Upacara Adat Keraton Yogyakarta Sekaten

Upacara Adat Keraton Yogyakarta Sekaten

Indonesia merupakan negara nan mempunyai ragam budaya. Salah satu keberagaman budaya Indonesia nan terkenal hingga mancanegara ialah kebudayaan nan berada di Yogyakarta. Yogyakarta memiliki banyak sekali budaya nan sepertinya tak pernah habis diceritakan dari masa ke masa. Kebudayaan nan paling terkenal di Yogyakarta ialah hal-hal nan berkenaan dengan keraton Yogyakarta .

Keraton Yogyakarta didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada 1756 M. Sebelum mendiami keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I, nan memiliki nama lengkap Sri Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalogo Ngabdulrahman Sayidin Panotogomo Kalifatullah, tinggal di Kabupaten Sleman.

Selain berfungsi sebagai loka tinggal Sultan beserta keturunan-keturanannya, keraton ini biasa digunakan sebagai pusat pemerintahan kesultanan Yogyakarta.

Luas tanah dari holistik keraton Yogyakarta ialah 1,5 km². Keraton ini memiliki delapan bangunan primer nan biasa digunakan oleh sultan beserta penghuni kerajaan buat mengadakan acara-acara resmi kesultanan.

Tiap-tiap bangunan memiliki nama nan sangat njawani . Yaitu, Tratag Rambat, Siti Hinggil Ler, Kemandungan Lor, Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kemandungan Kidul, dan Siti Hinggil Kidul. Kegunaan tiap-tiap bangunan primer juga berbeda.

Bangunan primer pertama nan terdapat di keraton Yogyakarta ialah bangunan nan biasa digunakan para abdi dalem ketika menghadap sultan dalam berbagai upacara adat. Bangunan ini biasa disebut Tratag Rambat.

Bangunan primer kedua bernama Siti Hinggil Ler. Bangunan ini biasa digunakan oleh Sultan buat meresmikan sesuatu. Pada 1949, Universitas Gadjah Mada pun diresmikan di loka ini.

Selanjutnya, bangunan ketiga nan juga primer dalam keraton Yogyakarta ialah Kemandungan Lor. Konon, bangunan ini dahulu digunakan Sultan buat mengadili seseorang nan akan dijatuhi sanksi mati. Namun, sekarang telah beralih fungsi menjadi loka buat menggelar upacara sekaten dan garebeg .

Bangunan primer berikutnya ialah Sri Manganti nan terdapat dalam keraton dan berfungsi buat menerima tamu-tamu kerajaan. Bangunan berbentuk komplek ini pernah rubuh dampak gempa nan terjadi di Yogyakarta pada 2006 silam.

Selanjutnya, bangunan nan berfungsi sebagai loka pelatihan bagi abdi-abdi dalem keraton yaitu Kamagangan. Para abdi dalem biasanya mendapatkan pengarahan supaya menjadi abdi dalem nan patuh terhadap titah Sultan di loka ini.

Bangunan primer selanjutnya ialah Kamandhungan Kidul. Bangunan ini merupakan sisi sebelah kidul dari keraton Yogyakarta dan mempunyai lorong nan dapat menghubungkannya dengan Kamagangan.

Bangunan primer di dalam keraton nan diperuntukkan bagi Sultan ketika ingin menyaksikan para abdi dalemnya berlatih ialah Siti Hinggil Kidul. Namun, kini bangunan tersebut sudah beralih fungsi menjadi loka pementasan berbagai seni tradisional rakyat.

Dari holistik bangunan primer nan terdapat di dalam keraton, bangunan Kedhatonlah nan memiliki fungsi paling utama, yaitu sebagai loka tinggal Sultan beserta keturunannya. Di loka inilah, Sultan beserta keluarga beristirahat.

Di sisi luar, keraton ini diapit dua alun-alun nan biasa dijadikan loka buat melakukan berbagai kegiatan oleh warganya. Keberadaan alun-alun di sekitaran wilayah keraton rupanya tak luput dari perhatian wisatawan nan berkunjung. Banyak wisatawan nan menghabiskan malamnya di sekitaran alun-alun Yogyakarta.

Alun-alun tersebut seperti mempunyai magnet buat menarik pengunjung. Magnet nan terkenal di sekitaran alun-alun Yogyakarta ialah keberadaan dua buah pohon beringin nan saling berhadapan. Masyarakat sekitar biasa menyebutnya sebagai beringin kembar.

Kepercayaan nan mengatakan bahwa siapa pun nan sukses melewati beringin tersebut dengan keadaan mata tertutup, maka semua keinginan nan dipanjatkannya akan terkabul.

Kepercayaan seperti itu rupanya masih menjadi salah satu daya tarik loka ini. Selain kepercayaan mengenai hal tersebut, keraton Yogyakarta tampaknya masih memiliki rahasia nan membuat banyak wisatawan merasa penasaran buat terus mengunjungi keraton tersebut.

Nilai sejarah dalam bangunan nan terdapat di keraton Yogyakarta beserta alun-alun nan mengapitnya sepertinya menjadi daya tarik tersendiri.

Selain kemegahan arsitektur, Keraton Yogyakarta pun memiliki warisan budaya nan tidak ternilai harganya. Warisan budaya nan ada sering dilakukan Keraton Yogyakarta di antaranya upacara-upacara adat, tari-tarian sakral, dan lain sebagainya.

Upacara adat nan terkenal dan sering digelar oleh Keraton Yogyakarta antara lain Sekaten, Tumplak Wajik, Garebeg, upacara Siraman Pusaka dan Labuhan. Upacara-upacara tersebut dilakukan sejak zaman kerajaan dulu hingga sekarang. Upacara-upacara tersebut merupakan warisan budaya Keraton Yogyakarta nan harus dilestarikan sebagai warisan budaya orisinil Indonesia.

Berikut ini klarifikasi mengenai upacara-upacara adat Keraton Yogyakarta nan merupakan warisan budaya Indonesia.



Upacara Adat Keraton Yogyakarta Tumplak Wajik

Salah satu upacara adat Keraton Yogyakarta ialah Tumplak Wajik. Upacara Tumplak Wajik ialah upacara pembuatan wajik (makanan khas nan dibuat dari beras ketan dengan campuran gula kelapa) buat mengawali proses pembuatan pareden nan akan digunakan dalam upacara Garebeg.

Upacara ini hanya dilakukan buat membuat pareden estri pada Garebeg Mulud dan Garebeg Besar. Dalam upacara adat Keraton Yogyakarta ini, hadir para pembesar keraton. Pada upacara ini pun digelar sesajian.

Selain itu, upacara adat Keraton Yogyakarta ini dilakukan 2 hari sebelum upacara Garebeg. Upacara Tumplak Wajik pun diiringi musik lesung alu (alat penumbuk padi), kentongan, dan alat musik lainnya nan terbuat dari kayu. Setelah upacara adat Keraton Yogyakarta ini selesai, kemudian dilanjutkan dengan proses pembuatan pareden.



Upacara Adat Keraton Yogyakarta Garebeg

Salah satu upacara adat Keraton Yogyakarta ialah upacara Garebeg. Upacara adat Keraton Yogyakarta ini dilakukan 3 kali dalam setahun menurut almanak Jawa. Upacara ini tepatnya dilakukan pada tanggal 12 bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal 1 bulan syawal (bulan ke-10), dan tanggal 10 bulan Besar (bulan ke-12).

Pada hari-hari tersebut, sultan akan mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran nan telah diberikan. Sedekah ini disebut dengan Hajad Dalem. Sedekah nan diberikan berbentuk pareden atau gunungan nan terdiri dari pareden kakung, pareden pawohan, dan lain sebagainya.

Gunungan kakung memiliki bentuk seperti kerucut dengan ujung sebelah atas agak membelah. Sebagian besar gunungan ini terdiri atas sayur kacang panjang nan berwarna hijau nan dirangkaikan dengan cabai merah, telur itik, dan beberapa perlengkapan makan lainnya.

Sementara itu, gunungan estri berbentuk seperti keranjang kembang nan penuh rangkaian dengan bunga. Sebagian besar disusun dari makanan kering nan terbuat dari beras maupun beras ketan nan bentuknya seperti lingkaran. Dalam upacara adat Keraton Yogyakarta, kedua gunungan ini disimpan dalam sebuah loka pengangkut nan bernama Jodhang.

Sementera itu, gunungan pawohan terdiri dari buah-buahan segar nan diletakan di dalam keranjang nan terbuat dari janur nan berwarna kuning. Dalam upacara adat Keraton Yogyakarta, gunungan ini disimpan dalam jodhang nan ditutupi dengan menggunakan kain biru.



Upacara Adat Keraton Yogyakarta Sekaten

Sekaten merupakan upacara adat Keraton Yogyakarta nan sangat terkenal. Sekaten merupakan upacara kerajaan atau Keraton Yogyakarta nan dilaksanakan selama 7 hari. Syahdan menurut cerita, upacara adat Keraton Yogyakarta ini berasal dari Kerajaan Demak. Upacara adat ini merupakan sebuah seremoni hari lahirnya Nabi Muhammad.

Dalam upacara adat Keraton Yogyakarta ini, dikeluarkan dua perangkat Gamelan Sekati. Dua gamelan itu dimainkan secara bergantian selama upacara sekaten digelar. Biasanya, upacara sekaten ini dimulai pada hari ke-6 hingga hari ke11 bulan Mulud.



Upacara Adat Keraton Yogyakarta Siraman Pusaka dan Labuhan

Salah satu upacara adat Keraton Yogyakarta ialah upacara siraman pusaka dan labuhan. Biasanya, upacara ini dilaksanakan pada bulan pertama kalender Jawa. Upacara adat Keraton Yogyakarta ini dilakukan buat membersihkan sekaligus merawat benda-benda pusaka kerajaan nan dimiliki Keraton Yogyakarta. Upacara adat ini dilakukan di 4 tempat, yaitu Kompleks Kedhaton, Komplek Roro Wijayan, Alun-alun, dan pemakaman raja-raja di Imogiri.

Sementara itu, upacara labuhan ialah upacara sedekah nan dilakukan di dua tempat, yaitu di Pantai Parang Kusumo dan Lereng Gunung Merapi. Di loka ini, barang-barang milik sultan, seperti kain batik dan baju dihanyutkan. Upacara adat Keraton Yogyakarta di kedua loka tersebut dipimpin oleh juru kunci kedua loka tersebut.

Itulah serba-serbi nan mewarnai Keraton Yogyakarta, mulai dari bangunannya nan megah hingga upacara adat nan sering dilaksanakan olek Keraton Yogyakarta.