sentris nan tak mengacuhkan keperluan serta keinginan dari berbagai daerah lain di Indonesia. Di mana masih banyak daerah nan pembangunannya belum merata, dan masih merasa sama seperti sebelum masa kemerdekaan. Usulan Pram nan sangat terkenal ialah ketika ia melontarkan pemikirannya mengenai pemindahan pemerintahan Indonesia di luar Pulau Jawa.

Pada saat pemerintahan Orde baru, di mana Soharto memegang tampuk kekuasaan, Pram akhirnya ditangkap pada tahun 1960. Saat itu Pram dianggap berbahaya dengan pandangannya nan pro-Komunis Tiongkok. Akhirnya, buku-buku Pram dilarang beredar. Tidak hanya itu, ia juga ditahan tanpa pengadilan di Nusakambangan, dan akhirnya di Pulau Buru nan terletak di kawasan timur Indonesia.

Dalam beberapa biografi pahlawan mengenai Pram disebutkan bahwa pada tanggal 21 Desember 1979, Pramoedya akhirnya dibebaskan serta mendapat surat pembebasan secara hukum tak bersalah dan tak terlibat G30S/PKI. Akan tetapi, hingga 1992, ia masih dikenakan tahanan rumah di Jakarta, serta tahanan kota dan tahanan negara hingga 1999. Ia juga wajib buat melapor satu kali seminggu ke Kodim Jakarta Timur selama kurang lebih 2 tahun.

Biografi pahlawan Pramoedya Ananta Toer mencatat, beliau selalu produktif dalam menulis, baik dalam berbagai kolom dan artikel pendek atau buku nan mengkritik pemerintahan Indonesia terkini. Ia tak pernah berhenti menulis hingga akhir hayatnya. Pada 30 April 2006, Pram meninggal global dalam usia 81 tahun. Karya-karyanya tetap ada hingga sekarang. Bahkan, biografi pahlawan mengenai Pram masih menjadi bahan nan menarik buat ditulis sebab Pram merupakan contoh manusia nan tak kenal takut, dan berani bersuara dengan tulisannya.



Biografi Pahlawan - Buku-buku Pramoedya

Sampai akhir hayatnya ia aktif menulis, walaupun kesehatannya telah menurun dampak usianya nan lanjut dan kegemarannya merokok. Pada 12 Januari 2006, ia dikabarkan telah dua minggu terbaring sakit di rumahnya di Bojong Gede, Bogor, dan dirawat di rumah sakit. Menurut laporan, Pramoedya menderita diabetes, sesak napas, dan jantungnya melemah.

Dalam berbagai biografi pahlawan mengani Pramodya, diceritakan bahwa Pram, sangat produktif menulis, walaupun berada dalam penjara. Ketika dalam masa penahanan di Pulau Buru, Pram dilarang buat menulis. Akan tetapi, hal itu tak menghentikannya. Bahkan, salah satu karya terkenalnya nan berjudul "Bumi Manusia" dilahirkan di penjara itu.

Buku itu bercerita mengenai kehidupan seorang bangsawan kecil di Pulau jawa bernama Minke. Kisahnya terinspirasi dari pengalaman seorang tokoh konvoi ketika masa kolonial Belanda, bernama RM Tirto Adisuryo. Di mana organisasi Sarekat Priyayi nan didirikan oleh Tirto diakui Pramoedya sebagai organisasi nasional pertama di Indonesia.

Dikarenakan adanya embargo bagi Pram buat menulis, maka jilid pertama dari buku ini dikisahkan secara lisan kepada teman sepenjaranya. Kemudian sisanya akhirnya sukses diselundupkan keluar negri buat menjadi koleksi dari seorang pengarang Australia. Buku ini akhirnya diterbitkan dalam bahasa Inggris dan Indonesia.

Biografi pahlawan Pramoedya Ananta Toer mencatat, setelah dibebaskan, Pram masih menjadi tahanan kota dan negara. Dalam masa itu, ia menuliskan banyak novel semi-fiksi. Salah satu nan terkenal ialah novel dari pengalaman neneknya, nan berjudul "Gadis Pantai". Kemudian pada 1995, Pram menuliskan buku otobiografi berjudul "Nyanyi Sunyi Seorang Bisu.

Buku itu sebenarnya dibuat buat prutrinya, namun ia tak pernah diijinkan buat mengirim buku tersebut. Pada akhirnya, Willem Samuels menerjemahkan edisi lengkap dari Nyanyi Sunyi seorang Bisu ini ke dalam bahasa Inggris. Kemudian pada tahun 1999, buku ini diterbitkan oleh Hasta Kawan di Indonesia dengan judul "The Mute's Soliloquy: A Memoir".

Banyak sekali karya-karya nan telah diterbitkan oleh Pramodya. Salah satunya nan sangat terkenal ialah buku Perawan Remaja dalam Cengkraman Militer. Buku ini merupakan sebuah dokumentasi non fiksi. Dalam buku itu, Pram menceritakan kisah nan memilukan dari para wanita Jawa ketika masa pendudukan Jepang.

Mereka diculik dan dipaksa buat menjadi wanita penghibur bagi serdadu Jepang. Ketika dibawa ke Pulau Buru, mereka seringkali mengalami kekerasan seksual. Hingga pada akhirnya, ketika Pendudukan Jepang berakhir, penyiksaan nan mereka bisa membuat mereka malu buat pulang, dan memilih tetap tinggal di Pulau Buru.

Tulisan Pram ini seringkali menyentuh tema mengenai hubungan antarbudaya; antara Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, serta Tionghoa. Tidak hanya itu, beberapa tulisannya juga dibuat semi-otobiografi mengenai pengalamannya sendiri. Selama hidupnya, Pram Sangat aktif sebagai penulis dan kolumnis. Pada 1994, ia mendapat penghargaan Ramon Magsaysay Award buat Jurnalisme, Sastra, serta Seni Komunikasi Kreatif.

Tidak hanya itu, pada 2000, Pram pernah memenangkan Hadiah Budaya Asia Fukuoka XI. Di mana ia juga mendapat Norwegian Authors' Union Award pada 2004 buat sumbangannya pada sastra dunia. Perjuangan dan karya-karya Pram, membuat banyak penulis nan terinspirasi dan tertarik buat menulis biografi pahlawan mengenai Pramoedya Ananta Toer.

Berikut ini beberapa biografi pahlawan mengenai Pram, nan sangat terkenal, dan masih dapat di dapatkan di toko buku-toko buku langganan Pembaca:

  1. Pramoedya Ananta Toer dan Karja Seninja, oleh Bahrum Rangkuti (Penerbit Gunung Agung)
  1. Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis, oleh Eka Kurniawan (Gramedia Pustaka Utama)
  1. Citra Manusia Indonesia dalam Karya Pramoedya Ananta Toer, oleh A. Teeuw (Pustaka Jaya)
  1. Pramoedya Ananta Toer dan Manifestasi Karya Sastra, Daniel Mahendra, dkk (Penerbit Malka)
  1. Membaca Katrologi Bumi Manusia Pramoedya Ananta Toer, oleh Apsanti Djokosujatno (Tera Indonesia)

Itulah sekilas mengenai biografi pahlawan Pramoedya Ananta Toer. Semoga bisa menginspirasi.