Suku Korowai - Manusia Pohon nan Sesungguhnya

Suku Korowai - Manusia Pohon nan Sesungguhnya

Istilah manusia pohon bagi sebagian orang mungkin dikonotasikan pada sosok manusia nan tinggal di pepohonan. Di global fiksi, istilah ini menggambarkan sosok Tarzan nan sejak bayi sudah tinggal di dalam hutan dan hayati bersama binatang liar. Namun, ketika kasus nan dialami seorang nelayan bernama Dede menyeruak ke permukaan, istilah manusia pohon ini pun kemudian bergeser.



Dede – Si Manusia Pohon

Dede ialah seorang manusia nan mendapat julukan sebagai manusia pohon. Julukan ini bukan lantaran Dede hayati di atas pohon atau di dalam hutan seperti Tarzan. Julukan ini didapat lantaran penyakit nan diderita Dede, sehingga banyak orang menjulukinya seperti itu.

Pada awalnya, penyakit nan diderita Dede sehingga dijuluki manusia pohon itu tak banyak diketahui masyarakat. Hanya mereka nan mengenal dan tinggal di sekitar rumahnya saja nan mengetahui perihal nan menimpa warga asal Jawa Barat tersebut. Baru setelah media massa memberitakan penyakit nan dialaminya, masyarakat terutama kalangan kedokteran menjadi takjub atas kondisi nan dialami Dede. Masyarakat lainnya juga takjub dengan ketabahan dan kesabaran Dede dan keluarganya menghadapi permasalahan nan begitu pelik. Kesusahan nan dialami Dede, si manusia pohon ini sangat memprihatinkan. Tidak banyak orang mampu menanggung derita begitu lama seperti nan mampu dilakukan oelh Dede. Sungguh suatu kekuatan jiwa nan patut dihargai.

Bila kini Dede dapat hayati lebih layak sebagai manusia biasa dengan keadaan tubuh nan sedikit berangsur normal, itu adalh 'hadiah' dari ketabahannya. Ia pun sepatutnya diberitakan sebagai orang nan mampu memberikan inspirasi dan motivasi hayati kepada orang-orang nan sebanarnya mempunyai kehidupan nan mapan tetapi lebih tak bersyukur sehingga lebih mau hayati dalam kenistaan dosa dan bergumul dengan barang-barang terlarang.

Pada saat diberitakan oleh media massa, sekujur tubuh Dede sudah ditumbuhi oleh semacam bintik nan membentuk gumpalan sebagaimana kulit pohon. Hal ini terjadi secara merata di sekujur tubuhnya, menjadikan tubuh orisinil Dede tak dapat terlihat. Bahkan, beberapa bintik tersebut ada nan tumbuh menutupi sebagian kelopak matanya menjadikan penglihatannya terganggu.

Akibatnya, Dede tak dapat menjalankan segala aktivitas rutinnya dalam mencari nafkah sebagai nelayan. Setiap hari, dirinya hanya bergantung kepada orangtua dan kerabat serta tetangga nan menaruh simpati atas penderitaan nan dialaminya tersebut. Pengobatan nan dilakukannya pun baru sebatas pada pengobatan di puskesmas terdekat saja. Karena buat berobat di rumah sakit dan dokter spesialis kulit, Dede mengaku tak memiliki cukup biaya. Peran pemerintah nan diharapkannya dapat meringankan beban juga tak kunjung dirasakannya.

Dengan keadaan nan menyedihkan seperti itu, Dede tetap dapat tersenyum dan merasa bahagia akhirnya pertolongan Tuhan itu pun hadir ketika jiwanya telah pasrah dan tidak berharap banyak lagi. Dia hanya dapat membayangkan betapa indahnya hayati normal, mempunyai keluarga, dan mencari nafkah buat anak dan istri. Siapa nan mau hayati di pohon dan hanya berharap dengan kemurahan orang lain demi menyambung hidup. Bagi Dede, menjadi manusia pohon bukanlah satu pilihan hayati nan menyenangkan.

Hal itu hanyalah satu cara agar orang-orang sekitarnya tidak merasa terganggu dengan kehadirannya nan terlihat menjijikan. Ia juga tidak ingin dirinya menjadi beban bagi jiwa dan batinnya sendiri. Oleh sebab itulah, selama bertahun-tahun ia menyembunyikan dirinya dan hanya dapat hayati dengan sangat sederhana.

Sebagai manusia biasa nan normal dan mempunyai paras nan tak jelek, tentu saja ada keinginan buat mendapatkan kehidupan seperti orang lain. Ketabahan seorang Dede memang sangat luar biasa. Dia lebih mengalah dengan nasib dan membiarkan takdirnya berjalan sendiri tanpa dia sanggup buat berusaha merubah nasib itu. Semua kelemahan dan kekuranagn nan didapatkannya ialah sesuatu nan tidak dapat ditampiknya. Ketika pada akhirnya kisah Dede ini terungkap dan dia ditangani oleh tim dokter Rumah Sakit Hasan Sadikin dari berbagai bidang selama delapan bulan, semua itu tidak lepas dari doa-doa nan terjawab. Doa-doa nan telah merintih dalam balutan keyakinan bahwa Tuhan tidak pernah tidur dan tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya nan begitu membutuhkan pertolongan-Nya.

Sejarah Penyakit Dede, Si Manusia Pohon

Menjadi manusia pohon bukanlah sebuah kondisi nan dialaminya sejak kecil. Sebab, Dede sempat mengalami masa-masa normal tanpa digelayuti berbagai macam bintik, seperti kutil nan menjalar di seluruh tubuhnya. Perubahan fisik nan dialami baru dimulai ketika dirinya menginjak usia remaja.

Dede pun tak tahu kapan pastinya dia terkena penyakit nan telah menghebohkan global kesehatan Indonesia tersebut hingga Presiden lewat Menteri Kesehatan waktu itu terlihat kurang bahagia dengan pemberitaan nan dilakukan oleh pihak asing. Walaupun pihak asing itu telah membukakan jalan bagi Dede buat mendapatkan kehidupannya kembali, tetap saja bahwa sine qua non laba nan didapatkan oleh Dede. Pihak asing tak dapat dengan begitu saja mengeksploitasi nasib Dede tanpa memberi Dede apa-apa. Bagaimanapun global televisi ialah global komersial walaupun ada sisi sosial dan sisi berbaginya.

Saat remaja, Dede mengalami sebuah luka goresan. Dianggap sebagai hal biasa di kalangan nelayan, Dede tak melakukan pengobatan serius atas luka gores nan dideritanya tersebut. Namun, lama kelamaan muncul bintik di atas luka gores tersebut semakin hari semakin banyak jumlahnya. Keadaan nan semakin parah ini semakin membuat keluarga merasa tidak tahu lagi harus berbuat apa.

Akhirnya Dede dilarikan ke puskesmas oleh keluarganya dan mendapatkan beberapa pengobatan awal. Bukan kesembuhan nan didapatnya, justru jumlah bintik nan muncul semakin banyak. Bagian tubuh nan ditumbuhi bintik pun semakin banyak dan merata di sekujur tubuhnya. Dede terlihat semakin tidak tahu apa nan harus dilakukan kecuali berpasrah dan menyerahkan nasibnya kepada Sang Pencipta. Hingga akhirnya dia merasa kehidupannya telah dimakan oleh penyakitnya. Dede menyerah dan memanjat pohon serta mendirikan rumah atau tepatnya pondok buat berteduh.

Dari ketinggian, Dede melihat kehidupan orang-orang nan ia sayangi. Dia menangis tetapi tidak mampu lagi tersenyum. Ia hanya dapat memandangi wajah-wajah nan dulu begitu dekat dan dapat ia tatap dengan mudah dari kejauhan. Pandangannya pun semakin kabur sebab ternyata penyakitnya tidak hanya menyerang kulitnya, matanay pun terserang penyakit itu. Akhirnya Dede kian pasrah dan tidak dapat lagi menatap dan memperhatikan keadaan sekitarnya dengan jelas.



Si Manusia Pohon dan Pengobatannya

Pemberitaan di media massa memberikan akibat positif. Penyakit nan diderita Dede akhirnya menjadi perhatian kalangan medis, termasuk seorang pakar dari Amerika Serikat, Dr Anthony Gaspari dari Universitas Maryland. Ahli Dermatologi tersebut, terbang langsung ke Indonesia buat meneliti kenyataan langka tersebut.

Dari penelitian nan dilakukannya didapatkan hasil bahwa apa nan diderita oleh Dede disebabkan oleh virus bernama human papilloma virus. Virus ini berpotensi menyebabkan infeksi, sehingga seluruh bintik nan muncul dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh.

Hal ini didukung dengan kondisi genetik Dede nan sangat langka, dimana dalam tubuh Dede jumlah sel darah putihnya sangat rendah sehingga tak mampu menahan agresi virus. Akibatnya, sel tubuh dalam tubuh Dede dikuasi oleh virus nan menyebar tersebut. Penyakit ini sangat langka, dimana perbandingannya hanya menyerang satu dari satu juta manusia.

Untungnya Dede nan terkena penyakit ganas ini dan bukan seseorang nan mempunyai jiwa dan mental nan lemah. Kalau orang nan terkena nasib ini bermental lemah, pastilah menjatuhkan diri dari ketinggian itu akan menjadi satu pilihan dan kematian nan mengenaskan itu tidak akan terlalu lama dikenang. Dede tak begitu. Ia masih mempunyai jiwa bertahan dan masih berharap bahwa Allah Swt akan memberikan pertolongan pada saat ia telah berada pada sudut nan mampu lagi bergerak.

Dede sahih dan ia selamat. Ia ialah pemenang kehidupan nan sebenarnya. Ia ialah pahlawan kehidupan nan sepatutnya diberi penghargaan. Betapa sulitnya hidup, bukan buat ditangisi atau diratapi. Doa dan ikhtiar ialah bagian dari apa nan harus dilakukan agar global kembali cerah dan tersenyum manis.



Suku Korowai - Manusia Pohon nan Sesungguhnya

Suku Korowai nan ada di tanah Papua ialah manusia pohon nan sesungguhnya. Mereka tinggal di atas pohon dengan mendirikan rumah di atas ketinggian hingga 40-60 meter dari atas permukaan tanah. Suku Korowai memang tak seperti Dede. Mereka memang hayati di atas pohon dan itu sudha merupakan budaya sejak zaman dahulu kala.