Wayang Golek Modern

Wayang Golek Modern

Hiburan rakyat Sunda nan banyak peminatnya, nisbi terjangkau, dan ditonton semalam suntuk, pertunjukkan apa itu? Ya, tepat sekali, wayang golek atau puppet show . Lakon cerita wayang golek dimainkan oleh seorang dalang melalui media boneka kayu dengan majemuk rupa mimik wajah, lucu, seram, anggun, dan bijaksana.

Menarik tidaknya lakon cerita dalam pertunjukan wayang golek, tergantung pada kepiawaian sang dalang membawakannya. Selain itu, kerja sama iringan musik gending dan lantunan suara sinden menjadi hal nan tidak terpisahkan dari seni pertunjukkan wayang golek.

Wayang golek bukan hanya sekadar hiburan rakyat khususnya bagi masyarakat Tanah Pasundan, melainkan juga sebagai wahana buat memenuhi kebutuhan religius dan material. Di tengah-tengah masyarakat kita, wayang golek juga dikenal sebagai media buat ngaruat atau pembersihan diri dari hal-hal negatif atau dursila dan menghindari bahaya atau malapetaka serta memohon berkah. Meskipun begitu, bukan hanya wayang golek saja, tetapi juga seni pertunjukan wayang pada umumnya. Mereka nan diruat dinamakan sukerta .

Adapun nan biasa diruat ialah anak nan sering sakit-sakitan sehingga harus dibuatkan acara selamatan dengan pertunjukan wayang golek. Juga orang-orang seperti pandawa lima atau lima orang putra, pandawi atau lima putri, anak tunggal atau wunggal, suramba atau empat putra, surambi atau empat putri, adik nan kakaknya meninggal global atau nanggung bugang , samudra hapit sindang atau dua orang anak lelaki nan mengapit seorang anak perempuan, dan talaga tanggal kausak atau anak laki-laki nan diapit anak perempuan.

Sementara itu, pertunjukan wayang golek sering digelar ketika ada pesta pernikahan, hajatan, sunatan, seremoni hari besar, malam penggalangan dana, atau penyambutan tamu agung di Tanah Sunda. Seni wayang golek dapat dikatakan sebagai seni nan diminati masyarakat dari kalangan apa saja. Masyarakat menengah ke bawah biasa mengadakan seni pertunjukan wayang golek di gedung kesenian atau tanah lapang milik warga.



Wayang Golek Cepak

Terdapat dua kelompok besar wayang golek, di antaranya wayang golek Cepak. Seni wayang golek ini berasal dari daerah Indramayu dan Cirebon. Lakon ceritanya tergolong legenda rakyat dengan kisah nan lucu. Bahasa nan dipergunakan ialah bahasa Cirebon.

Wayang golek klasik ini dibawakan dengan iringan nayaga. Nayaga ialah satu paket pemain gamelan pada pertunjukan seni wayang golek cepak. Alat-alat nayaga terbilang cukup banyak dan rumit. Jumlah pemainnya dalam satu pertunjukan dapat mencapai 15 hingga 30 orang dengan batasan usia tujuh belas hingga lima puluh tahun.

Semua pemain nayaga ialah laki-laki nan bertugas menjadi penabuh dan pengrawit. Tidak hanya menabuh peralatan, mereka juga dituntut buat membawakan lagu atau gendhing dengan teknik karawitan, yaitu seni olah vokal nan berpadu dengan musik instrumental. Jumlah lagu nan harus dihafalkan sebanyak puluhan hingga ratusan lagu.

Wayang golek cepak juga dikenal dengan nama wayang golek papak. Asal nama tersebut muncul sebab wayang nan digunakan memiliki bentuk kepala nan rata alias papak atau cepak. Rupa boneka-boneka itu menjadi lucu dan unik. Tokoh-tokoh nan sering dimainkan di antaranya Hanoman, Menak, Garuda, Naga, Bagal Buntung, Ki Tinggil, Nyi Mas Gandasari, Kuwu Sangkan, dan Wiralodra.

Daerah Indramayu bukan hanya menjadi cikal bakal munculnya kebudayaan wayang golek cepak ini. Wilayah ini juga terkenal dengan seni pahat wayang golek. Sebagian besar warganya secara turun temurun mewariskan keahlian membuat boneka dari kayu nan dipahat nan kemudian dipakai buat pagelaran wayang golek cepak.

Sekarang bahkan kita masih dapat menemui sekelompok anak muda di Desa Gadingan, Indramayu sedang membuat wayang golek pesanan orang-orang sekitar maupun permintaan spesifik dari para kolektor wayang di beberapa wilayah. Mereka cukup produktif mengolah kayu jaran menjadi bentuk-bentuk paras wayang dengan memahat langsung sinkron imajinasi.

Diharapkan dari talenta seni nan mereka miliki ini, para pemuda tak hanya melestarikan kebudayaan daerahnya tetapi juga menciptakan komoditas baru buat kelangsungan hayati nan lebih sejahtera.

Salah seorang tokoh wayang golek cepak nan terkenal ialah Ki Akhamadi. Sampai saat ini, ia masih aktif menjadi dalang dan menjadi penerus leluhurnya, yaitu Ki Pugas, Ki Warya, Ki Koja, dan Ki Salam. Dalang berusia 63 tahun ini masih menyimpan naskah perwayangan antik dari tahun 1310 Hijriyah dan sebuah peti berisi wayang golek warisan leluhurnya. Meski begitu, sangat disayangkan sebab Ki Akhamadi belum menemukan penerusnya sebab ia sendiri tak memiliki anak laki-laki dan belum ada orang nan dianggap cocok dalam membawakan pagelaran wayang golek cepak.



Wayang Golek Purwa

Wayang golek purwa merupakan seni pertunjukan wayang golek nan biasa kita saksikan di televisi atau tempat-tempat pagelaran. Dibawakan dalam bahasa Sunda, wayang golek ini mengangkat lakon dari cerita Mahabharata dan Ramayana.

Pakem atau tatanan pendalangan wayang golek purwa merupakan perpaduan antara khas Jawa Barat dan Surakarta, sedangkan sumber pakemnya berasal dari Serat Pustaka Raja Purwa nan ditulis oleh R. Ng. Ranggowarsito. Wayang golek nan merupakan seni boneka tiga dimensi ini dibawakan dengan lakon nan bersumber dari akulturasi budaya orisinil Indonesia dengan budaya India.



Wayang Golek Modern

Wayang golek nan dipelopori pertama kali oleh Partasuanda dan kemudian dikembangkan oleh Asep Sunandar selama rentang waktu 10 tahun sejak awal kemunculannya pada 1970 ini tak jauh berbeda dengan wayang golek purwa. Hanya bedanya, pada wayang golek modern, pertunjukan banyak menggunakan trik nan berasal dari listrik. Hal ini tentu saja agar wayang golek sebagai seni budaya juga dapat menyesuaikan dengan perkembangan kehidupan modern dengan tak meninggalkan pakem-pakem utamanya.

Dalam hal ini, wayang golek juga dapat dipakai sebagai wahana pendidikan dan penerangan dengan mengedepankan sisi etika, moralitas, religi dan adat istiadat sehingga masyarakat kita jadi manusia nan berbudaya, berpendidikan, dan tahu batasan diri.



Pengadegan, Istilah dalam Wayang Golek

Ada satu istilah krusial dalam wayang golek yaitu pengadegan . Pengadegan merupakan susunan cerita mirip alur atau plot dalam sebuah karya sastra nan kita baca. Pengadegan terbagi atas lima bentuk, yaitu sebagai berikut.

  1. Pasebanan, yaitu tentang para pembesar negara nan sedang mempersiapkan bencana tentaranya di Paseban. Mereka harus melaksanakan tugas dari Raja menuju negara musuh dan dipimpin oleh seorang Senapati dengan menaiki kuda. Dalang akan membuat tarian jaranan nan menarik.
  1. Karatonan, yaitu keadaan di negara versus nan dursila dimana sedang menghadapi masalah besar dan ada salah seorang nan mengajukan usul lalu disetujui oleh sang raja. Ia pun menyuruh pembesarnya buat melaksanakan taktik tersebut.
  1. Perang Papacal, yaitu perang kecil antara dua negara, salah satunya kan menang atau negara nan dursila akan melarikan diri dengan membawa apa nan diinginkannya.
  1. Bebegalan, yaitu kejadian di dalam hutan dimana seorang raksasa terusik ketenteramannya saat rombongan tentara lewat dan akhirnya terjadilah pertempuran antara keduanya. Raksasa bisa dikalahkan dan rombongan bisa melanjutkan perjalanannya.
  1. Karatonan, yaitu akhir dari cerita dengan munculnya semua tokoh primer dan konklusi bahwa kejahatan akan selalu dikalahkan oleh kebaikan.


Kebudayaan Wayang Golek Harus Dilestarikan

Dalam menyikapi permasalah kebudayaan, masyarakat Sunda pada dasarnya tak terlalu berbeda dengan masyarakat di daerah lain. Mereka sama-sama mengagumi dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan nan telah diturunkan oleh para leluhurnya. Salah satu warisan sejarah dari tanah Sunda dan masih terjaga hingga kini ialah kesenian wayang golek. Sebuah kesenian nan seharusnya layak berstatus sebagai warisan budaya global bersamaan dengan angklung.



Sejarah Wayang Golek

Wayang golek merupakan seni pertunjukan nan menggunakan boneka pahatan dari kayu sebagai media utamanya. Kesenian ini juga sering disamakan dengan pertunjukan teater sebab pertunjukan kesenian ini memiliki satu jalan cerita nan diperankan oleh tokoh-tokoh eksklusif layaknya tengah bermain teater.

Karena sering kali mengangkat cerita dari kitab-kitab agama Hindu, banyak orang mengira bahwa kesenian ini berasal dari India. Sebenarnya, tidak. Kesenian ini ialah kesenian orisinil Jawa Barat nan merupakan perkembangan ciptaan dari wayang kulit nan ada di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Sebagaimana kita ketahui, pengaruh agama Hindu pernah sangat kental di masyarakat pulau Jawa, sehingga beberapa aspek kesenian dan arsitektur berkiblat pada agama Hindu. Karena itulah kesenian ini sering kali mempertunjukkan cerita-cerita kepercayaan Hindu, seperti Mahabharata dan Ramayana.

Kata wayang sendiri diduga berasal dari bahasa Jawa nan berarti ‘boyangan’. Para pakar lain berpendapat bahwa kata wayang berasal dari kata ‘wad an hyang’ nan berarti leluhur.

Keunikan kesenian ini dengan boneka wayang nan terbuat dari kayu dan memiliki bentuk 3 dimensi ini telah ada sejak berabad-abad silam. Kesenian ini dahulu dipertunjukkan buat kepentingan hiburan rakyat. Tidak seperti wayang kulit, kesenian ini dapat ditampilkan siang hari sebab tak memerlukan bayangan. Gerakan boneka kesenian ini pun lebih luwes dari wayang kulit.



Jenis-Jenis Wayang Golek

Sampai sekarang, terdapat 3 jenis kesenian ini nan berkembang di masyarakat Sunda. Ketiga jenis tersebut adalah:



1. Wayang golek papak

Kesenian ini ini disebut juga dengan wayang golek cepak. Wayang jenis ini berkembng di daerah Indramayu dan Cirebon. Kata ‘cepak’ atau ‘papak’ berarti rata. Dinamakan demikian sebab wayang nan digunakan memiliki kepala nan berbentuk rata.

Dalam kesenian wayang ini, dalang biasanya mengangkat cerita seputar babad dan legenda setempat. Pertunjukkan dilaksanakan dengan menggunakan bahasa Cirebon. Dalam wayang golek papak tak dikenal tokoh Mahabharata atau Ramayana. Tokoh pewayangan kesenian ini ialah tokoh orisinil daerah nan dinamai Wiralodra, Nyi Mas Gandasari, Kuwu Sangkan, Ki Tinggil, Bagal Buntung, dan sebagainya.



2. Wayang golek purwa

Wayang golek purwa ialah kesenian wayang nan spesifik mengangkat cerita Mahabharata dan Ramayana. Pementasan dilakukan dalam bahasa Sunda. Wayang jenis ini tersebar di seluruh Jawa Barat, terutama setelah dibukanya jalan raya Daendels setelah datangnya penjajah Belanda.



3. Wayang golek modern

Yang dimaksud dengan wayang golek modern ialah kesenian wayang nan tumbuh di sekitar tahun 1970 - 1980. Pada dasarnya kesenian ini tetaplah seperti dahulu. Perbedaannya ialah wayang golek modern memanfaatkan teknologi listrik buat membuat suasana pertunjukan lebih meriah. Mulai dari pengeras suara hingga tata cahaya memanfaatkan listrik.

Selain itu, cerita nan dipertunjukkan juga semakin disesuaikan dengan perkembangan masyarakat Sunda. Namun cerita primer tetap kisah Mahabharata dan Ramayana.



Pertunjukan Wayang Golek

Di masyarakat Sunda, pertunjukan kesenian ini biasanya digelar ketika ada acara-acara tertentu. Kesenian ini biasanya juga digelar pada tengah malam dan selesai ketika menjelang subuh. Acara-acara eksklusif nan sering menampilkan kesenian ini sebagai hiburan, antara lain pernikahan, khitanan, atau upacara-upacara lain nan terhitung besar.

Pertunjukan wayang golek biasanya diiringi oleh iringan suara dari berbagai alat musik tradisional Sunda, seperti gamelan sunda atau salendro. Gamelan sunda tersebut terdiri dari dua buah saron, satu buah peking, selentem, boning, boning rincik, kenong, gong, kendang, rebab, dan gambang.

Pertunjukan kesenian ini selalu menyuguhkan jalan cerita nan menarik. Umumnya, cerita nan disajikan ialah cerita-cerita antik dan abadi, seperti kisah Ramayana dan Mahabarata . Cerita lakon nan dimainkan tentu saja menggunakan bahasa Sunda.



Lakon Carangan pada Wayang Golek

Dalam pertunjukan kesenian ini, lakon atau jalan cerita nan biasa dimainkan ialah lakon carangan. Lakon carangan ialah lakon nan jalan ceritanya diatur oleh dalang sinkron dengan kebutuhan dari sang penanggap pertunjukan kesenian ini tersebut.

Ketika memainkan lakon carangan, kemampuan dan keahlian dari seorang dalang akan terlihat jelas. Dalang nan sudah pakar tentu tak akan menemukan kesulitan mengarang cerita. Dalang juga berkewajiban buat menyuguhkan jalan cerita nan menarik dan tak membosankan.

Pagelaran kesenian ini juga seolah memiliki pola penyelenggaraan sendiri. Saat perlengkapan wayang masih tersimpan hingga wayang tersebut siap dimainkan, sudah diatur. Aturan-aturan dalam penyelenggaraan pewayangan bukan lagi hal asing bagi para dalang.

Nilai kebudayaan nan terdapat pada seni pertunjukan kesenian ini di mata masyarakat Sunda cukup penting. Selain nilai-nilai budaya, nilai magis tak kalah terkenal. Pertunjukan kesenian ini dipercaya dapat digunakan dalam upacara ruatan. Meruat agar terhindar dari berbagai marabahaya, kecelakaan, dan hal-hal tak diinginkan.



Tokoh-Tokoh Khas Wayang Golek

Meskipun mengambil cerita dari kisah-kisah kepercayaan agama Hindu, kesenian ini tetap memiliki jati dirinya dan tak sepenuhnya mengambil cerita-cerita tersebut. Para dalang mengembangkan cerita-cerita tersebut dan mengembangkan beberapa tokoh pewayangan Sunda, yakni:



1. Cepot

Cepot atau Sastrajingga ialah tokoh pewayangan Sunda nan paling terkenal. Ia ialah anak sulung pasangan Semar Badranaya dan Sutiragen. Cepot memiliki sifat nan humoris, santai, dan cuek. Meski demikian, melalui kelakarnya Cepot selalu menyampaikan nasihat, kritik, dan petuah.

Ia selalu muncul di tengah alur cerita. Fungsinya ialah menemani ksatria pewayangan, terutama Arjuna. Cepot sendiri memiliki senjata berupa golok dan panah. Cepot banyak digemari penonton sebab kritis tetapi humoris. Boneka wayang Cepot berwarna merah sebab ‘jingga’ dalam namanya berarti ‘merah’.



2. Semar Badranaya

Semar ialah ayahnya Cepot. Kedua anaknya nan lain ialah Gareng dan Dawala. Semar sebetulnya ialah jelmaan Batara Ismaya, salah satu dewa di khayangan. Ia dikenal sebagai tokoh wayang nan sakti dan bijaksana.

Semar digambarkan sebagai orang nan tubuhnya berkulit hitam dan berwajah putih. Kulit hitamnya melambangkan kedewasaan dan kematangan cara berpikir. Adapun paras putihnya melambangkan cerminan hati nan suci. Semar digambarkan sebagai pria gemuk bertubuh tambun.



3. Gareng

Gareng ialah adik bungsu Cepot. Anak terkecil Semar Badranaya ini biasanya digambarkan diam di rumah dan membantu sang ibu dalam melakukan beragama pekerjaan rumah tangga.



4. Dawala

Dawala ialah anak kedua Semar. Ia sangat menyayangi kakaknya, Cepot. Kemana pun Cepot pergi, ia setia menemani.



5. Denawa Acung

Denawa ialah jenis wayang golek nan disebut buta . Buta dalam bahasa Sunda berarti raksasa nan bodoh dan tak beragama dan tak bermoral. Denawa Acung ialah denawa nan memiliki tubuh dan suara nan kecil. Ia ialah denawa nan mudah marah.



6. Denawa Calangap

Calangap dalam bahasa Sunda berarti membuka mulut lebar-lebar (menganga). Denawa Calangap ialah tokoh denawa nan mulutnya terus terbuka dan hanya dapat mengucapkan vokal “A”. Misalnya, jika ia hendak berkata “Saya membeli seekor ikan” nan muncul dari mulutnya ialah “saya mambali saakar akan.”



7. Denawa Huntu

Dalam bahasa Sunda, huntu berarti gigi. Denawa Huntu ialah denawa nan memiliki gigi ekstra besar (tonggos).

Itulah informasi seputar wayang golek dari Jawa Barat. Mari lestarikan budaya tradisional!