Banyak Ragam Wayang

Banyak Ragam Wayang

Jika menyebut kata wayang, apa nan terlintas di benak Anda? Tentu khayalan sebagian besar orang akan berbeda. Kesenian wayang merupakan bentuk kesenian berupa tokoh-tokoh dalam majemuk fitnah berbahan kayu, kulit, dan lain sebagainya.

Tokoh-tokoh fitnah ini kemudian dimainkan oleh seseorang nan disebut sebagai dalang. Dalang ini bermakna bayangan, manusia nan hayati dalam bayang-bayang, nan sporadis terlihat oleh penonton. Ada juga kesenian wayang nan tokoh-tokohnya terdiri atas sekumpulan orang, nan biasa disebut sebagai wayang orang. Namun, kesan nan terlintas ketika menyebut wayang biasanya ialah suatu hal nan sangat tradisional.

Dalang itu ialah ngudal piulang nan artinya segala sesuatunya datang pada diri dalang berbentuk pesan spiritual nan harus disampaikan kepada audiens pada saat pagelaran. Komunikasi sangan identik sekali dengan pertunjukan. Seperti dalam konteks Islami sampaikanlah walau hanya satu ayat. Apakah firman-firman Tuhan itu nan tersurat atau nan tersirat. Dalang ialah ngudal piulang, jadi hal-hal nan sifatnya abstrak atau maya nan tak terjangkau oleh daya pikir biasa itulah tugas dalang sebetulnya buat menyampaikan hal-hal nan tidak tersirat. Dalang itu harus peka dalam membaca fenomena, dalang juga disebut kandabuana. Kanda menceritakan buana dunia.

Fenomena itu langsung direkrut Ki Dalang, lalu diinterpretasikan visi dan misinya nan harus disampaikan selaras dengan kondisi lingkungan itu, situasional dan kondisional. Segala persiapan kesenian wayang sebelum pagelaran dimulai menjadi pokok nan paling primer buat dipersiapkan para dalang. Selain pandai dan memahami lakon serta alur ceritanya, konstruk dimana loka pagelaran menjadi bahan persiapannya. Bahkan ada lagi hal nan lebih penting, ini menyangkut dari pendanaan saat pagelaran berlangsung. Ki Dalang benar-benar selektif, dalam artian siapa nan akan menanggap pagelaran tersebut. Ada hitungan nan sifatnya sangat pribadi tergantung bagaimana situasi komunikasi penanggap, agama nan dianut, mayoritas pekerjaan di daerah penanggap, hingga dari mana uang nan dipakai buat menaggap wayang sendiri.



Lekat dengan Agama Hindu dan Islam

Ya, kesenian wayang meupakan salah satu warisan budaya antik nan masih eksis hingga saat ini. Dalam sejarahnya terlacak bahwa wayang, berasal dari kebudayaan masa lalu terkait dengan kegiatan religius manusia zaman dulu.

Mereka memainkan wayang sebagai bagian dari pemujaan terhadap dewa dalam kepercayaan animisme. Misalnya buat menyambut dan merayakan panen, ruwatan, atau kegiatan penebusan dosa, menghindari bencana petakan dan sebagainya.

Sejarah mencatat kesenian wayang mulai menyebar lebih cepat sejak abad ke-9 Masehi. Meski cikal bakal wayang sudah dikenal sejak ribuan tahun sebelum Masehi. Kesenian ini semakin mendapatkan loka ketika raja-raja di India nan lekat dengan agama Hindu, mengajarkan kepercayaannya lewat wayang.

Mereka juga menceritakan berbagai nilai-nilai kehidupan melalui kesenian ini. Anda tentu mengenal kisah klasik populer Ramayana dan Mahabarata

Seorang dalang juga identik dengan Islam walau mediumnya berasal dari tokoh agama hindu. Pada kesenian wayang seorang dalang telah dijual dengan dua kalimat syahadat (jamu kalimusada). Sehingga apa nan dalang pentaskan tak semata-mata hanya buat pagelaran dan mengutamakan nilai materi, tapi ada nilai nan lebih besar dibandingkan materi. Faktor spiritual inilah nan membantu dalang menjaga konsistensinya dalam pagelaran kesenian wayang. Tidak dipungkiri bahwa para dalang sering melakukan ritual nan sifatnya sangat pribadi atau individu. Ini bukan semata-mata menduakan Tuhan, tetapi lebih kepada meminta doa restu buat kesuksesan pagelaran.

Seperti nan dituturkan Ki Iden Sunarya dari Giri Harja 5. Mental fisik dan spiritual nan menjadi faktor primer kesenian wayang saat berada di atas pamentasan. Terasa atau tak terasa faktor spiritual memang menjadi faktor paling utama, apalagi dahulu selalu ada acara nan sakral sebelum pertunjukan dimulai. Karena dari segi domisili dan kebutuhan memang sisi spiritual menjadi hal nan tidak terpisahkan dari seorang dalang. Faktor spiritual ini buat membangkitkan motivasi dan menjaga konsistensi dari dalang itu sendiri, juga banyak hal nan dapat membantu dalang dalam pementasannya.

Dari segi beban moral juga, kesenian wayang dahulu dan sekarang berbeda. Karena sebagian besar dalang dahulu tak pandai adaptasi, bahkan buat diri sendiri pun sangat sulit, apalagi buat orang lain, sebab memang dari segi pendidikan pun para dalang dahulu sangat kurang. Yang ditonjolkan dalang dahulu justru lebih kepada naluri, inspirasi, inisiatif, bahkan bisikan hati dalang sendiri nan digunakan buat pengetahuan.

Dari segi kebutuhan dan tujuan kesenian wayang nya pun berbeda. Dahulu dalang harus menguasai seni pewayangan, nan digunakan sebagai media penyebaran agama. Sehingga ada keterkaitan langsung secara vertical dan horizontal. Secara vertical, seperti nan tertulis diatas seorang dalang telah menjual dirinya kepada Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, tentu ada beban moril nan perlu disampaikan. Seorang dalang harus berjalan pada agama Islam, baik dari pola pikir, pola sikap, dan pola tindak itu sendiri. Lalu di sampaikan secara horizontal kepada para audiens nan memang menjadi wahana penyampaian dakwah itu sendiri.

Sesuatu hal nan sangat sakral, sebab pada akhirnya kesenian wayang dan pendalangan bukan hanya sekedar hiburan semata, melainkan lebih bersifat mendidik, mengajak hingga membuat semua element mengetahui pesan nan disampaikan dalang berupa citra mengenai kehidupan..

Demikian pula di Indonesia. Penyebaran kesenian wayang tak lepas dari peranan para raja di Jawa, seperti Jayabaya pada abad ke-12. Wayang semakin dikenal dan makin lekat sebagai budaya Jawa, sebab para wali songo penyebar agama Islam di Jawa juga memanfaatkan kesenian ini dalam mengenalkan nilai-nilai Islam.



Wayang Sebagai Seni

Dalam perkembangan berikutnya, lambat laun kesenian wayang mulai dipisahkan dari urusan kepercayaan dan agama. Meski masih kental dengan nilai-nilai Hindu, namun sebab peminatnya berasal dari majemuk kalangan, maka wayang pun mampu menembus batas-batas tersebut.

Siapa pun dapat memainkan dan menikmati wayang, tanpa harus terpengaruh oleh batas budaya, adat istiadat atau agama. Mulai dari Jawa Timur, Jawa Tengah sampai Jawa Barat mengenal wayang dengan berbagai bentuknya masing-masing.

Masyarakatnya pun akrab dengan kesenian wayang, sebab tidak sporadis menampilkan kesenian ini dalam berbagai kegiatan, seperti sunatan atau acara kawinan. Bahkan, pemerintah pun baik pusat maupun daerah, tidak sporadis menanggap wayang semalam suntuk pada acara-acara peringatan hari besar.

Kini, kesenian wayang menjadi salah satu kesenian kebanggaan Indonesia. Meski sesungguhnya berasal dari India, namun perkembangannya jauh melebihi daerah asalnya.

Wayang di Indonesia memiliki citarasa khas nan sangat berbeda. Tak salah jika badan internasional di bawah naungan PBB yaitu Unesco, mengakuinya sebagai salah satu aset budaya dunia.



Banyak Ragam Wayang

Pada awalnya kesenian wayang hanya terdiri atas satu jenis cara pertunjukkan. Namun, terus berkembang menjadi banyak sekali ragamnya, mungkin di atas 10 jenis dan akan terus bertambah ragamnya. Dulu orang mengenal wayang purwa nan paling mirip dengan aslinya.

Kemudian, masyarakat juga mengenal wayang kulit, wayang golek (Jawa Barat), wayang krucil, wayang beber, wayang gedog, wayang suluh, wayang titi, wayang madya, wayang wahyu, sampai wayang orang.

Dari majemuk jenis tersebut mungkin sebagian di antaranya masih asing. Memang nan kemudian paling banyak berkembang ialah wayang kulit, wayang golek dan wayang orang.

Pada zaman modern ini, sejumlah artis kemudian membuat majemuk variasi terhadap wayang. Misalnya, ada wayang suket. Jika dalang pada wayang umumnya tidak terlihat maka pada wayang jenis ini, dalangnya ikut nampang. Temanya pun lebih kontemporer.

Atau wayang urban. Jenis kesenian wayang variasi terbaru nan lebih trendi, dinamis, dan menyasar segmen anak muda. Lagu nan mengiringinya pun bukan lagi sederetan gamelan melainkan musik anak muda. Perubahan-perubahan ini menjadi salah satu tanda bahwa wayang masih dicintai masyarakat.