Macam-Macam Batik Pekalongan

Macam-Macam Batik Pekalongan

Di Indonesia, macam batik sangat beragam. Beberapa wilayah di Indonesia memiliki batik khasnya masing-masing. Lalu, apakah benar, batik itu orisinil dari Indonesia? Yuk, kita bahas selengkapnya di sini.



Sejarah Batik

Menulis dan “titik” ialah makna dari batik nan berasal dari kata amba. Kata ini berasal dari Jawa kuno. Dalam perkembangannya penyebutan mbatik atau batik lebih populer sebab mengacu pada kata “ngembat” dan “titik”. Kata mbatik berasal dari Jarwo Dosok. Karakteristik khas batik ialah penggunaan malam nan berfungsi buat menahan masuknya warna.

Teknik pewarnaan nan serupa dengan batik sudah dikenal sejak zaman Mesir Antik pada abad ke-4 SM. Pada saat itu, teknik ini dipakai pada kain pembungkus mumi. Mereka juga menggunakan malam nan berfungsi buat membentuk pola. Pada tahun 618 sampai 907 zaman Dinasti Tang, teknik serupa batik juga sudah ada di Cina.

Tak hanya dua negara itu nan sudah mengenal teknik serupa batik. Masih banyak negara lain, misalnya Afrika, Senegal (suku Soninke dan suku Wolof), dan Nigeria (suku Yoruba). Apa nan dijelaskan di atas hanya berhenti pada teknik nan serupa, sedangkan batik nan diciptakan nenek moyang kita sudah melebihi teknik itu sendiri.

Ada banyak hal nan terkandung dalam batik itu yaitu filosofi , corak, dan sejarah. Hanya batik Indonesia, khususnya Jawa saja nan mampu menghadirkan corak nan sangat rumit. Untuk itulah batik dapat mengandung dua hal nan berbeda.

Pertama, berhubungan dengan teknik nan ternyata sudah dikenal di beberapa negara. Kedua, batik mengacu pada kain atau corak nan dihasilkan oleh teknik tersebut. Nah, pengertian kedua inilah nan merupakan acum bahwa batik ialah budaya orisinil Indonesia.

Pada zaman Majapahit, batik sudah mulai dikenal. Namun, diduga batik sudah dikenal lebih awal lagi. Hal ini terlihat pada corak-corak nan terdapat pada Candi Borobudur dan Prambanan nan mendominasi corak pada batik. Pola ukiran kain nan mirip dengan pola batik juga ditemukan pada sebuah patung arca nan diduga berasal dari abad 13.

Sementara itu, pola gringsing, sudah ada sejak awal abad 12. Hal ini mematahkan dugaan bahwa batik diperkenalkan oleh para pedagang dari India pada abad 17. Meski begitu, peran para pedagang ini juga cukup besar. Selain mereka menjual kain, mereka juga menjual cat-cat dari bahan kimia buat pewarnaan. Memang, pada zaman sebelumnya, pewarnaan masih menggunakan bahan alami, yaitu mengkudu, tinggi, nila, dan soga.

Meski batik diduga berasal dari Majapahit, namun perkembangannya lebih pesat di daerah Jawa tengah dan sekitarnya. Di daerah ini, batik menjadi sesuatu nan eksklusif. Hanya para raja, putri, dan bangsawan keraton saja nan boleh membuat dan mengenakan batik. Lama kelamaan, rakyat pun diperbolehkan buat membuat dan mengembangkan batik. Salah satu penyebabnya ialah pernikahan.

Contohnya, putri Solo disunting oleh Kyai Hasan Basri dan memboyongnya ke daerah Tegalsari, Ponorogo. Sejak itulah batik diperkenalkan ke lingkungan rakyat. Selain pernikahan, perang juga membantu penyebaran batik. Ini terdapat pada sejarah batik pekalongan.



Sejarah Batik Pekalongan

Pada waktu itu, Mataram mengalami perang nan tidak henti-henti. Panembahan Senopati ialah salah satu tokoh nan menggiring perpecahan pada Kerajaan Mataram Kuno. Hal ini kemudian diperparah dengan adanya perang Diponegoro pada tahun 1825-1830.

Akibat perang saudara nan terus-menerus, maka banyak para kerabat keraton dan para bangsawan nan mengungsi. Daerah pengungsiannya majemuk namun rata-rata mereka mengungsi ke daerah pesisir seperti Banyumasan, Surabaya, Gresik, Madura, dan Pekalongan.

Para keluarga keraton nan sudah pakar dalam hal batik-membatik kemudian membagikan keahliannya selama di daerah pengungsian. Masyarakat sekitar pun akhirnya mulai mengenal ilmu batik nan semula sangat tertentu ini. Di Pekalongan, batik menyebar dengan pesat.

Letak Pekalongan nan berada di daerah pesisir menjadi faktor nan menguntungkan bagi perkembangan batik. Daerah pesisir merupakan daerah perdagangan nan strategis. Selain itu, akulturasi budaya dengan para pedagang asing juga memicu perkembangan batik Pekalongan.

Pada akhirnya, batik Pekalongan menjadi lebih pesat dari batik daerah lain. Daerah perkembangannya meliputi daerah Pekalongan Kota, Wonopringgo, Pekajangan, Buaran, dan tentunya daerah Pantai Pekalongan.



Macam-Macam Batik Pekalongan

Warna nan mencolok ialah karakteristik khas motif batik Pekalongan. Merah, oranye, kuning, hijau, dan biru dipadukan dalam harmonisasi corak nan beragam. Inilah sebabnya, batik Pekalongan sukses menembus pasar global sebab keanekaragaman corak dan warnanya. Hal ini dipengaruhi oleh budaya Cina nan berasimilasi di darah pesisir.

Para pembatik Pekalongan kala itu menambahkan corak nan ada dalam motif guci-guci keramik dari Cina (Dinasti Ming). Corak nan kerap mereka adapatasi ke dalam batik mereka ialah corak fauna berupa kupu-kupu, burung merak, burung pipit, dan ular baga. Sementara buat corak flora, mereka menggunakan corak teratai, kembang rose, kembang persik, sulur pandan, dan sulur daun.

Hal nan menarik dari macam batik Pekalongan ialah adanya corak merak ngigel. Pada waktu itu, pihak keraton melarang corak selain corak khas keraton, misalnya gringsing, kawung, dan tumpal. Corak-corak adaptasi terhadap budaya Cina merupakan corak larangan.

Tampaknya, para pengrajin batik Pekalongan tak mengindahkan embargo pihak keraton. Mereka merasa corak nan mereka kembangkan ialah corak nan mandiri, corak nan merdeka tanpa disetir oleh pihak keraton. Untuk itulah, mereka menciptakan corak merak ngigel. Burung merak nan sedang menari ialah karakteristik khas corak merak ngigel. Artinya sebuah perlawanan, ketidakmauan buat ditindas, dan kebebasan berseni.

Dibanding dengan batik di daerah lain, batik Pekalongan termasuk nan paling mendapat pengaruh dari luar. Di antaranya Cina, Belanda, India, Jepang, Arab, dan Melayu. Hal inilah nan membuat dinamika batik Pekalongan lebih besar.

Pengaruh itu melahirkan motif-motif campuran antara lain motif jlamprang, motif kangenan, motif encim (Tionghoa, Cina), batik Belanda, dan batik Hokokai (Jepang) nan didominasi corak kembang sakura atau krisan.

Macam batik Pekalongan sangat majemuk dan ditentukan oleh coraknya. Selain motif di atas, ada beberapa motif batik Pekalongan nan lain yaitu batik sarong van zuylen, liza woman sarong, batik tiga negeri, primisan, dewa- dewa, obar-abir, dan garuda. Batik bercorak sarong van zuylen diambil dari nama seorang pembatik dari Eropa bernama Van Zuylen.

Dia lebih menerapkan corak tanaman serta kembang nan realis. Batik tiga negeri juga masih menggunakan corak kembang dan tanaman nan dominan, hanya bedanya lebih bernuansa ornamen. Sementara batik liza woman sarong tak jauh berbeda dengan Sarong Van Zuylen. Motif dewa-dewa menggunakan corak fauna nan dominan, misalnya burung merak.

Ciri khas lainnya adanya ornamen berbentuk orang buat isian batik itu nan dilukiskan dengan pose majemuk seperti orang menari. Batik garuda ialah corak batik nan masih mempertahankan pengaruh aslinya, yaitu batik dari Yogya atau Solo. Corak batik-batik ini dapat membentuk corak burung Garuda nan utuh namun dapat saja dengan mewakilkan ornamen sayapnya saja.

Dalam perkembangannya, bentuk sayap itu diadaptasi dari bentuk tanaman nan menyerupai sayap sementara kembang tapak dara sebagai pangkalnya.