Media Gosip Tontonan Vulgar atau Tontonan Terfavorit?

Media Gosip Tontonan Vulgar atau Tontonan Terfavorit?

“There’s no business like show business.” “Tidak ada bisnis sebagaimana bisnis pertunjukan”, sebagaimana ungkap Michael Ovitz ketika ia berhasil mempopulerkan dan memindahkan ‘orang ternama’ dari stasiun TV NBC ke CBS di pertelevisian Amerika Utara yakni David Letterman.

Ovitz mencoba menggaris bawahi bahwa dalam global pertunjukkan panggung, film, dan televisi, sangat banyak sekali iblis. Global pertunjukan telah menjadi neraka nan dipenuhi iblis-iblis. ‘Neraka’, dalam artian ketidakstabilan, kontrak jangka pendek, pengkhianatan, ekploitasi psikis, ekpolitasi fisik, dan kesemuanya berujung pada situasi mental dissorder para pelakunya.

Seorang produser TV, mengeluhkan drama fiksionalisasi nan digarap di lingkungan kerjanya. Orang-orang nan bekerja di dalam lingkup 1 produser benar-benar tak berharga, dan benar-benar tak punya nilai. Bagaikan ikan salmon nan diasapi. Bisa dikatakan bahwa drama tersebut tak bermutu.



Media Gosip = Bibir Gosip

Bila tiba saatnya, asalkan sang bintang atau seniman mampu melambungkan namanya dalam banyak aksi nan menyedot perhatian, drama dan sang seniman pun tenar. Walau dia telah membusuk lama. Walaupun itu palsu, dan direkayasa, maka dialah bintang sejati. Jadi intinya drama bisa laku jika sang seniman bisa mempromosikan dirinya.

Michael Ovitz sendiri merupakan salah seorang tokoh showbiz, nan pernah memiliki imperium agen keartisan di Hollywood. Bintang binaannya merupakan langganan Oscar dan Grammy, seperti Tom Cruise, Dustin Hoffman, Barbara Streissland, pengarah adegan Sidney Pollak, dll.

Dia pun pernah menjadi direktur di Disney Corp. Dia manusia nan cukup andal dalam banyak hal. Namun, hal nan membuatnya tersudut wafat ialah tindakan media massa kepada para seniman binaannya. Maka pembinaan aktor dan aktris muda, buat memoles talenta mereka akan hancur perlahan.

Media memunculkan gosip nan tak selalu penting, bahkan tak selalu benar. Bilamana dua iblis sebesar gajah bertarung, global showbiz vs media, maka nan akan menjadi korban ialah masyarakat. Itu sudah dapat dipastikan.

Gosip menurut kamus besar bahasa Indonesia ialah memperbincangkan orang lain; menggunjing. Memperbincangkan orang lain sangat mudah. Gossip artis, tak hanya menjadi trend ibu-ibu rumah tangga, namun para lelaki, remaja bahkan anak sudah dapat memperbincangkan orang lain. Bergosip tak memandang usia, jabatan, pendidikan, dan latar belakang seseorang. Memperbincangkan orang lain lebih banyak memperbincangkan kejelekannya dari pada kebaikannya. Jika di skala dapat 8:2.

Masyarakat lebih suka membicarakan orang lain dari pada membicarakan diri sendiri. Membicarakan orang lain lebih asyik jika versus bicaranya juga suka bergosip. Bergosip akan lebih panas dan seru juga jika dialog itu dilebih-lebihkan, ditambah-tambahkan ceritanya. Dari awal 1 topik dapat menjadi beberapa topik. Padahal bergosip itu belum tentu kebenarannya.

Gosip tak hanya bertebar di kalangan masyarakat namun para seniman nan ditayangkan melalui acara televisi, yakni pada infotainment. Gosip memiliki nilai jual nan sangat tinggi. Media televisi membuat gosip buat mendatangkan materi. Dewasa ini, msayarakat suka akan gosip, apalagi televisi menayangkan acara gosip, tentu sangat menarik. Hal ini berdampak positif bagi pertelevisian nan menayangkan sebab akan meningkatkan rating mereka.



Media Gosip buat Mempopulerkan Artis

Skala besar kecilnya gosip tak hanya membiacarakan kebaikan dan keburukannya saja, namun juga dipengaruhi oleh penyebarluasan orang nan digosipkan itu siapa. Jika orang itu terkenal seperti pejabat negara, penyanyi, ustadz maupun seniman maka warta tersebut akan mudah menyebar di seluruh negeri dan akan menjadi pembicaraan hangat. Ditambah lagi faktor teknologi nan semakin maju, maka warta itu akan cepat tersiar.

Tidak di luar negeri maupun dalam negeri, media gosip bertebaran di channel-channel pertelevisian. Apalagi di Indonesia, tiap hari, tiap waktu, di channel nan bhineka selalu menampilkan gosip seniman terkini. Seakan-akan media gosip menjadi curahan hati para artis. Jika dijadikan diari mungkin sampai berpuluh-puluh buku.

Apa nan dilakukan artis, apa terjadi dengan si seniman diekspos berlebih. Dari kegagalan rumah tangga, pernikahan, trend rambut, trend busana, masalah narkoba, video/foto para seniman nan diedarkan. Dari hal nan wajar sampai tak wajar menjadi tontonan masyarakat di era ini. Tentu saja berita-berita seniman nan ditayangkan melalui infotainment ini akan menaikkan kepopuleran para artis. Bagaimana tidak? Seniman nan sama dengan beberapa warta di tiap minggunya. Jadi populer bukan? Entah itu populer akan konflik atau tenar sebab mereka memang superstar?

Rumus kegagalan seniman dalam menghadapi gosip ialah skandal. Tidak ada patokan jelas mengapa sesuatu dapat disebut sebagai skandal. Tapi media selalu sok tahu buat dapat menemukan dan mencium skandal nan menimpa para artis. Memerasnya menjadi warta nan akan dilahap audiens.

Media tak peduli nasib karir seniman nan disorotnya. Seorang ‘konsisten dan terhormat’ dalam global hiburan seperti Ovitz, Eissner, bahkan Ted Turner sekali pun, tak akan dapat menghalangi sorotan pers showbiz. Jadi boro-boro mereka dapat melindungi karir para bintangnya. Mereka pun sibuk melindungi dirinya sendiri.

Kasus menyedihkan dalam gosip nan membuat kesal begitu banyak pihak misalnya Marrylin Monroe. Aktris cantik ini ialah superstar nan mempunyai karir bagus, mata nan bagus, payudara nan bagus, suara nan bagus, ketenarannya bagus, namun hidupnya singkat dan tak bahagia. Dia wafat bagai anjing liar nan dibuang pemiliknya. Over takaran dampak obat penenang, dituding alkoholik, dan wafat pula dengan penasaran. Karena setelah kepergiannya, media masa terus menguak kisah kematiannya.

Konon gosipnya dia wafat dibunuh oleh CIA, sebab banyak menyimpan misteri tentang keluarga Presiden Kennedy nan berkaitan dengan jaringan mafia Italia. Warta mana nan sahih menjadi sumbang. Kriminalitas murni nan harus diselidiki bercampur dengan mitos ketenaran.

Di Indonesia dimirip-miripkan dengan Agnes Monica. Seniman muda, belia, cantik, berkarakter, berbakat, tapi tak punya kesederhanaan dalam pola hidup. Ambisi ingin go internasional bagi Agnes sejalan dengan memandang rendah relasi seniman nan lain, dan para pekerja nan menyokongnya. Sehingga dia hayati dalam tempurung sendiri. Seandainya Agnes sukses pun, apalah maknanya?

Bagi masyarakat nan terlanjur jadi idola, hanya kebagian ampas dari ambisi nan tak nyambung dengan akarnya. Ujung-ujungnya gosip saja. Kebanggaan mereka direnggut, oleh media. Sampai akhirnya diberikan lagi idola lain.

Direnggut lagi. Diberi lagi. Direnggut lagi. Seperti legenda Yunani Sisifus. Menaiki puncak gunung dengan membawa bongkah batu besar, membuangnya lagi, turun lagi, bawa lagi buang lagi, seterusnya. Nihil. Sia-sia. Kosong.



Media Gosip Tontonan Vulgar atau Tontonan Terfavorit?

Media gosip menjadi peringkat atas dalam acara nan ditayangkan di televisi. Mulai dari pagi hari sekitar pukul 07.00-08.00, 10.00-12.00, lanjut lagi sekitar pukul 15.00-17.00. setengah dari 24 jam diisi acara gosip. Sangat memanjakan ibu-ibu rumah tangga bukan? Apalagi para wanita memang suka bergosip. Ibu-ibu pastinya akan nongkrong di depan televisi sampai lupa waktu, sampai lupa apa nan mereka kerjakan. Apalagi kalau ketemu ibu-ibu arisan, tambah panas lagi kalau membicarakan gosip.

Di infotainment sendiri warta para seniman nan disorot ialah warta pernikahan, perceraian, cara berpacaran, perselingkuhan, dan masih banyak lagi berita-berita nan dikategorikan vulgar nan disorot. Semuanya dijadikan tontonan. Sejauh itukah? Menyebar masalah pribadi nan ‘dilebay-lebaykan’? Mengapa nan disorot justru nan seperti itu, mengapa tak bagaimana kiat-kiat menjadi orang sukses, bagaimana perjuangan seniman sampai dapat setenar ini, bagaimana cara berakting, menyanyi. Sebenarnya masih banyak hal-hal positif nan seharusnya disorot. Tetapi mengapa justru malah hal nan negatif?

Pihak infotainment sendiri entah sadar atau tak berpikir bahwa hal-hal nan dijadikan gosip sangat menarik diekspos buat masyarakat luas. Mengapa mereka tak berpikir positif atas kebahagiaan dan kesuksesan para artis? 80% nan menonton televisi ialah anak-anak dan remaja nan belum tentu punya daya saring nan baik. Apakah tontonan tersebut layak dikonsumsi?

Media masa terutama gosip akan menjembatani masyarakat dengan artis. Hal tersebut tentunya berdampak nan besar bagi kehidupan masyarakat. Lama-kelamaan masyarakat ikut arus dan mengembangkan sikap-sikap eksklusif seperti gaya hayati para seniman akan ditirukan menjadi gaya hayati masyarakat. Sedikit demi sedikit masyarakat juga akan lebih bahagia mencari kejelekan serta penderitaan orang lain daripada melihat lain orang lain sukses.

Tentunya Anda sendiri dapat memilah-milah dan menyaring dari berita-berita nan ditayangkan. Anda harus ingat dampak-dampak terburuk nan ditimbulkan dari bergosip ataupun menonton gosip.

Gosip harus ditanggapi dengan bijaksana. Hendaknya kita harus tahu kebenarannya sebab 1 kata nan diucapkan belum tentu kebenarannya. Sebaiknya anak-anak nan menonton televisi harus didampingi sebab banyak sekali bahasa-bahasa nan sebenarnya belum cocok buat anak dilayangkan seperti perselingkungan, istri simpanan, dsb. Untuk para masyarakat khususnya wanita, ingat, mulutmu ialah harimaumu! Kurangi sebisanya tontonan gossip artis!