Pancasila Sebagai Etika Politik

Pancasila Sebagai Etika Politik

Sebelum sampai pada pembahasan Pancasila sebagai etika politik, terlebih dahulu harus dipahami Pancasila sebagai ideologi dasar bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kata Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta yag terdiri atas dua suku kata yaitu "panca" nan berarti lima, dan "sila" nan berarti prinsip, dasar, atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan panduan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila terdiri atas lima sendi primer penyusunnya. Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, kedua, humanisme nan adil dan beradab, ketiga, persatuan Indonesia, keempat, kerakyatan nan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kelima sendi primer penyusun Pancasila tersebut termaktub dalam paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.

Meskipun terjadi perubahan di dalam kandungan dan urutan lima sila Pancasila nan berlangsung dalam beberapa tahapan selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tetapi telah disepakati bahwa kelahiran Pancasila diperingati tanggal 1 Juni setiap tahun.



Pengertian Etika

Pengertian etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu "ethikos" nan berarti muncul dari kebiasaan. Secara harafiah, etika ialah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang primer filsafat nan mempelajari nilai atau kualitas nan menjadi studi mengenai baku dan evaluasi moral.

Etika mencakup analisis dan penerapan konsep, seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St. John of Damascus, pada abad ke-7 Masehi, menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy). Etika dimulai apabila manusia mampu merefleksikan unsur-unsur etis di dalam pendapat-pendapat spontannya.

Kebutuhan akan refleksi itu akan manusia rasakan, antara lain sebab pendapat etis setiap manusia tak sporadis berbeda dengan pendapat manusia nan lain. Oleh sebab itulah, manusia memerlukan etika, yaitu buat mencari tahu apa nan seharusnya dilakukan oleh manusia.

Secara metodologis, tak setiap hal menilai perbuatan bisa dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Oleh karena itu, etika merupakan suatu ilmu.

Sebagai suatu ilmu, objek dari etika ialah tingkah laku manusia. Akan tetapi, berbeda dengan ilmu-ilmu lain nan meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan jelek terhadap perbuatan manusia.



Pengertian Politik

Politik ialah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat nan antara lain berwujud dalam proses pembuatan keputusan, khususnya dalam Negara. Pengertian ini ialah upaya penggabungan antara berbagai definisi nan berbeda mengenai hakikat politik nan dikenal dalam ilmu politik.

  1. Politik ialah juga seni dan ilmu buat meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu, politik juga bisa ditinjau dari berbagai sudut pandang nan berbeda, yaitu antara lain:
  1. Politik ialah usaha nan ditempuh warga negara buat mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles).
  1. Politik ialah hal nan berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan. negara dan ketatanegaraan.
  1. Politik merupakan kegiatan nan diarahkan buat mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
  1. Politik ialah segala sesuatu tentang proses perumusan dan aplikasi dari kebijakan publik.


Pancasila Sebagai Etika Politik

Dari ketiga pengertian terpisah seperti nan telah dijelaskan sebelum ini, maka penerapan Pancasila sebagai etika politik di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Republik Indonesia sangatlah penting, bahkan merupakan hal nan teramat fundamental. Mengapa dikatakan demikian?

Anda dapat melihat dan merasakan sendiri, baik dari pengalaman pribadi maupun dari media massa cetak dan online, bahwa implementasi nilai-nilai Pancasila nan luhur di kehidupan masyarakat, apalagi negara nan diwakilkan oleh pemerintah dan DPR jauh dari kata "baik dan memuaskan".

Di kehidupan masyarakat, aksi anarkis, tawuran antarmassa, ketidakdisiplinan di jalan raya, ialah sekelumit dari kurangnya pencerahan akan kehidupan sosial nan perlu akan adanya tenggang rasa dan saling menghormati.

Sedangkan, dalam penyelenggaraan sistem kenegaraan, pemerintah dan DPR seakan berlomba-lomba menunjukkan prestasi nan sayangnya kurang elok dan etis dilihat dan dirasakan oleh mayoritas rakyat Indonesia. Korupsi nan merajalela, sistem dan penerapan hukum nan lemah dan melukai rasa keadilan masyarakat, hanyalah beberapa fragmen dari holistik sistem dan penyelenggara negara nan tak baik.

Sebenarnya, masyarakat dan pemerintah telah mempunyai panduan dalam menerapkan Pancasila sebagai etika politik , salah satunya ialah pada Tap MPR No. I/MPR/2003, nan menghapus Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa. Sebelumnya Tap MPR No. I/MPR/2003 ini terdiri atas 45 butir Pancasila sebagai berikut:



Sila Pertama
  1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  1. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sinkron dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar humanisme nan adil dan beradab.
  1. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan nan bhineka terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  1. Membina kerukunan hayati di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  1. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ialah masalah nan menyangkut interaksi pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  1. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sinkron dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
  1. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.


Sila Kedua
  1. Mengakui dan memperlakukan manusia sinkron dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, rona kulit dan sebagainya.
  1. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  1. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
  1. Mengembangkan sikap tak semena-mena terhadap orang lain.
  1. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  1. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  1. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  1. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat

manusia.

  1. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.


Sila Ketiga
  1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  1. Sanggup dan rela berkorban buat kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
  1. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
  1. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
  1. Memelihara ketertiban global nan berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
  1. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
  1. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.


Sila Keempat
  1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban nan sama.
  1. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  1. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan buat kepentingan bersama.
  1. Musyawarah buat mencapai konsensus diliputi oleh semangat kekeluargaan.
  1. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan nan dicapai sebagai hasil musyawarah.
  1. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
  1. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  1. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sinkron dengan hati nurani nan luhur.
  1. Keputusan nan diambil harus bisa dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan prestise manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  1. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil nan dipercayai buat melaksanakan pemusyawaratan.


Sila Kelima
  1. Mengembangkan perbuatan nan luhur, nan mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  1. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
  1. Menjaga ekuilibrium antara hak dan kewajiban.
  1. Menghormati hak orang lain.
  1. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar bisa berdiri sendiri.
  1. Tidak menggunakan hak milik buat usaha-usaha nan bersifat pemerasan terhadap orang lain.
  1. Tidak menggunakan hak milik buat hal-hal nan bersifat pemborosan dan gaya hayati mewah.
  1. Tidak menggunakan hak milik buat bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
  1. Suka bekerja keras.
  1. Suka menghargai hasil karya orang lain nan bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
  1. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan nan merata dan berkeadilan sosial.

Oleh karena itu, dengan berpedoman salah satunya pada Tap MPR No. I/MPR/2003 tersebut, masyarakat dan pemerintah sudah sepatutnya menerapkan Pancasila sebagai etika politik nan baik dan beradab. Pancasila sebagai etika politik hendaknya tak menjadi lip service belaka.