Tokoh Pendidikan - Biografi Ki Hajar Dewantara

Tokoh Pendidikan - Biografi Ki Hajar Dewantara

Berbicara mengenai tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara ialah jawaban pertama. Dalam global pendidikan, tokoh pendidikan ini menjadi sosok nan familiar. Ki Hajar Dewantara ialah panutan. Pelopor persamaan hak global pendidikan Indonesia. Oleh karena itu, tak hiperbola tampaknya jika kita harus belajar dari Ki Hajar.



Tokoh Pendidikan - Pintar Berawal dari Sekolah

Menjadi pintar mungkin dambaan setiap orang. Namun, buat pintar, kita harus mendapat pendidikan nan baik. Bukan sekadar keinginan nan tak dibarengi dengan media. Untuk menjadi pintar, tidaklah mudah. Namun, tak pula sulit. Semuanya bergantung pada niat, tekad, keinginan nan sungguh-sungguh dari diri kita.

Niat, tekad, dan keinginan, buat menjadi pintar itu mesti diwujudkan dalam sebuah aktivitas belajar. Melalui cara inilah, kita dapat menjadi pintar, minimal menguasai satu disiplin ilmu tertentu. Untuk belajar, kita harus memasuki sebuah forum pendidikan resmi. Memang, saat ini, sudah banyak format pendidikan melalui sistem home schooling , yakni belajar di rumah.

Namun, tetap saja sistem home schooling pun merupakan sebuah instansi resmi karena ketika kita telah dianggap tuntas dan menguasai ilmu tertentu, harus mendapat secarik kertas nan menyatakan hal tersebut.



Tokoh Pendidikan - Ki Hajar Mendirikan Sekolah

Lembaga pendidikan resmi nan ada saat ini tak serta-merta muncul begitu saja. Saat penjajahan Belanda, nan boleh mendapat pendidikan baik hanyalah warga Belanda atau kaum bangsawan. Rakyat jelata hanya cukup pada taraf rendah. Itu sebabnya banyak rakyat Indonesia nan tak melek huruf atau buta aksara sehingga mudah ditipu dan dibodohi. Itu pula nan menyebabkan tingkat kehidupan ekonomi rakyat kita tak meningkat.

Miris dengan keadaan sekitar, mempunyai kewajiban moral terhadap bangsa dan negara, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, sang tokoh pendidikan ini bangkit dan mendirikan sekolah buat rakyat Indonesia. Tokoh pendidikan nan dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara ini, memiliki tujuan mulia dengan mendirikan sekolah.

Nama Ki Hajar Dewantara sendiri digunakan saat tokoh pendidikan ini telah memasuki usia 40 menurut perhitungan tahun Caka. Tokoh pendidikan ini mendirikan sekolah diperuntukkan bagi rakyat Indonesia nan tak dapat mendapatkan pendidikan selayaknya pendidikan nan diperbolehkan kepada bangsa Belanda dan kaum bangsawan.



Tokoh Pendidikan - Biografi Ki Hajar Dewantara

Tokoh pendidikan nan lahir Yogyakarta pada 2 Mei 1889 ini, merupakan keluarga keraton Yogyakarta. Meskipun tergolong keluarga bangsawan, beliau sangat peduli terhadap kelangsungan pendidikan bangsanya tanpa memandang kasta. Tokoh pendidikan mendirikan sebuah sekolah dengan nama Perguruan Taman Siswa.

Ki Hadjar Dewantara memperoleh pendidikan nan cukup baik. Ia sekolah di ELS (Sekolah Dasar Belanda). Setelah menamatkan pendidikannya, tokoh pendidikan ini melanjutkan ke sekolah dokter. Namun, sakit menjadi penghalang baginya dalam menyelesaikan pendidikan di STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera).

Beliau getol menulis. Menjadi wartawan di beberapa surat kabar nan ada saat itu. Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer , dan Poesara, ialah surat kabar nan dijadikan tokoh pendidikan ini sebagai media buat menuliskan ide-ide berbau nasionalisme.

Salah satu tulisannya dikecam oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai pengompor rasa nasionalisme pada rakyat Indonesia. Tulisannya dinilai berbahaya dan dapat mengancam keberadaan pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu. Itu sebabnya tokoh pendidikan ini kemudian diasingkan ke Belanda bersama dua orang temannya, yaitu Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo.

Kutipan tulisan nan dianggap berbahaya tersebut ialah sebagai berikut.

" Sekiranya saya seorang Belanda, saya tak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri nan telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tak adil, tetapi juga tak pantas buat menyuruh si inlander memberikan sumbangan buat dana seremoni itu. Ide buat menyelenggaraan seremoni itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau saya seorang Belanda, hal nan terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku adalah fenomena bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan nan tak ada kepentingan sedikit pun baginya. "



Tokoh Pendidikan - Tiga Serangkai

Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker, dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, dikenal sebagai Tiga Serangkai. Ketiganya mendirikan sebuah partai berbasis nasionalisme Indonesia dengan nama Indische Partij. Partai ini dibentuk dengan tujuan kemerdekaan Indonesia. Didirikan pada 25 Desember 1912.

Akan tetapi, kelegalan partai nan didirikan Tiga Serangkai tak disetujui pemerintah Hindia Belanda sebab dianggap dapat menjadi corong konvoi perlawanan terhadap Belanda.



Tokoh Pendidikan - Ki Hajar Mendirikan Taman Siswa

Setelah kembali ke Indonesia pada bulan September 1919, tokoh pendidikan ini ikut bergabung dengan sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar Ki Hajar, sang tokoh pendidikan Indonesia ini, dimanfaatkan buat mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah nan ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922 bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.

Ketika itu, usia tokoh pendidikan ini 40 tahun. Tokoh pendidikan ini juga menggantiu namanya menjadi Ki Hajar Dewantara saat itu dan tak lagi memakai gelar kebangsawanan di depan namanya. Tujuannya yaitu agar lebih bebas lagi dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.

Semboyan dalam sistem pendidikan nan digunakan tokoh pendidikan ini sangat populer di global pendidikan Indonesia, yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani . (di depan menjadi teladan, di tengah membangkitkan semangat, dari belakang mendukung). Slogan nan diciptakan oleh tokoh pendidikan Ki Hajar ini masih tetap digunakan dalam global pendidikan di Indonesia, khususnya di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.



Tokoh Pendidikan - Darma Ki Hajar pada Masa Indonesia Merdeka

Dalam kabinet Republik Indonesia nan pertama, Ki Hajar Dewantara, sang tokoh pendidikan, diangkat menjadi Menteri Pengajaan Indonesia pertama. Tokoh pendidikan ini memperoleh gelar doktor kehormatan ( doctor honoris causa , Dr. H.C.) dari Universitas Gadjah Mada, universitas tertua di Indonesia. Atas jasanya membangun pendidikan di Indonesia, tokoh pendidikan ini disebut sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Hari kelahirannya pun dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional.



Tokoh Pendidikan - Hari Pendidikan Nasional

Ki Hajar Dewantara menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan nan pertama setelah Indonesia merdeka. Kegigihan tokoh pendidikan ini memperjuangkan persamaan hak atas pendidikan tanpa membedakan suku, agama, budaya, maupun status sosial dan ekonomi, membuktikan bahwa sebagai orang terdidik dan berpendidikan seharusnya dapat membagikan ilmu.

Perjuangan tokoh pendidikan ini terhadap global pendidikan menjadikan hari kelahirannya, 2 Mei, selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bahkan, beliau dijuluki sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Pemikirannya tentang global pendidikan, menjadi jargon Departemen Pendidikan Nasional, yakni Tut Wuri Handayani .



Tokoh Pendidikan - Ki Hajar Dewantara Tutup Usia

Tokoh pendidikan ini mati pada 28 April 1959 di Yogyakarta. Untuk mengenang jasa-jasa beliau, didirikan Museum Dewantara oleh penerus Perguruan Taman Siswa nan menyiratkan gigihnya perjuangan Ki Hajar Dewantara, sang tokoh pendidikan, akan persamaan hak pendidikan. Bahkan, Badan File Nasional telah mendokumentasikan pemikiran-pemikirannya ke dalam mikrofilm.



Ki Hajar Dewantara - Tokoh Pendidikan Indononesia

Ki Hajar Dewantara ialah seorang tokoh pendidikan Indonesia nan paling berpengaruh. bahlan saking berpengaruhnya, Ki Hajar Dewantara pun dinobatkan sebagi Bapak Pendidikan Indonesia. Ingin tahu bagaimana kiprah tokoh pendidikan ini di tanah air? Berikut ialah sekilas cerita tentang Ki Hajar Dewantara.

Tokoh pendidikan ini dilahirkan dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Sebagaimana halnya anak-anak nan masih memiliki kekerabatan dengan gelar kebangsawanan Kraton Yogyakarta, Ki Hajar Dewantara juga berhak menjalani pendidikan di sekolah-sekolah nan disediakan oleh Belanda. Terakhir dia tercatat sebagai mahasiswa STOVIA, namun tak lulus.

Tidak ada klarifikasi niscaya kenapa Ki Hajar Dewantara tak bisa menyelesaikan pendidikan tingginya di STOVIA. Namun demikian, sejarah mencatat bahwa pria ini akhirnya menjadi tokoh pendidikan di Indonesia, nan hari lahirnya dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional.



Tokoh Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Aktivis Pergerakan

Seperti banyak mahasiswa STOVIA nan lain, Ki Hajar Dewantara juga terlibat dalam aktivitas kelompok diskusi dan konvoi nasional. Pada 1908 dia terlibat aktif dalam organisasi Boedi Oetomo, dan diberi tanggung jawab buat mengurusi bagian propaganda.

Tugas ini sejalan dengan profesi nan ditekuninya sebagai wartawan pada berbagai media, yaitu Sedya Tama, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.
Sebagai seorang wartawan, tulisan-tulisan KI Hajar Dewantara cukup agitatif dalam mempropagandakan semangat patriotik buat membangkitkan semangat antikolonial. Tulisannya sukses mensosialisasikan pentingnya kesatuan dan persatuan, serta menggugah pencerahan masyarakat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara.

Pada tanggal 25 Desember 1912 Ki Hajar Dewantara mendirikan Indische Partij. Organisasi politik ini memiliki tujuan buat mewujudkan Indonesia merdeka. Ki Hajar Dewantara mendirikan Indische Partij ini bersama dua orang kawannya nan lain, yaitu dr. Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo.
Entah dengan dasar pemikiran apa, ketiga tokoh nasional ini mencoba mendaftarkan organisasi politiknya agar dapat mendapat legalitas sebagai suatu badan hukum dari pemerintahan kolonial Belanda. Seperti nan sudah ditebak dari mula, permohonan pendaftaran ini akhirnya ditolak pada tanggal 11 Maret 1913.

Surat penolakan dikeluarkan oleh Gubernur Jendral Idenburg sebagai wakil pemerintah Belanda di negara jajahan, dengan alasan bahwa organisasi ini berpotensi membangkitkan semangat nasionalisme rakyat dan dikhawatirkan akan menjadi suatu gerakan nan menentang pemerintah Kolonial Belanda.



Ki Hajar Dewantara Sebagai Tokoh Pendidikan Indonesia

Ki Hajar Dewantara berpandangan bahwa pendidikan harus mampu menciptakan kader intelektual nan memiliki perasaan nasionalisme dan hasrat merdeka nan kuat. Selain itu, juga memiliki kepercayaan tinggi akan kemampuan sendiri.

Maka, arah pendidikan nan diterapkan Ki hajar Dewantara akhirnya berdasarkan pada nilai-nilai kebangsaan dan kebudayaan. Dengan kata lain, Ki Hajar Dewantara akhirnya memiliki visi dan misi perjuangan buat memerdekakan bangsanya dari keterbelakangan, melalui jalur pendidikan.
Ki Hajar Dewantara merupakan sosok nan dekat dengan rakyat, mendambakan kemerdekaan bangsanya dan bangga terhadap nilai budaya nan dimiliki bangsanya.

Bahkan, Ki Hajar Dewantara pada akhirnya menanggalkan gelar kebangsawanan nan inheren pada namanya semula, Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Tindakan ini dilatarbelakangi keinginannya buat bisa lebih dekat dengan rakyat, selanjutnya dia berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara.

Ki Hajar Dewantara akhirnya memilih bidang pendidikan dan kebudayaan sebagai wahana perjuangan buat mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Taktik ini berdasar pada pertimbangan logis bahwa apabila rakyat diberi pendidikan nan memadai maka wawasan dan kesadarannya akan semakin luas. Keluasan wawasan dan pencerahan ini akan memicu keinginannya buat dapat merdeka secara jiwa dan raga.

Untuk mewujudkan gagasannya itu, selanjutnya Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa, sebuah forum pendidikan formal nan terbuka dan bisa diakses oleh rakyat secara luas. Melalui Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara mengajarkan ilmu pengetahuan modern dan tradisi kebudayaan lokal.

Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan, melalui metode pendidikan di Taman Siswa memiliki landasan filosofis nan menganjurkan seseorang buat menjalani perannya sinkron dengan posisi dan kapasitasnya. Prinsip itu berbunyi: Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.

Namun, pada era kekuasaan orde baru prinsip ajaran ini dipenggal, hingga hanya menyisakan aspek terakhir. Dan selanjutnya dijadikan sebagai landasan filosofis pendidikan nasional hingga saat ini, yaitu tut wuri handayani.



Tokoh Pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam Pengasingan

Setelah Tokoh pendidikan ini menulis sebuah tulisan dengan judul " Andai Aku Seorang Bekanda" di salah satu surat kabar, Ki Hajar Dewantara ditangkap dan diasingkan ke Bangka, lalu ke Belanda. Di masa pengasingan tersebut, Tokoh pendidikan nan satu ini tak merasa terpuruk atau menyerah. Ki Hajar Dewantara seolah mensyukuri "hukuman" nan diberikan kepadanya.

Dalam pengasingannya di Belanda, Soewardi atau Ki Hajar Dewantara aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Di sini, sebagai tokoh pendidikan, Ki Hajar Dewantara merintis cita-citanya buat memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan nan bergengsi nan nantinya menjadi pijakan dalam mendirikan forum pendidikan nan didirikannya.

Dalam studinya itu, Soewardi atau Ki Hajar Dewantara terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, misalnya Froebel dan Montessori, serta konvoi pendidikan India, Santiniketan nan dilakukan oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah nan melatarbelakangi Ki Hajar Dewantara dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.



Tokoh Pendidikan, Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa

Soewardi atau Ki Hajar Dewantara kembali ke Indonesia pada September 1919. Setelah kembali ke Indonesia, Ki Hajar Dewantara ikut bergabung dalam sekolah binaan saudaranya buat mengajar. Selanjutnya, pengalaman mengajar ini digunakan oleh Ki Hajar Dewantara buat mengembangkan konsep mengajar buat sekolah nan didirikannya pada 3 Juli 1922, yaitu Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.

Saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan almanak Jawa, Soewardi Soeryaningrat (Suwardi Suryaningrat) mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara (Ki Hajar Dewantara). Dalam perubahan nama tersebut beliau tak lagi memakai gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal itu dimaksudkan agar beliau bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.



Pengabdian Ki Hajar Dewantara

Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pedagogi Indonesia (Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan) nan pertama. Pada 1957, Ki Hajar Dewantara mendapatkan gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Penghargaan ini diterima oleh Ki Hajar Dewantara atas jasa-jasa beliau dalam merintis pendidikan umum.

Karena berjasa dalam bidang pendidikan di Indonesia, Beliau dinobatkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia. Beliau pun termasuk salah satu tokoh pendidikan di Indonesia nan paling berpengaruh. Selanjutnya, tanggal kelahiran beliau (2 Mei) dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Penetapan tersebut dilakukan buat menghargai jasa-jasa Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan generik di Indonesia. Penetapan 2 Mei sebagai hari Pendidikan Nasional dikuatkan memlaui Surat Keputusan Presiden RI No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959.