Satu di Antara Banyak Genre Kejawen, Suku Samin

Satu di Antara Banyak Genre Kejawen, Suku Samin

Pengertian kejawen secara sederhana ialah tata-laku hayati nan dianut oleh sebagian orang Suku Jawa. Kejawen ini bukan agama melainkan genre sinkretik (perpaduan) semua agama. Sampai sekarang, penganut genre kejawen masih ada nan beribadah di Candi Ceto. Secara bahasa, 'kejawen' memiliki arti segala nan berpautan dengan adat dan kepercayaan Jawa.

Clifford Geertz, dalam buku The Religion of Java, menyebut kejawen dengan istilah "Agami Jawi." Kejawen dapat pula diartikan sebagai abstraksi seni, tradisi, ritual, sikap serta falsafah hayati orang Jawa. Kejawen mempunyai dimensi spiritualitas, supranatural, dan mistik. Karenanya, sporadis sekali kita temukan penganut kejawen nan melakukan (mendemonstrasikan) kemampuan ilmu nan mereka miliki seperti halnya budaya Debus di Banten.

Kejawen memang bukan itu, ajaran kejawen halus sekali. Lebih kepada ing batin (dalam diri ada jiwa, di dalam jiwa ada ruh, di dalam ruh ada Tuhan). Tidak ada keterangan atau catatan nan jelas, apakah ilmu-ilmu kejawen berkaitan langsung dengan mantra-mantra paranormal seperti ajian-ajian dan ilmu kanuragan. Ajian nan biasa disebut antara lain sebagai berikut.

  1. Ajian brodjo musti.
  2. Ajian kekebalan.
  3. Ajian pelaris.
  4. Ajian pengasihan.
  5. Ajian tolak bala.
  6. Ajian jaran goyang.
  7. Ajian wijoyo.

Kejawen nan kita bahas di sini ialah kejawen nan spesifik dianut oleh orang Jawa. Walaupun ada suku-suku nan lain nan melakukan hal serupa. Tetapi, bukan kejawen namanya. Ada nan disebut permalim, saman, sunda wiwitan, wetu telu, marapu , dan banyak lagi.

Ajaran kejawen sendiri tak menerapkan anggaran standar dalam cara beribadah sebagaimana anggaran agama-agama atau genre kepercayaan pada umumnya. Tidak ada pula anggaran rutin nan perlu dilakukan buat menyembah Tuhan (Gusti Kanjeng Pangeran).

Kalau Anda lihat benda seperti keris, wayang, mantra, kembang atau kembang, boleh jadi ia ialah penganut kejawen. Karena itu, tak heran dengan sendirinya orang-orang kejawen dianggap penganut klenik dan dekat dengan praktik kedukunan.

Di sejumlah daerah atau di luar Suku Jawa, ada juga nan mempraktikkan model kejawen yakni dengan menggunakan benda-benda eksklusif semisal bunga, dupa, batu cincin. Fungsinya apa? Benda-benda tersebut ialah media buat berhubungan dengan makhluk halus. Makhluk halus dijadikan alat buat memohon dan pengabul minta mulai dari kecantikan, kekayaan hingga jabatan strategis.



Aliran Kejawen

Prinsip primer kejawen ialah mencapai ekuilibrium hayati dan tak melarang anggota kejawen buat menganut agama tertentu. Makanya, kalau Anda lihat ada orang Jawa nan rajin shalat, ia masih suka dengan hal-hal nan berbau mistik. Boleh jadi, ia penganut kejawen. Karena itu tadi, kejawen ialah kebiasaan, budaya orang Jawa.

Kita ingat, bagaimana Walisongo di tanah Jawa memasukkan unsur budaya dalam syiar agama Islam. Kala itu, orang Jawa masih menganut animisme. Sampai sekarang pun animisme sebenarnya masih hidup. Buktinya, banyak orang nan tertarik berburu makhluk halus ketimbang belajar teknologi menggunakan akal sehat.

Gambaran kejawen kira-kira begini, kalau ada orang Tionghoa beragama Kristen atau Budha, ia masih menerapakan feng shui ( hong shui ), begitulah orang Jawa dengan kejawennya.

Aliran kejawen masih ada dan dipraktikkan. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Padepokan Cakrakembang;
  2. Sumarah;
  3. Budi Dharma;
  4. Maneges; dan
  5. Sabdopalon.


Belajar Kejawen secara Online

Zaman sekarang serba online , sampai-sampai situs dan blog tentang kejawen banyak bertebaran di jagad maya. Kalau Anda mau belajar kejawen tanpa guru, sebaiknya hati-hati. Kalau tersesat, Anda akan sulit kembali.

Ada orang nan belajar kejawen sampai putus urat syaraf akal sehatnya. Kenapa dapat begitu? Ya sebab ia belajar menembus global lain [alam ruh], nan sama sekali baru baginya. Ia akan menemukan pengalaman-pengalaman supranatural berupa penglihatan, penciuman, dan pendengaran.

Realitasnya pun menjadi berbeda dari orang kebanyakan. Apalagi bagi nan ingin total mempraktikkan kejawen dianjurkan membaca rapal, mantra, dan wirid tertentu. Mantra ini bukan sekedar mantra, melainkan kalimat-kalimat nan mengandung energi (tuah). Bila dibaca dengan keyakinan, pasti dapat terwujud. Ingat, tak cukup sekali dua kali, perlu latihan berkali-kali. Di sinilah pentingnya seorang guru. Guru sama dengan pembimbing. Guru ialah orang nan sudah pernah melalui jalan-jalan batin (ruh).

Di dalam kejawen, ada nan namanya belajar memasuki alam suwung (kosong). Alam suwung berupa wahana buat menemukan jati diri, tak ada suara, tak ada siapa-siapa. Kalau Anda sudah sampai, Anda akan bertemu dengan Gusti Kang Murbehing Dumedi.

Sebelum menuju ke alam suwung, terdapat banyak sekali rintangan, cobaan, dan godaaan. Jika semua hal godaan, rintangan, tantangan bisa teratasi, maka seseorang akan bisa merasakan kenikmatan seperti orang sedang kasmaran (kesengsem).

Satu hal lagi, belajar kejawen, tak boleh ragu-ragu. Yen Siro wedhi, ojo sepisan-sepisan waniYen Siro Wani, ojo sepisan-sepisan wedhi . Artinya, kalau engkau takut, jangan sekali-sekali berani. Kalau engkau berani, jangan sekali-sekali takut.



Satu di Antara Banyak Genre Kejawen, Suku Samin

Suku Samin diajarkan hayati sederhana. Kitabnya ialah Jamus Kalimasada nan berisi hal-hal berikut.

  1. Serat punjer kawitan , jaran tentang silsilah raja-raja Jawa, beserta adipati-adipati. Bahwa orang Jawa merupakan keturunan Adam dan Pandawa.

  2. Serat pikukuh kasejaten , ajaran tentang tata cara dan hukum perkawinan. Rumah tangga harus bersandarkan kepada kukuh demen aji (teguh menggenggam janji).

  3. Serat uri-uri pambudi , berisi bagaimana hukum berbicara, bertingkah laku, tata krama. Pendek kata, prinsipnya ialah akhlak, moral, dan etika.

  4. Serat jati sawit , berisi inti kemuliaan hayati setelah mati: loro bronto (mengembara dalam kesedihan), becik ketitik, olo ketoro, sopo goroh bakal gronoh, sopo salah seleh (baik dan jelek akan nampak, siapa nan bahagia berdusta, ia akan nista, dan siapa nan bersalah, ia akan musnah).

  5. Serat lampahing urip , berisi primbon peruntungan jodoh, kelahiran, hari baik, hari buruk, dan petunjuk kegiatan buat melaksanakan hajat dan munajat (pinta dan permohonan).

Fenomena nan sering kita lihat, penganut kejawen pun ada nan melakukan ritual kepada Gunung Kawi berupa persembahan pengorbanan binatang ternak dan hasil bumi. Pendek kata, gunung dalam kepercayaan Jawa dipercaya sebagai loka berkumpulnya para dewata.

Ada satu loka di Jawa Tengah, dekat Gunung Kawi, terdapat sebatang pohon dengan daunnya nan jarang-jarang tumbuh. Pohon tersebut selalu ramai dikunjungi peziarah dari berbagai penjuru. Pohonnya tak terlalu besar, namanya Daru.

Setiap peziarah nan sukses menangkap daun pohon tersebut nan jatuh sebab tiupan angin, dipercaya hidupnya barokah. Daunnya tak boleh dipetik harus menunggu sampai jatuh. Uniknya, dalam seharian selembar daun pun kadang tak ada nan jatuh. Karenanya, pohon tersebut dinamakan pohon kesabaran.

Mengapa kejawen bisa hayati berdampingan dengan agama-agama nan sudah ada? Karena, memang tradisi kejawen buat melatih jiwa dan batin. Orang Kristen bisa menjadi lebih Kristiani. Begitu halnya dengan agama-agama nan lain. Dalam pribadi kejawen terjadi pemurnian, perkembangan kesadaran, dan meningkatkan pencerahan batin nan menuntunnya kepada jalan rohani tanpa harus meninggalkan keyakinannya.

Kalau Anda mau belajar kejawen, carilah guru sekalipun itu dalam keheningan. Karena keheningan ialah sempurna, tak ada suara, tak ada siapa-siapa hanya engkau dan Gusti Pangeran nan bersanding di alam batin.