Masa Kepresidenan

Masa Kepresidenan

Megawati Soekarno Putri, presiden perempuan pertama dalam sejarah Republik Indonesia, ialah sosok nan pernah merasakan betapa kerasnya sebuah rezim (Orde Baru) menekan siapa pun nan hendak mendompleng kekuasaannya. Bagaimana runtutan sejarah perjuangan Presiden Megawati , wanita nan dulu akrab disebut Mbak Mega dan sekarang Bu Mega?



Demokrasi nan Disumbat

Sejak Soeharto menjadi presiden, ia mulai melakukan langkah-langkah buat mengeliminasi kekuatan nan mungkin "menyerangnya" pada kemudian hari. Misalnya, Soeharto membubarkan PKI dengan dalih PKI terlibat dalam Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh). Soeharto juga melarang pendirian kembali Masyumi, partai terbesar Islam sebelum dibubarkan Soekarno.

Bahkan, setelah "mempersilakan" 10 partai berlomba dalam Pemilu 1971, demi dalih efisiensi, Soeharto mereduksi partai-partai tersebut dalam 3 partai utama. Partai pertama ialah partai orang-orang Islam nan kemudian dinamai PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Partai kedua sebenarnya bukan partai, melainkan Golkar atau Golongan Karya nan mendapat suara perdeo dari PNS.

Partai ketiga ialah gabungan partai non-Islam dan partai nasionalis, nan disebut PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Dari logika umum, semestinya kekuatan 2 partai dan 1 golongan tadi berimbang. Akan tetapi, pada kenyataannya, Golkar dengan segala macam propaganda gratisnya selalu mendominasi Pemilu sejak 1978.



Meteor nan Hampir Dihancurkan

Nama Megawati muncul pertama kalinya dalam pentas politik "resmi" pada 1986 ketika menjadi wakil ketua PDI Jakarta Pusat. Sejak saat itu, ia menjadi meteor. Entah sebab pengaruh nama Soekarno atau sebab kualitasnya, Megawati hanya butuh waktu singkat, setahun, buat menjadi anggota DPR.

Dengan adanya anak Soekarno nan berada dalam partai politik, Soeharto mulai waspada. Apalagi, kemudian Megawatit terpilih menjadi ketua generik PDI. Soeharto risi nama besar Soekarno akan membuat PDI mendapat suara banyak dalam pemilu 1997. Oleh sebab itu, setahun sebelumnya, digelarkan kongres PDI dan dalam kongres itu ditetapkanlah Soerjadi sebagai ketua generik (yang "disponsori" oleh Soeharto).

Massa Mega tak terima dengan hal ini sebab artinya pemerintah campur tangan buat melenyapkan Mega. Terjadilah perpecahan dalam kubu PDI nan berpuncak pada tragedi 27 Juli 1996, yaitu ketika kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro nan diduduki massa Mega diserang "massa".



Masa Kepresidenan

Selanjutnya, ketika Orde Baru selesai, Megawati mendapatkan angin. Ia nan tertindas Orde Baru memimpin PDI-P, sempalan PDI nan lebih sukses. Dalam pemilu 1997, PDI-P mencapai suara 35%, jauh berkali lipat dibanding suara PDI semasa Orde Baru. Megawati pun digadang-gadang menjadi presiden. Akan tetapi, sebab adanya koalisi Poros Tengah, Megawati cuma menjadi wakil presiden.

"Beruntunglah" Mega sebab 2 tahun setelah menjadi orang kedua di bawah Gus Dur, ia diangkat menjadi presiden buat menyelesaikan masa pemerintahan hingga 2004. Salah satu kesuksesan Megawati ialah Pemilu 2004 nan dianggap cukup "adil dan bersih" meskipun akhirnya ia kalah dari SBY, mantan menterinya sendiri.