Kebudayaan Masyarakat Bandung - Kampung Adat Arjasari

Kebudayaan Masyarakat Bandung - Kampung Adat Arjasari

Kebudayaan masyarakat Indonesia memang sangat kaya. Masyarakat Indonesia nan memang ditakdirkan berbeda patut bersyukur atas anugerah nan Tuhan berikan. Beragamnya kebudayaan masyarakat Indonesia menjadi tolok ukur kekayaan kebudayaan Indonesia itu sendiri.

Berbicara tentang kebudayaan masyarakat tak akan pernah lepas dari pengaruh kebudayaan sebuah daerah itu sendiri. Hal ini akan menjadi luas ketika membicarakan tentang kebudayaan masyarakat Indonesia.

Wilayah Indonesia nan luas, meskipun berbentuk terpisah menjadi pulau-pulau membuat cerita tentang kebudayaan masyarakat Indonesia menjadi semakin kompleks. Kemajemukan budaya nan dimiliki oleh Indonesia menjadi hal nan lumrah. Hal tersebut kemudian dianggap sebagai kekayaan kebudayaan masyarakat Indonesia.

Kebudayaan masyarakat Indonesia nyatanya memang menjadi satu hal nan sangat unik dari negeri ini. Semuanya tergambar jelas dan membanggakan buat dibicarakan. Sebagai rakyat Indonesia, sudah selayaknya rasa bangga itu muncul dan terpatri di dalam hati setiap rakyat Indonesia.

Secara umum, kebudayaan masyarakat nan dimiliki Indonesia menggambarkan bahwa betapa kayanya Indonesia. Betapa semua itu merupakan pemberian dan karunia dari Tuhan kepada Indonesia. Menjaga kebudayaan Indonesia dapat dilakukan sebagai salah satu bentuk rasa syukur atas pemberian Tuhan.

Dari sekian banyaknya kebudayaan masyarakat Indonesia, siapa nan meragukan khasnya kebudayaan masyarakat Bandung. Suku sunda dari bagian barat Pulau Jawa ini memang memiliki kebudayan nan tentu saja berbeda dengan kebudayaan masyarakat di Indonesia lainnya.

Bandung memiliki ragam kebudayaan masyarakat nan sangat kental dengan aroma kelokalan. Tari jaipong, suara merdu petikan kecapi, hingga kehidupan bermasyarakat nan tecermin dalam kampung adat. Kampung adat bisa menjadi daya tarik tersendiri sekaligus kapital primer kota Bandung.

Kampung adat selain menjadi salah satu kekayaan kebudayaan masyarakat Bandung juga bisa menjadi daya tarik primer dalam segi wisata. Wisata kampung adat dikenal dengan istilah etnowisata . Di Bandung, ada kampung adat nan menjadi pilar kekayaan kebudayaan masyarakat, di antaranya Kampung Adat Cikondang dan Kampung Adat Arjasari.



Kebudayaan Masyarakat Bandung - Kampung Adat Cikondang

Kebudayaan masyarakat Bandung menawarkan sesuatu nan baru dan memiliki nilai-nilai budaya tinggi. Kampung Cikondang misalnya, kampung adat ini berada di Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Jeda ke Kampung Adat Cikondang sekitar 38 km dari kota Bandung.

Menurut cerita leluhur dan cerita nan beredar di kebudayaan masyarakat setempat, Kampung Cikondang, ialah seke (mata air) ditumbuhi pohon besar nan dinamakan Kondang. Itulah sebabnya wilayah ini disebut Cikondang, nan memiliki arti 'perpaduan antara sumber air dan pohon kondang'.

Hingga saat ini, telah ada lima kuncen (penjaga) nan merawat dan menjaga Kampung Cikondang, yaitu Mak Empuh, Mak Akung, Ua Idil (Anom Idil), Anom Rumya, Aki Emen. Kelima kuncen tersebut memelihara dan menjaga Bumi Adat (rumah berarsitektur tradisional) karena Kampung Cikondang merupakan kampung nan masih mempertahankan adanya Bumi Adat. Bumi Adat ditinggali oleh kuncen dan keluarganya. Kebudayaan masyarakat setempat masih sangat kental terlihat dari bentuk bumi adat itu sendiri.

Berdasarkan kebudayaan masyarakat warga Kampung Cikondang, masyarakatnya masih mempercayai adanya roh-roh para leluhur meskipun mereka beragama Islam. Eyang Pameget dan Eyang Istri, menurut kepercayaan warga, salah satu wali nan bertugas menyebarkan agama Islam di kawasan Bandung Selatan ialah leluhur primer mereka nan sangat dipuja.

Kebudayaan masyarakat Cikondang masih cukup akrab dengan ritual-ritual keagamaan. Masyarakatnya masih menjalankan upacara adat nan berupa komunikasi dengan para leluhur nan telah tiada (roh) dan percaya terhadap segala bentuk embargo serta pantangan nan disebarkan secara turun-temurun. Misalnya, dalam hal penebangan pohon.

Tiap pohon di Kampung Cikondang tak dapat sembarangan ditebang. Jika telah turun wangsit, barulah pohon tersebut boleh ditebang. Kebudayaan masyarakat Cikondang masih mengharuskan masyarakatnya buat memegang teguh anggaran adat dari leluhur karena mereka berpedoman segala nan diatur oleh leluhur pastilah buat kebaikan kelangsungan bumi dan manusia.



Kebudayaan Masyarakat Bandung - Kampung Adat Arjasari

Kebudayaan masyarakat Bandung nan selanjutnya terlihat jelas dari kehidupan di sekitar kampung adat Arjasari. Kampung Arjasari berada di desa Batu Karut, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Di Kampung Arjasari terdapat Bumi Alit (rumah kecil Sunda). Dalam Bumi Alit ini, biasanya disimpan beberapa benda-benda pusaka peninggalan leluhur Sunda, seperti kujang, keris, tombak, pisau kecil, dan gobang nan merupakan peninggalan Embah Manggungdikusumah. Nenek moyang sekaligus seorang penyebar Islam di daerah tersebut.

Dalam kebudayaan masyarakat kampung Arjasari, benda-benda tersebut sangat dikeramatkan dan dianggap suci. Selain benda pusaka, terdapat juga Gamelan Renteng "Embah Bandong". Dikeluarkan dan dipakai pada peringatan Maulud Nabi Muhammad saw. Bumi Alit disebut juga rumah buhun sebab dahulu Bumi Alit berfungsi sebagai loka para leluhur berkumpul dan bermusyawarah. Letaknya berada di bawah pohon nan sangat rindang.

Konon, berdasarkan kebudayaan masyarakat setempat, seseorang bisa merasakan adanya getaran-getaran energi nan kuat jika ia memiliki ketajaman mata batin. Banyak nan berkunjung ke Bumi Alit hanya buat mengetahui benda-benda pusaka dan sejarah Bumi Alit. Namun, banyak di antara pengunjung nan memiliki keinginan atau asa mendapat ilafah dan bisikan gaib.

Suasana di Bumi Alit, biasanya, ramai saat 12 Rabiul Awal. Pada tanggal ini, warga berbondong-bondong membawa rantang nan berisi makanan khas Sunda, seperti rangginang, opak, wajit, katimus, lemper, dan lain-lain. Tidak hanya warga Kampung Arjasari nan datang, banyak warga di luar Kampung Arjasari nan datang sebab ingin mengikuti upacara adat tersebut. Hal ini merupakan salah satu ritual dalam kebudayaan masyarakat kampung Arjasari.

Menurut kebudayaan masyarakat setempat, setiap 12 Rabiul Awal, ada dua ritual nan dilakukan, yakni membersihkan benda-benda pusaka dan ceramah keagamaan nan dilanjutkan dengan botram (makan bersama). Saat itu, benda-benda pusaka di dalam Bumi Alit dikeluarkan, dibersihkan, dan dibungkus dengan kain putih setebal lima lapis.

Di bagian luar, benda pusaka itu dibungkus disatukan menggunakan kain kafan, diberi kapas, serta kembang rampai layaknya mengafani jenazah. Kemudian, disimpan dengan posisi "ditidurkan" di atas kasur beralaskan bantal kecil.

Selain benda-benda pusaka tersebut, sebuah kamar di Bumi Alit dijadikan sebagai loka menyimpan benda pusaka lainnya, yaitu sumbul (sejenis gentong nan dibungkus dengan kain kafan serta digantungkan pada sebuah palang). Kebudayaan masyarakat kampung Arjasari nan seperti ini sudah berlangsung secara turun temurun.

Dalam melakukan seluruh rangkaian upacara, kebudayaan masyarakat Arjasari melarang setiap warganya buat melewatkan upacara sedikit pun. Semuanya harus berjalan paripurna dan tak semua orang bisa melakukannya. Hanya orang-orang pilihan nan bisa melakukan, yakni leluhur kampung dan kuncen.

Di kompleks Bumi Alit, terdapat makam leluhur nan sering diziarahi, yaitu makam Embah Lurah Sutadikusumah, Embah Wira Sutadikusumah, Embah Patrakusumah, Embah Aji Kalangsumitra, dan Embah Dalem Andaya Sakti. Kebudayaan masyarakat Arjasari menganjurkan bahwa ziarah makam hanya boleh dilakukan pada hari tertentu, Senin dan Kamis, sebab dahulu Bumi Alit hanya dijadikan loka buat menyepi. Pada hari Selasa bulan Ramadhan, kompleks ini sama sekali tak boleh dikunjungi.