AH. Nasution: Tauladan buat Siapa Saja

AH. Nasution: Tauladan buat Siapa Saja

Mata sang jenderal menatap tubuh putri kecilnya nan mulai mengalirkan darah segar. Kata-kata sang istri nan meneguhkan hatinya buat lari akhirnya meruntuhkan keinginannya buat memeluk tubuh mungil sang bidadari kecil nan menjadi tameng dirinya itu.

Ade Irma Suryani akhirnya meninggal global sedangkan Jenderal Nasution nan bersembunyi dari keganasan gerakan G 30 S/ PKI hanya terluka tembak di kakinya. Namun, sakit luka fisik tak seberapa dibandingkan sakit luka hati dan jiwa nan telah merobek-robek sendi-sendi kehidupan yang damai nan dirasakannya selama 5 tahun bersama sang putri kecilnya.

A Man of Commitment

Jenderal Nasution memang tak bersama kita lagi. Beliau meninggal pada tanggal 6 September 2000 pada usia 81 tahun. Beliau dianugrahi Jenderal Besar sama seperti Jenderal Sudirman. Tapi, sekarang tak banyak anak bangsa ini nan mengenal sosok hebat nan penuh komitmen seperti beliau.

Justin Beiber dan Lady Gaga lebih dikagumi dan diidolakan oleh anak-anak penerus negeri ini. Adakah nan salah? Global memang begini. Tak diliput oleh media, maka tenggelamlah sosok nan dapat menjadi panutan itu.

Pak Nas, panggilan akrab beliau ialah sosok nan sederhana dan sangat cerdas. Pandangannya sangat visioner. Beliaulah nan menggagas adanya dwi fungsi ABRI walaupun semasa hidupnya beliau tak menyaksikan gagasannya itu benar-benar dijalankan dengan semestinya.

Kecerdasan konsep beliau juga tertuang ke buku nan ditulis oleh beliau sendiri, yaitu Fundamentals of Guerrilla Warfare . Sebuah buku nan menjabarkan perang gerilya secara detil sehingga buku ini banyak juga dibahas di forum militer negara lain.

Pak Nas ialah seorang laki-laki nan teguh memegang komitmennya. Beliau begitu mencintai global kemiliteran. Buku-bukunya nan tak pernah jauh beranjak dari global nan sudah membesarkan namanya itu. Beliau begitu perhatian dengan ilmu pendidikan dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Konsep bagaimana sholat saat perang juga beliau tulis.

Museum Sasmitaloka Jenderal Besar DR. Abdul Haris Nasution

Pada 2008, sebuah museum nan dulunya ialah loka kediaman beliau dibuka buat umum. Di museum ini pengunjung bisa menyaksikan berbagai hal nan menyangkut beliau ketika masih hayati termasuk karya-karya beliau nan ditampilkan dengan latif dan teraturnya.

Suatu periode kehidupan nan bisa diambil makna dan khasiatnya sebagai cermin bagi kehidupan nan lebih baik di masa depan. Museum ini terletak di Jalan Teuku Umar No. 40 Jakarta Pusat.

Museum nan berbentuk rumah ini mempunyai luas 2000 meter persegi. Seperti juga museum-museum lain nan ada di Indonesia, museum ini buka dari hari Selasa-Minggu pukul 08.00-14.00.

Petisi 50

Pak Nas bersama dengan Ali Sadikin dan para pelopor negeri ini pernah menandatangani sebuah petisi nan dimaksudkan buat membuat Presiden Suharto nan memerintah pada saat itu buat lebih arif melihat dan melayani rakyat Indoenesia dan tak terlalu gamblang memainkan KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme) di seluruh bidang kehidupan.

Tapi ternyata, kelompok petisi 50 ini tak didengar oleh Suharto. Mereka malah disingkirkan dalam global perpolitikan Indonesia sehingga kiprahnya menjadi terbatas.

Kini Pak Nas sudah pergi. Karyanya tetap hidup. Tapi, karya itu menjadi agak tersingkirkan bila tak dilanjutkan oleh generasi muda sekarang.



Belajar dari Jenderal Nasution

Banyak hal nan dapat dipelajari dari Jenderal Nasution . Jenderal nan lahir tanggal 5 Desember 1918 luar biasa komitmen. Paling tak ada 3 hal nan layak dipelajari dari Jenderal Nasution.

1. Taat Beribadah

Inilah nan luar biasa dari Jenderal nan berasal dari Tapanuli ini. Ia taat beribadah bagaimana pun kondisinya.Tak sedikit orang nan sudah bergabung di ABRI menjadi orang nan malas beribadah. Jika pun beribadah, hanya menjalankan nan wajibnya saja.

Berbeda dengan Pak Nas. Ia terkenal orang nan rajin beribadah. Puasa sunnah sering dilakukannya. Ketaatannya ini nan selalu membuatnya taat di kemiliteran. Ia tidak mau melakukan hal-hal nan tidak baik.

Bahkan, ketika ia dizhalimi di awal Orde Baru, tidak ada sedikitpun niatnya buat melakukan pembalasan. Ia menerimanya dengan lapang dada. Barangkali, ia berpikir, hanya Allah nan membalasnya.

Terbukti, Soeharto nan kejam kepadanya mendapatkan balasan dari Tuhan. Ia menjadi orang nan tidak dihormati. Berbeda dengan Pak Nas meski ia dikucilkan lantaran kejamnya Orde Baru, namun akhir hidupnya menjadi kenangan banyak orang.

Bahkan, tidak sedikit beberapa jalan di negeri ini menggunakan namanya. Ini menunjukkan bahwa ia memang sosok nan disukai rakyat. Berbeda dengan Soeharto, meski pernah menjadi Presiden, buat menjadikannya pahlawan pun masyarakat masih kontroversi. Apalagi, buat menjadikan namanya sebagai jalan.

Inilah keistimewaaan religi Jenderal Nasution. Ia tetap komitmen menjadi hamba Allah nan taat, dalam kondisi bagaimana pun.

2. Tak Suka Memanfaatkan Posisi Kemiliterannya

Suami dari Johanna Sunarti ini ialah sosok nan tidak suka memanfaatkan jabatan dan pangkatnya buat menjadi ‘ladang’ bisnis. Tak sedikit ABRI nan berubah haluan. Yang mestinya membela rakyat, jadi memusuhi rakyat lantaran ada bisnis nan didapatkannya.

Inilah nan disedihkan Jenderal Nasution di akhir-akhir hayatnya. Setelah ia merumuskan Dwi Fungsi ABRI, malah nan terjadi kondisi ABRI tidak lagi membela rakyat, malah membela pemerintah dan masyarakat nan dapat membayarnya.

Apakah Anda ingin bukti bahwa Jenderal nan berasal dari Tapanuli ini sosok orang nan tidak suka memanfaatkan posisi? Ia ialah salah satu jenderal nan susah mendapatkan air. Namun bukan menjadi alasan baginya buat memanfaatkan jabatannya bagaimana mendapatkan air gratis.

Malah, ia sendiri berusaha membangun sumur di dekat rumahnya. Jika ia mau memanfaatkan jabatannya tentu saja bisa. Namun, ia tidak ingin melakukannya. Ia hanya ingin benar-benar menjadi orang nan dibutuhkan rakyat, bukan menjadi orang nan membutuhkan rakyat.

Inilah perjuangannya. Ia tetap komitmen dari awal menjadi ABRI hingga akhir hayatnya tidak ingin menggunakan jabatannya buat meraih apa nan dibutuhkan. Ia selalu tampil buat memenuhi apa nan dibutuhkan rakyat darinya.

3. Menulis Memoar

Bagi para penulis, konduite Jenderal Nasution nan satu ini memang diacungi jempol Betapa tidak, selama 13 tahun duduk di posisi kunci TNI, ia tidak pernah lupa mencatat peristiwa nan dialaminya. Hingga pertengahan 1986 sudah ada tujuh memoarnya. Meski nan baru terbit hanya lima.

Yaitu, memoar Kenangan Masa Mudanya, memoar Kenangan Masa Gerilya, memoar Memenuhi Panggilan Tugas, memoar Pancaroba dan Memora Orla. Dua lagi tidak bisa diterbitkan sebab terhalang oleh pemerintahan Orde Baru.

Ini menjadi suatu hal nan luar biasa. Di masa sibuk-sibuknya menjadi TNI, ia masih tetap menulis. Ia masih tetap mencatat peristiwa apa saja nan dialaminya. Tentunya, ini dapat menjadi bukti sejarah.

Bagi nan ingin mengetahui sejarah pemerintahan negeri ini dapat mengkajinya melalui memoar nan ditulis oleh ayah dari Ade Irma Suryani. Meski penilaiannya terhadap pemerintah terfokus dari sudut pandangnya. Namun tetap menjadi nilai krusial bagi warga negara Indoensia nan ingin tahu sejarah pemerintah terdahulu.



AH. Nasution: Tauladan buat Siapa Saja

Masihkah ada sosok Jenderal Seperti Abdul Haris Nasution nan taat beribadah dan tidak menggunakan jabatannya buat mendapatkan apa nan diinginkannya? Tentu saja, ada. Namun, tidak terekspos. Bagi siapa pun nan mengetahui sejarah Pak Nas dan karateristiknya nan penulis paparkan di atas, hendaknya mau meniru.

Apa pun profesi nan ditekuni, hendaklah menjadi orang nan taat beragama. Dengan ketaatan dalam beragama, tidak akan ada niat menzhalimi orang lain. Karena taat beragama dengan perbuatan zhalim ialah hal nan bertentangan.

Jika sahih taat beragama, tidak akan mau menyakiti orang lain. Tak akan ingin membuat orang lain tersiksa. Inilah disparitas orang nan benar-benar taat beragama dengan nan pretensi taat. Di hapan orang lain taat, tapi di belakangnya tidak. Anda tentu dapat membedakan antara satu jenderal dengan jenderal nan lain.

Demikian halnya dalam masalah bisnis. Tirulah konduite Jenderal Nasution . Ia tidak mau melakukan bisnis dengan memanfaatkan jabatannya. Sekalipun, jika ia mau tentu saja bisa.

Artinya, jika Anda berada di posisi pemerintahan, jangan pernah menggunakan jabatan buat mendapatkan segalanya. Nikmati saja apa nan sudah didapatkan. Inilah nan paling krusial dipelajari dari pria asal Tapanuli ini. Jika saja iya mau melakukan tentu saja sudah cukup banyak bisnis nan dimilikinya. Tapi nyatanya, hingga ia mati di rumah sakit Gatot Subroto, ia masih hayati dengan kondisi sederhana.