Berbagai Dimensi Analisis Tekstual Jurnalistik

Berbagai Dimensi Analisis Tekstual Jurnalistik



Ragam Informasi Jurnalistik

Dalam kegiatan jurnalistik, tak ada restriksi spesifik nan membuat para jurnalis hanya dapat mengakses satu warta atau informasi saja. Mereka bahkan dapat mengeksplorasi berbagai hal nan menurut mereka dapat menjadi informasi nan berguna bagi kepentingan masyarakat jurnal.

Yang dimaksud laporan jurnalistik sendiri sebetulnya ialah majemuk informasi nan telah ditangkap, dirangkum, dan dijadikan rancangan tepat bagi para pembaca atau pendengar warta agar struktur karya tulis nan disajikan dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Oleh sebab itu, kegiatan jurnalistik berkaitan dengan pencarian informasi, cerita, peristiwa, dan laporan khas mengenai ketiga hal tersebut. Misalnya saja, seorang jurnalis hendak menuliskan sebuah warta mengenai wisata kuliner. Maka hal-hal nan perlu diketahui oleh jurnalis tersebut ialah warta masakan seperti apa nan tepat buat disajikan kepada masyarakat.

Sebagai contoh, jika jurnalis wisata masakan tersebut sedang membuat warta pada bulan puasa, maka ada baiknya jika warta masakan nan dicari dan didapatkan berupa aneka resep makanan buka puasa, menu sahur, atau tempat-tempat nan representatif buat dapat menjadikan buka puasa lebih nikmat lagi.

Selain kuliner, ada juga informasi spesifik mengenai kriminal nan biasanya disajikan oleh jurnalis atau wartawan kriminal. Dalam kasus informasi seperti ini, seorang jurnalis harus pandai-pandai mendapatkan warta kriminal.

Wartawan kriminal harus peka terhadap segala kejadian nan berlangsung cepat di lingkungan sekitar kita. Oleh sebab itulah biasanya para jurnalis membekali diri mereka dengan majemuk alat-alat komunikasi seperti kamera, alat perekam, catatan kecil, dan lain sebagainya buat memudahkan mereka dalam mencari data dan membuat laporan jurnalistik.



Berbagai Contoh Laporan Jurnalistik?

Dalam hal memberikan laporan jurnalistik , semua hasil karya nan dimuat dalam media apapun seolah tampak sama. Benarkah? Misalkan pemberitaan mengenai kedatangan presiden AS Barack Obama. Tidak ada satu jurnalis pun nan membuat warta nan sama. Semua memiliki kesamaan buat berbeda dari segi sudut pandang keredaksian.

Tentu saja format news disusun baku, 5 W + 1 H. Tapi, jurnalis sebenarnya menambahkan satu, aksentuasi. Keajaiban pelaporan, apabila aksentuasi warta berbeda, frame dan pengemasan, serta ideologi. Berikut ialah beberapa contoh laporan jurnalistik nan membedakan antara jurnalis nan satu dengan jurnalis nan lain.

Bagi Republika, kedatangan Obama ialah kedatangan penuh ‘kecurigaan’ dan pesanan ‘anti-Islam’. Bagi Kompas seperti halnya Koran Tempo, kedatangan Obama ialah sedikit mengadu akan nasib kerukunan beragama di Indonesia. Bagi Media Indonesia, Obama datang dengan dompet kosong dan berharap orang Indonesia mengisinya [baca mengusir produk Cina].

Hampir tak ada media nan benar-benar ‘serius’ memandangnya dari sudut pandang Indonesia di mata dunia. Indonesia sebagai bukti diri nan satu. Di mana seluruh keresahan nan dikeluhkan masing-masing media massa nasional tertampung di dalamnya.

Laporan Jurnalistik nan baik, tetap mengacu kepada rakyat banyak [bukan demokrasi] dan humanisme nan lebih besar dari sekadar ego kelompok. Contoh besar ialah kasus pemalsuan data tambang Busang di Kalimantan oleh perusahaan Bre-X. Semua wartawan meliputnya. Tapi hanya satu orang nan benar-benar meliput.

Bondan Winarno seorang ronin, jurnalis tanpa tuan melakukan pelaporan mucracking¸ membedah hutan Kalimantan, memastikan isu kematian seorang pejabat Bre-X nan kabarnya wafat bunuh diri lompat dari helikopter ke belantara rimba kalimantan. Satu laporan ‘kecil’ dibukukan. Dan gegarnya sampai sekarang masih terasa, bahwa global koorporasi asing nan numpang hayati di Indonesia, punya potensi buat jadi busuk dan membusuki para pribumi.

Laporan jurnalistik nan baik, berasal dari integritas wartawan, nan memahami bagaimana jurnalisme diperlakukan. Bill Kovach dan Tom Rosentiel wartawan Amerika Serikat, mengumpulkannya dalam sepuluh elemen jurnalisme. Mendukung kebenaran, verifikasi, loyalitas pada publik, dan seterusnya.

Integritas wartawan itu bagaikan batu di tangan Daud. Tidak ada pilihan lain, selain menjadi keras dan membunuh Jalut. Daud ialah rakyat kecil, suara kebenaran, sementara Jalut ialah jiwa lalim. Dan tugas wartawan menjadi keras terhadap jiwa lalim, menjadi batu nan siap dilemparkan oleh publik.

Laporan jurnalistik dapat dibangun dalam kerangka ideal penulisnya. Yang aku maksudkan di sini ialah imajinasi. Sebagaimana halnya Al-Aronowitz, seorang pengabar global musik. Atau nan penulis sukai, Truman Capote. Seorang bangsawannya para jurnalis, bila jurnalistik itu mengenal hirarki dan feodalistik. Atau ‘the King’ Hunter S. Thompson, nan melahirkan pola jurnalistik berdasarkan sudut pandang orang pertama, si jurnalis sendiri.

Imajinasi menimbulkan banyak kepekaan nan tadinya tak muncul dalam peliputan harian seorang jurnalis, nan datar dan mungkin membosankan bagi orang luar. Padahal dari sudut pandang jurnalis sendiri, setiap melaporkan sesuatu dengan bekal khayalan ialah pengalaman buat menumpuk adrenalin dan meledakkanya di suatu loka melalui wawancara tajam, pelaporan nan bernas, dan editor nan tiba-tiba matanya jadi buta, lalu meloloskan tulisan itu apa adanya.

Benar sekali. Dalam global pelaporan atau peliputan, dengan gaya straight, feature, essay, atau mucracking, semua benda nan bergerak dan nan tak bergerak ialah tantangan. Termasuk kepada mereka nan tak doyan baca hasil liputan.



Berbagai Dimensi Analisis Tekstual Jurnalistik

Selain mendapatkan informasi mengenai berbagai hal, masyarakat juga dapat mendapatkan dimensi lain nan bisa membuktikan ideologi eksklusif dari laporan jurnalistik. Misalnya saja, apakah warta tersebut bersifat netral atau pro terhadap salah satu pihak nan termuat dalam berita.

Dimensi nan dimaksud ialah bagaimana sebuah laporan jurnalistik memosisikan ‘keakuannya’ dalam proses penyebaran informasi di berbagai media tersebut sehingga pembaca diajak buat masuk ke dalam pembacaan.

Berikut ialah tiga dimensi nan dapat dilihat dan dianalisis (menurut Nourman) dari berbagai jenis laporan jurnalistik nan biasa kita dapatkan dari media, baik media cetak maupun media elektronik.

1. Dimensi Tekstual (Level Mikro)
Pada dimensi ini, analisis tiap elemen dititikberatkan pada taraf kohesi dan koherensi gramatikal dan leksikal, serta pemakaian tata bahasa nan mendukung kekoherensian wacana. Partikel nan dapat menjadi tanda atau frekuwensi ideologi tersebut dapat berupa pronomina nan digunakan oleh pihak dalam berita, serta redaksi nan disampaikan oleh jurnalis dalam wacana tersebut.

2. Dimensi Kewacanaan (Level Meso)
Dalam dimensi ini, analisis dititikberatkan tak hanya pada kekohesian dan kekoherensian wacana, tapi juga bagaimana produksi teks berlangsung hingga penyebaran warta tersebut disampaikan pada khalayak ramai sebagai sebuah informasi krusial nan wajib diketahui oleh masyarakat umum. Dalam hal ini, laporan jurnalistik berfungsi sebagai pemberi pengaruh nan besar terhadap penyebaran teks kepada masyarakat pembaca agar mau membaca wacana tersebut.

3. Dimensi Praktis Sosial (Level Makro)
Dalam hal ini, laporan jurnalistik bisa dianalisis melalui situasi sosial nan berlaku pada saat terjadinya penyebaran teks dalam media. Dengan adanya situasi tersebut, ideologi pihak jurnalis bisa dilihat dari peristiwa nan dibewarakan lewat warta jurnalistik.