Peradaban India Antik – Bantahan Pencaplokan Bangsa Arya

Peradaban India Antik – Bantahan Pencaplokan Bangsa Arya

India ialah negara nan memiliki sejarah peradaban tinggi. Para pakar sejarah memperkirakan peradaban Lembah Sungai Indus telah ada pada kurun waktu 2800 SM–1800 SM. Peradaban India Antik ini dikenal sebagai peradaban Harappa sebab ekskavasi pertamanya di kota Harappa. Adalah seorang arkeolog berkebangsaan Inggris bernama Sir John Hubert Marshall nan mengungkapkan adanya kota antik Harappa dan Mohenjo-Daro pada awal abad ke-20.

Peradaban antik tersebut berada di tepi genre dua sungai besar, yaitu Sungai Indus nan masih ada sampai sekarang dan Sungai Sarasvati nan mungkin telah kering pada akhir 1900 SM. Para pakar meyakini bahwa pusat peradaban Mohenjo-Daro terletak di Lembah Indus nan berada di timur Sungai Indus, tepatnya di provinsi Sindu Pakistan dan kota Harappa diprovinsi Punjabi, India.

Secara geografis, letak peradaban India Antik ini di sebelah utara berbatasan dengan pegunungan Himalaya. Sebelah barat berbatasan dengan Pakistan. Di selatan, berbatasan dengan Samudera Hindia dan sebelah timur berbatasan dengan Myanmar dan Bangladesh.



Peradaban India Antik – Bangsa Dravida, Penduduk Pertama Lembah Indus

Bangsa nan pertama kali membangun peradaban Mohenjo-daro dan Harappa ini diperkirakan ialah Bangsa Dravida. Bangsa Dravida termasuk ras australoid dengan bibir tebal, kulit hitam, hidung pesek, berbadan tegap, dan berambut ikal.

Suku bangsa Dravida nan paling dikenal ialah suku Tamil, Malayalam, Telugu, dan Kannada. Kini keturunan bangsa Dravida ditemukan di Asia Selatan, seperti India, Pakistan, dan Iran.

Bangsa Dravida sudah menetap dan tinggal di Lembah Indus dengan bercocok tanam sinkron keadaan alam sekitar lembah nan fertile dan dialiri sungai, saat itulah peradaban India Antik dimulai. Lambat laun, Lembah Indus menjadi ramai dengan jumlah penduduk diperkirakan mencapai 30 hingga 40 ribu orang.

Jumlah populasi sebanyak itu terbagi menjadi dua, yaitu wilayah administratif dan wilayah kota. Wilayah administratif ialah daerah permukiman, banyak ditemui rumah loka tinggal padat dengan jalan raya nan saling menyilang, serta toko-toko penjual tembikar di kedua sisi jalan.

Sementara itu, wilayah kota ialah daerah pusat pemerintahan. Penghuninya ialah raja dan pimpinan lain beserta keluarganya. Antara wilayah pemukiman dan wilayah pemerintahan dibatasi pagar tinggi besar nan dilengkapi menara dan sistem saluran air bawah tanah.

Bangsa Dravida ialah bangsa nan cerdas dalam peradaban India Kuno. Mereka membangun sebuah peradaban dengan tata kota nan baik. Mereka membangun jalan-jalan selebar 10 meter nan panjangnya mencapai 2 km, dengan trotoar selebar ½ meter di sisi-sisi jalan.

Mereka juga membangun rumah-rumah dengan pintu dan jendela. Mereka mengelola air buangan dengan baik, dengan mengalirinya di dalam sistem pengaliran nan dilengkapi pipa-pipa saluran dari tembikar. Pipa-pipa ini menghubungkan selokan-selokan di dalam kota. Setiap rumah pun disertai sumur dan loka pembuangan air limbah rumah tangga.

Di benteng kota, terdapat sebuah pemandian besar, lengkap dengan kamar-kamar kecil di sekelilingnya. Pemandian tersebut diperkirakan digunakan buat upacara ritual keagamaan dan kamar-kamar kecil di sekelilingnya digunakan buat mandi dan berdandan buat persiapan upacara.

Bangsa Dravida dengan peradaban India Kuno-nya memiliki sistem bahasa sendiri dengan tulisan nan disebut Piktograf. Tulisan ini berupa gambar-gambar, selayaknya Hieroglif di Mesir tetapi dengan cara membaca nan berbeda. Sayangnya, hingga kini belum ada ilmuwan nan mampu membaca dan memahami arti tulisan Piktograf.

Kepercayaan Bangsa Dravida bisa dilihat dari sisa-sisa peradabannya. Banyak ditemukan jimat kecil berlubang-lubang, nan kelihatannya digunakan sebagai kalung. Ada juga berbagai benda keramik dan terakota nan berhiaskan gambar dewa sedang duduk, dewi ibu, pohon ara, dan sapi keramat. Ditemukan juga gambar dewi bertanduk dengan pohon pipalla dan gambar dewa nan bermuka tiga dan bertanduk sedang duduk dikelilingi hewan-hewan.

Dari berbagai penemuan, disimpulkan bahwa bangsa Dravida menganut sistem kepercayaan:

  1. Politeisme, yakni menyembah banyak dewa. Dewi primer bangsa Dravida kelihatannya ialah dewi ibu, ini terlihat dari banyaknya inovasi arca wanita.
  2. Totinesme, yakni menyembah hewan.
  3. Menyembah pepohonan besar.

Dari sekian banyak bukti majunya peradaban India Antik bangsa Dravida, sporadis sekali ditemukan pedang berkualitas atau anak panah nan baik. Kebanyakan peninggalan bangsa ini berupa patung karikatur hiasan, mainan-mainan, piala dari perak, timah hitam, perunggu, dan emas, serta perkakas keperluan hayati sehari-hari nan berkualitas baik. Hal ini menunjukkan bahwa peperangan bukan prioritas bangsa nan cinta damai ini.

Akan tetapi, peradaban bangsa Dravida berakhir tragis. Syahdan serbuan bangsa Arya meluluhlantakkan peradaban nan maju ini. Hal ini dikuatkan dengan inovasi tulang belulang manusia nan berserakan di pemandian besar dan jalan-jalan umum, nan sebagian besar tulang belulang itu terpisah antara tulang leher dan tubuh (terpenggal). Penyebab lain mundurnya peradaban bangsa Dravida juga barangkali ialah bala alam kekeringan dan endemi penyakit nan melanda.



Peradaban India Antik – Kedatangan Bangsa Arya

Friedrich Max Muller, seorang filologi nan mengajar di Universitas Oxford, Inggris, mencetuskan teori pencaplokan bangsa Arya atas Dravida atau lebih dikenal dengan Aryan Invansion Theory . Menurutnya, bangsa Arya berasal dari ras kaukasoid (Indo-Eropa) nan memiliki hidung mancung dan berkulit putih.

Mereka ialah bangsa berkebudayaan Sumeria nan sudah cukup tinggi peradabannya dan terkenal dengan peradaban Lembah Sungai Tigris dan Efrat. Pada abad ke-16 SM, bangsa Arya menginvasi pencetus peradaban India Kuno, yakni bangsa Dravida, dan menganggap bangsa Dravida lebih rendah taraf kebudayaannya. Setelah menginvasi, mereka mendiami kawasan sebelah timur Sungai Indus, di antara Sungai Sutlej dan Yamuna. Bangsa Dravida makin terdesak ke selatan menuju Sri Lanka.

Karena pencaplokan ini, peradaban Mohenjo-Daro kemudian runtuh. Syahdan bangsa Arya membangun sebuah peradaban baru. Kedatangan bangsa Arya memperkenalkan kebudayaan tulis bagi tanah India. Ditandai dengan munculnya Kitab Kudus Veda, kitab kudus agama Hindu. Masa kedatangan suku bangsa Arya sering disebut sebagai zaman Veda sebab pada saat itu pula lahir agama Hindu di tanah India.

Catatan sejarah tertua mengenai kedatangan bangsa Arya ke peradaban India Antik terdapat di dalam kitab tertua umat Hindu, yakni kitab Rigweda. Kitab Rigweda berisi kumpulan doa buat dewa bangsa Arya. Doa-doa itu berisi syair nan mengandung informasi tentang bangsa Arya dan Dravida. Dalam Rigweda, disebutkan bahwa bangsa Arya ialah bangsa nan suka berperang. Mereka menggunakan kuda sebagai kendaraan perang dan memanfaatkan perunggu buat membuat senjata.

Bangsa Arya dipimpin oleh seorang raja. Di bawah sang pemimpin terdapat rahib nan tugasnya memimpin upacara-upacara ritual keagamaan. Masyarakat Arya dibagi ke dalam beberapa golongan menurut tugasnya dalam kehidupan sehari-hari, membentuk sebuah stratifikasi sosial. Inilah cikal bakal munculnya sistem kasta. Rendezvous kebudayaan bangsa Arya dan Dravida ini memunculkan sebuah akulturasi kebudayaan nan benar-benar baru, nan melahirkan India kini.



Peradaban India Antik – Bantahan Pencaplokan Bangsa Arya

Tidak semua pakar sepakat dengan Aryan Invansion Theory tersebut. Colin Renfrew, seorang arkeolog Inggris, dengan tegas mengatakan bahwa tak satu pun isi Veda nan membicarakan penyerangan suatu bangsa ke daerah tertentu. Justru, sebaliknya. Dalam bahasa Sansekerta, Arya berarti 'orang nan terpelajar atau terhormat'. Jadi, bukan nama suatu ras

Ditambah pula adanya hasil ekskavasi benda sejarah di kota Harappa menunjukkan bahwa kebudayaan nan berkembang di sana setidaknya sudah berlangsung sejak 4000-2500 SM dan tak ada bukti adanya bangsa Arya dalam kebudayaan Harappa. Berarti sama sekali tak ada bukti bahwa bangsa Arya datang mengusir bangsa Dravida dari kota Harappa.

Kontroversi kebenaran teori pencaplokan bangsa Arya pada peradaban India Antik semakin kuat dengan adanya keperluan-keperluan politis Inggris sebagai penjajah India pada saat itu. Max Muller, sang pencetus teori, bekerja buat pemerintah Inggris. Oleh sebab itu bukannya tak mungkin ia diminta oleh pemerintah Inggris buat menciptakan sejarah nan menekankan bahwa nenek moyang bangsa India (yakni bangsa Dravida) jauh lebih rendah kebudayaannya dibandingkan suku pendatang nan berdarah Indo-Eropa (yakni bangsa Arya).

Max Muller nan merupakan seorang sarjana bahasa Sansekerta Universitas Oxford kemudian diminta menerjemahkan Kitab Rigweda (disebut juga dengan kitab Veda) ke dalam bahasa Inggris. Pemerintah Inggris membayarnya dengan harga nan nisbi tinggi, sekitar £4 per halaman. Dalam menerjemahkan dan menciptakan teori pencaplokan ini, ia dibantu oleh beberapa peneliti Inggris.

Untuk menerjemahkan kitab Veda, Muller tinggal di India selama belasan tahun. Dalam kitab tersebut ditemukannya istilah 'Arya' buat menggambarkan orang-orang berbudi luhur, salah satunya ialah Sri Rama sang titisan Dewa Wisnu. Kemudian ia dan teman-temannya menyimpulkan sendiri makna 'Arya' dengan tetap mengantongi kepentingan politik Inggris nan kala itu menjajah India.

Itulah sekelumit kontroversi dalam sejarah peradaban India Kuno. Manakah nan benar? Sampai sekarang kebenaran belum benar-benar terungkap. Para ilmuwan skeptis masih meyakini kebohongan pencaplokan bangsa Arya, sedangkan para ilmuwan nan percaya tetap memegang teguh keyakinannya. Kedua kubu ini saling berlomba-lomba menggali peninggalan nan barangkali meninggalkan sisa-sisa petunjuk kebenaran.