Macam-macam Bentuk Sastra Jawa Klasik

Macam-macam Bentuk Sastra Jawa Klasik

Sama seperti sastra lainnya, Sastra Jawa merupakan satu di antara sekian banyak kebudayaan nan ada di Indonesia. Satra Jawa pun berbentuk macam-macam. Ada Sastra Jawa modern dan ada Sastra Jawa klasik. Sastra Jawa klasik biasanya menaruh kekuatan keindahannya pada bentuk dan amanat. Jenis-jenis Sastra Jawa klasik dibedakan menjadi beberapa bagian, yakni prosa dan puisi.

Namun, sebab pada zaman dahulu tak semua masyarakat Jawa dapat membaca dan menulis, maka Sastra Jawa klasik ini lebih cenderung disebarluaskan secara lisan. Sastra Jawa nan berbentuk lisan itu sebenarnya ialah prosa nan kemudian diceritakan dalam bentuk dongeng, legenda, atau pepatah. Sementara itu, Sastra Jawa nan berbentuk puisi lebih sering dilisankan dalam bentuk pantun Jawa.

Sama halnya dengan di daerah-daerah lainnya, Sastra Jawa pun memiliki nilai budaya tersendiri nan mengusung nilai-nilai budaya Jawa. Legenda dan dongeng nan berasal dari Tanah Jawa ini dikemas dalam bahasa Jawa, dengan memasukkan unsur-unsur budaya Jawa nan kental.

Sementara itu, Sastra Jawa modern merupakan sastra nan hampir sama dengan sastra kontemporer, yakni sastra nan mengusung kisah-kisah modern. Akan tetapi, dalam penyajiannya, tetap menggunakan bahasa Jawa serta tetap memasukkan nilai-nilai budaya Jawa nan memang harus dipertahankan.



Macam-macam Bentuk Sastra Jawa Klasik

Seperti nan sudah dijelaskan sebelumnya, Sastra Jawa klasik memiliki bermacam-macam bentuk, dari mulai dongeng, legenda, mitos, sampai dengan pantun Jawa. Dongeng sendiri merupakan cerita nan tak benar-benar terjadi, terutama mengenai kejadian pada zaman dahulu kala.

Dongeng Sastra Jawa dibuat dengan tujuan tertentu, yakni memberikan nilai-nilai pelajaran mengenai kehidupan terhadap masyarakat.Karena pada zaman dahulu belum ada media nan tepat buat menjadi media pembelajaran, maka dongeng Sastra Jawa inilah nan dijadikan salah satu modus pembelajaran masyarakat pada zaman dahulu, terutama pada anak-anak.

Dongeng juga dijadikan sebagai media komunikasi antara orang tua dan anak-anak sebab dengan dongeng, anak-anak dapat lebih mudah mencerna apa nan disampaikan ketimbang dengan nasihat atau perkataan serius lainnya.

Bentuk Sastra Jawa selanjutnya ialah legenda. Legenda ialah cerita rakyat pada zaman dahulu nan berhubungan dengan suatu daerah dan merupakan sejarah nan dianggap kudus oleh masyarakat setempat, seperti legenda “Banyuwangi” nan bercerita tentang asal-usul kota Banyuwangi.

Pada zaman dahulu, Sastra Jawa klasik ini dianggap sebagai suatu cara agar masyarakat setempat menghargai alam dan loka mereka tinggal sehingga muncullah cerita-cerita berbentuk legenda.

Bentuk Sastra Jawa mitos juga hampir mirip dengan legenda. Mitos merupakan cerita mengenai dewa-dewa atau hal nan dianggap agung oleh masyarakat setempat sebab mengandung kekuatan gaib. Hanya saja, kebenaran mitos tak niscaya sehingga masyarakat modern meragukan kebenaran mitos Jawa nan dianggap hanya mengada-ada.

Akan tetapi, mitos-mitos nan berkembang dalam Sastra Jawa pun tidak sedikit nan kemudian menjadi panutan atau kepercayaan masyarakat sebab kekuatan mistik nan muncul dari kisah tersebut terbukti keberadaannya. Sebagai contoh, mitos “Nyi Roro Kidul” nan dianggap tak nyata, justru menjadi salah satu kepercayaan masyarakat Jawa, terutama masyarakat nan hayati di perairan.

Atau mitos lain nan dikenal dengan dewi padi juga sangat terkenal di Jawa sehingga sebelum melakukan panen, masyarakat sawah akan melakukan upacara adat terlebih dahulu buat menghormati keberadaan dewi padi tersebut. Lantas bentuk Sastra Jawa klasik nan terakhir ialah pantun atau pupuh. Bentuk pantun ini terkenal sebab dipakai buat membuka atau menutup suatu acara adat. Pantun Jawa juga harus dibawakan oleh juru pantun spesifik sebab sifatnya nan sakral.

Hingga sekarang semua bentuk Sastra Jawa klasik tersebut masih ada. Namun, keberadaannya hanya dapat ditemui di buku-buku klasik (dalam bentuk cerita dan pantun) atau pada masyarakat nan masih menjunjung tinggi adat-istiadat Jawa.

Pada dasarnya, semua bentuk Sastra Jawa tersebut tak terlepas dari pengaruh budaya luar Jawa. Misalnya, budaya Hindu nan membawa pengaruh terhadap terciptanya mitos “dewi Padi” sehingga masyarakat Jawa percaya bahwa kemakmuran nan mereka bisa tak dapat dipisahkan dari keagungan dan kebaikan hati Dewi Padi dalam memberikan pemenuhan kebutuhan akan pangan masyarakat Jawa.

Akan tetapi, di balik bentuk Sastra Jawa nan bermacam-macam itu, tersimpan satu visi dan misi nan sama akan besar dan pentingnya nilai budaya Jawa, yakni nilai leluhur nan mengacu pada pokok ilahiah.

Hampir seluruh bentuk Sastra Jawa klasik menanamkan nilai-nilai keseluruhan nan didukung dengan kata-kata “sanghyang” atau “dewa dan dewi”. Demikian pula dengan nilai-nilai humanisme nan implisit dalam semua bentuk Sastra Jawa tersebut.

Nilai-nilai humanisme dalam sastra Jawa tersebut meliputi saling membantu, saling menghormati dan menghargai, saling percaya terhadap kebaikan, serta nilai-nilai lain nan menjadikan manusia menjalin interaksi nan baik dengan sesamanya.



Macam-macam Bentuk Sastra Jawa Klasik

Sementara itu, macam-macam bentuk Sastra Jawa modern dapat kita temui dalam bentuk nan modern pula, yakni dalam bentuk tulisan. Sastra Jawa modern berbentuk prosa dan puisi nan keduanya serupa dengan sastra kontemporer. Sastra Jawa berbentuk prosa pun terbagi menjadi beberapa bentuk, yakni novel, novelet, dan cerpen. Sementara itu, Sastra Jawa berbentuk puisi dapat kita temui di dalam koran-koran lokal nan berbahasa Jawa.

Sastra Jawa berbentuk novel ialah karangan prosa nan panjang nan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang sekelilingnya, serta dengan menonjolkan watak-watak setiap pelaku.

Sastra Jawa berbentuk novelet hampir sama dengan Sastra Jawa berbentuk novel, hanya saja ceritanya jauh lebih pendek dibandingkan dengan novel. Keunggulan dari novelet ini ialah kisahnya nan simpel dan alur nan tak terlalu rumit seperti dalam novel. Novelet bisa kita temukan di majalah-majalah berbahasa Jawa sebagai cerita bersambung.

Lantas Sastra Jawa berbentuk cerpen juga dapat ditemui di berbagai koran atau majalah lokal Jawa. Semua Sastra Jawa modern tersebut lebih bersifak kekinian sebab mengandung unsur-unsur modernis nan jauh dari sastra klasik.

Pada Sastra Jawa modern, pembaca tak akan menemukan kemustahilan seperti nan ditemukan dalam Sastra Jawa klasik sebab sastra Jawa modern mengusung tema keseharian nan bersifat nyata.

Sementara itu, bahasa nan digunakan pun tetap bahasa Jawa. Selain itu, Sastra Jawa modern pun tetap memasukkan nilai-nilai budaya Jawa nan dianggap patut dipertahankan, seperti sifat perempuan nan lemah lembut, serta tak mudah diajak oleh lelaki. Atau sifat anak nan menuruti perintah orang tuanya (tanpa ada kontradiksi sebelumnya).

Hal-hal tersebutlah nan kemudian menjadi karakteristik khas dari kemasan Sastra Jawa dibandingkan dengan sastra lainnya. Meskipun pada sastra daerah lain, kita juga dapat menemukan hal-hal nan serupa dengan nan kita temukan dalam Sastra Jawa.

Dengan adanya Sastra Jawa modern, masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa diajak buat terus mempertahankan nilai-nilai budaya Jawa sehingga ke mana pun perginya, nilai-nilai tersebut selalu menjadi panduan masyarakat Jawa dalam bertindak.Kekayaan moral dan spiritual dalam Sastra Jawa membuat masyarakat Jawa memiliki karakter khas nan membedakannya dengan karakter masyarakat adat lainnya.

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa Sastra Jawa merupakan suatu kekayaan nan lagi-lagi menambah kapital bagi masyarakat Indonesia buat kaya dan semakin cinta terhadap bangsa dan negaranya itu. Sastra Jawa juga menjadi salah satu daya tarik di bidang pariwisata sehingga dapat membuat turis asing datang ke Indonesia, spesifik buat mempelajari budaya Jawa.